Amankah Vaksin DPT/DaPT ?



Sejarah vaksin DPaT :

Tahun 1906 : vaksin pertusis --> dibuat dengan menggunakan seluruh sel bakteri (bordetella pertusis).

Kemudian, vaksin ditumbuhkan di kaldu (+ panas + bahan-bahan kimia --> untuk membuat bakteri tidak aktif).
Kemudian, bakteri ditempatkan di larutan yang mengandung bahan-bahan kimia seprti timerosal, sodium klorida (pengawet vaksin) + aluminium (pembantu produksi antibodi).
Tahun 1920 : Vaksin difteri dikembangkan.
Tahun 1933 : Vaksin tetanus dikembangkan.
Vaksin difteri dan vaksin tetanus dikembangkan dengan cara sama, tetapi memakai formaldehida (untuk menghilangkan racun difteri dan tetanus) --> diencerkan dengan larutan (mengandung timerosal + bahan-bahan pengawet lain + aluminium).
Tahun 1946 : Vaksin DPT pertama kali diperkenalkan di Amerika.
Vaksin DPT = vaksin bakteri yang telah ditidak-aktifkan (isi : vaksin DT + bakteri utuh Bordetella Pertusis) --> 50 tahun dipakai di Amerika.
Mulai ada tanda-tanda bahwa vaksin DPT bermasalah. Vaksin DPT mengandung seluruh sel bakteri (pada pertusisnya) --> bisa sebabkan reaksi buruk serius : kejang, syok, demam tinggi, pembengkakan otak (laporan dari Amerika , Eropa, Jepang)
Tahun 1996 : Terjadi pergantian ke vaksin DaPT yang lebih aman.
Tahun 1970 : National institutes of health (NIH) merespon beberapa kematian bayi setelah suntikan DPT di Jepang : NIH ambil teknologi yang dikembangkan Eli Lilly --> Jepang membuat vaksin DaPT yang lebih aman.
Vaksin DaPT = dibuat dengan menghilangkan banyak bagian racun yang ada di seluruh sel bakteri bordetella pertusis. Yang masih sisa : Beberapa komponen bakteri dan bukan seluruh organismenya. Untuk menghilangkan racun, dipakai formaldehida + thimerosal + aluminium. Vaksin pertusis non-seluler + vaksin DT = Vaksin DaPT.
Tahun 1981 : vaksin DaPT sudah tersedia di Jepang.
Tapi Amerika tetap menggunakan vaksin DPT --> membuat marah para ibu yang anaknya kena kipi vaksin DPT, mereka mulai bertindak.
Tahun 1980 (pertengahan) : Kira-kira 300 tuntutan hukum terhadap pabrik pembuat v. DPT. Di antara para penuntut ini ada yang bernama Barbara Loe Fisher, bergabung dengan Kathi Williams dan ortu lain --> mendirikan Kelompok Orangtua yang Tidak Puas, dan kemudian menjadi NVIC (Sentra Informasi Vaksin Nasional).
NVIC = organisasi nirlaba yang membela konsumen --> penggerak dimulainya penggunaan vaksin DaPT di Amerika dan rekomendasi CDC thn 1996 yang menganjurkan penggunaannya utk mengganti vaksin DPT.

Vaksin DTP 

Penghilangan racun dari pertusis mengurangi (tidak menghilangkan) jumlah dan potensi efek buruk vaksin.
Sampai tahn 1996 --> vaksin DaPT belum tersedia untuk bayi di bawah 18 bulan di Amerika.

Efektivitas Vaksin DPT / DaPT

- Jika diberikan sesuai anjuran, CDC mengatakan vaksin ini akan melindungi > 95 % anak terhadap tetanus, > 85 % terhadap difteri, 70-90 % terhadap pertusis.

- Vaksin DaPT lebih efektif mencegah pertusis menengah sampai parah, dan lebih sedikit potensi efek sampingnya.

- Efektivitas vaksin DPT/DaPT mulai dipertanyakan.
Sebelum vaksin DPT diciptakan, di Amerika, tiap tahun (selama 20 thn) dilaporkan 115.000 - 270.000 kasus penyakit, dengan kematian 10.000.
Tahun 1934 : 265.269 kasus pertusis di Amerika,
Tahun 1970 : 1010 kasus pertusis di Amerika (menurun drastis).
Tahun 1980an--> jumlah kasus meningkat dengan stabil
Tahun 1993 --> 6586 kasus pertusis di Amerika
Tahun 1998 --> 6279 kasus pertusis di Amerika
Tanggapan para ahli --> hanya 10-20% dari kasus yang dilaporkan (keakuratan data yang sangat minim). Peningkatan terbesar terjadi pada orang di atas 5 thn, tapinpara bayi dan anak kecil masih punya resiko tertinggi. Para ahli tidak tahu dengan pasti mengapa kasus pertusis meningkat bahkan ketika angka jumlah anak yang divaksinasi telah lebih besar daripada masa-masa lalu. Alasan lain :
- Keampuhan vaksin menurun, imunitas anak2 yang telah divaksinasi menurun sejalan dengan waktu, perlu booster.
- Mungkin telah terjadi peningkatan kesadaran para dokter terhadap penyakit ini, dengan demikian mereka lebih sering melaporkannya
- Mungkin negara-negara bagian telah memantau penyakit dengan ketat.
- Beberapa bukti bahwa bakteri bordetella pertussis menjadi resisten terhadap vaksin. Telah terjadi kasus-kasus pertusis di Norwegia, Denmark, Belanda, dan para ahli ilmu menemukan semakin banyak jenis bakteri yang telah mengalamu mutasi.

Siapa yang tidak boleh mendapatkan vaksin (kontraindikasi) :

Berdasarkan CDC,
- Pernah mengalami ensefalopati di dalam 7 hari sesudah dosis sebelumnya dari vaksin DPT/DaPT.
- Punya kondisi gangguan pada otak, misal kelainan kejang yang tidak membaik.
- Pernah mengalami syok sesudah DPT/DaPT.
- Punya sakit menengah atau parah dan harus menunggu sampai mereka sembuh.
- Sedang mendapatkan terapi penekanan imunitas untuk kanker atau perawatan lainnya. Harus menunggu 1 bulah setelah mereka lepas dari terapi.
- Lebih muda dari 6 minggu atau lebih dewasa dari 7 tahun. Hanya vaksin DT untuk > 7 tahun. Vaksin DT juga dapat diberikan kepada anak-anak yang lebih mudah yang lernah mengalami reaksi buruk terhadao vaksin DPT/DaPT.

Kondisi yang harus diwaspadai oleh CDC :
- Demam 43 °C atau lebih dalam 48 jam sesudah suntik terdahulu.
- Kolaps/syok dalam 48 jam setelah suntikan.
- Kejang dengan atau tanpa demam dalam 72 jam sesudah suntikan.
- Menangis terus-menerus tanpa bisa dihentikan yang berlangsung 3 hari atau lebih dalam 48 jam sesudah suntikan.

Reaksi Buruk yang pernah terjadi :

Dari daftar CDC, dan dari sistem VAERS (sistem di Amerika yang mencatat laporan-laporan kipi) kejadian-kejadian buruk yang berkaitan dengan vaksin DPT 30% lebih besar daripada vaksin DaPT.
Reaksi ringan (biasanya mulai 3 hari setelah vaksin) :
- Nyeri atau sakit pada area suntikan : 46 dari 1000 anak.
- Demam rendah : 58 dari 1000 anak.
- Rewel : 300 dari 1000 anak.
- Pembengkakan : 80 dari 1000 anak.

Reaksi menengah - serius :
- Menjerit dengan nada tinggi atau menangis terus menerus selama 3 jam atau lebih : 1 dari 2000 anak ( 1 per 100 dosis).
- Demam tinggi (>43° C) : 1 dari 3000 anak (1 per 330 dosis).
- Kejang (berkedut dan membelalak) : 6 dari setiap 10.000 dosis ( 1 per 1750 dosis).
- Pucat, lemas, kurang siaga : 6 dari setiap 10.000 dosis ( 1 per 1750 dosis).

Reaksi parah sangat jarang terjadi, termasuk reaksi alergi yang parah (sulit napas, syok) dan reaksi otak parah (radang otak, koma, kurangnya kesadaran, atau kejang yang lama). Meskipun demam disertai kejang sesudah suntikan bisa menakutkan ortu, tetapi tidak ada bukti bahwa reaksi itu menyebabkan kerusakan yang menetap. Tapi CDC mengakui adanya kaitan antara DPT dan penyakit otak yang serius (ensefelopati).

Tahun 1981 : Kajian Ensefelopati Anak Nasional yang diterbitkan di Inggris, dikukuhkan pada tahun 1991, menemukan bahwa 1 dari 110.000 suntikan DPT diikuti peradangan otak dan 1 dari 310.000 diikuti kerusakan otak menetap.

Efek samping vaksin DT, Td, dan tetanus
Anak-anak > 10 tahun dan orang dewasa bisa kena efek samping.
-nyeri, pembengkakan pada area suntikan, mudah tersinggung, muntah, mengantuk, hikangnya selera makan, menangis terus menerua, demam, kolaps, nyeri sendi, kulit dingin, dan pucat.

Tahun 1994, Institut Kedokteran melaporkan bahwa terdapat bukti yang mendasar bahwa vaksin DT bisa menyebabkan neuritis brakhial, neuropati, dan sindrom Guillain Barre, kemunduran otot progresif, peradangan syaraf, syokm dan kematian.
Tidak ada kajian bahwa vaksin terkait multipel sklerosis, penyakit dmielinisasi lain, artitis, kelainan kejang.

Tahun 1991 : Para ahli di Institut Kedokteran menentukan bahwa ada bukti bahwa vaksin DPT menyebabkan radang akut pada otak (ensefalopati, ensefalitis, ensefalomielitis), syok, kolaps, dan menangis terus -menerus.

Tahun 1991 : Kajian SIDS (sindrom kematian mendadak bayi) memantau episode-episode pernapasan dangkal dan terhenti pada bayi sebelum dan sesudah vaksin DPT. Pola pernapasan dicetak oleh komputer dan menunjukkan bahwa vaksinasi meningkatkan episode secara berarti di mana pernapasan berhenti total atau nyaris total. Episode-episode ini berlanjut sampai beberapa bulan. Pengarang kajian (Dr. Viera Scheibner) menyatakan : vaksinasi adalah penyebab utama yang paling menonjol dan paling bisa dicegah dari kematian bayi.

Tahun 1994 : Ditemukan anak-anak penderita asma 5x lebih mungkin telah menerima vaksin pertusis.

Tahun 1994 : Institut Kedokteran : "beberapa anak yang menerima DPT dan yang mengalami penyakit persyarafan akut serius dalam 7 hari sesudahnya bisa menduga akan mengalami gangguan fungsi syaraf yang menahun dan meninggal".

Agustus 1999 : Marcel Kinsbourne, MD (Universitas Tufts) berkata ke Komite untuk Reformasi Pemerintah : "telah banyak diketahui bahwa beberapa lot produksi dari vaksin pertusis berkaitan dengan jumlah tinggi yang tidak seimbang dari laporan kejadian buruk".

Inti yang diambil oleh penulis :
Hindari vaksin kombinasi, begitu pula vaksin DPT.
Meskipun vaksin DaPT lebih aman daripada DPT, tetapi bagian pertusis dari kedua vaksin ini masih bisa menyebabkan reaksi buruk yang serius pada beberapa anak. Tetapi bagian difteri dan tetanus juga bermasalah (seperti kesimpulan Institut Kedokteran thn 1994).
Bagimana seharusnya tindakan ortu yang hendak vaksinkan anaknya ? Pelajari dengan teliti kontraindikasi vaksin, jika anak anda tidak termasuk kategori ini, dianjurkan anak anda TIDAK mendapatkan vaksin lain di hari yang sama. Supaya anda akan tahu vaksin mana yang menimbulkan masalah. Tindakan kewaspadaan ini bisa membantu mengurangi potensi resiko kipi.


Sumber : Buku "Yang Harus Orangtua Tahu Tentang Vaksinasi Pada Anak", oleh Stephanie Cave & Deborah Mitchell

Comments

Anonymous said…
Makasih rangkumannya

Popular Posts