Baby Bana Sembuh Radang Paru
Saya tiga bersaudara, perempuan semua. Kebetulan kami bertiga sama2 menyukai dunia kesehatan holistik, sama2 menyukai teori kesehatan dr. Tan Shot Yen dan dr. Hiromi. Jika ada anak atau anggota keluarga salah satu dari kita sakit, maka kita biasanya saling menasihati dan menguatkan supaya bisa sembuh dengan jalur alami.
Terhitung telah seminggu anak adikku (Bana namanya, 5 bulan) batuk-batuk disertai pilek. Lama2, badannya sumeng selama 3 hari (mulai 30 jun 2016 sumengnya), sekitar 37 derajatan. Batuknya gak biasa, terdengar seperti bapak2 batuk. Lalu, oleh adikku mulai diberikan herbal tea memakai temulawak, jahe, jeruk nipis dan madu mentah. 3 juli, Bana masih saja batuk pilek dan sumeng. Lalu kita semangatin lagi ibunya supaya mulai memberikan VCO, selain herbal tea 3 x sehari dan jangan lupa dijemur di atas jam 10. Aku juga meminta supaya adikku perhatikan makanan yg diasupnya, perbanyak rawfoodnya, karena biar bagaimanapun apa yang dimakan ibunya akan sangat mempengaruhi kualitas asinya. Asi memang yang terbaik untuk bayi karena menguatkan sistem imun tetapi jika apa2 yang dimakan oleh ibu bukan makanan sehat, tentunya akan punya dampak negatif pada bayinya. Adikku bilang dia hanya makan wortel dan tomat sebagai asupan rawfood setiap harinya. Aku bilang banyakin lagi donk rawfoodnya. Oke, katanya nunggu masuk kantor karena adikku ini bekerja di hotel yang mana makan siang juga disediakan di hotelnya, termasuk salad. Cuma di kantor dia bisa makan salad, katanya.
Adikku mulai memberikan ke Bana vco selain herbal tea walau tidak sempat berjemur dikarenakan mendung terus. Adikku juga minum VCOnya untuk meningkatkan kadar asam laurat dalam asinya sebagai ab alami juga. Bana sempat muntah asi 3 x. Adikku mulai gak tenang karena batuknya bukan seperti batuk biasa. Kakakku yang seorang dokter mulai menyarankan jika masih terus seperti itu, besok cek darah karena sudah 4 hari sumengnya.
Hari ke 5, 4 juli, bukannya membaik, Bana mulai meninggi suhu demamnya, yang sebelumnya cuma sumeng doank, sekarang menjadi 38,5 dan jadi ga bisa tidur dan susah mau minum asi, dan sudah ga mau diajak main, rewel dan terlihat lemas. Aku masih bilang ga perlu kawatir kepadanya, sakit batpil itu kan biasa aja pada anak2. Yang terpenting Bana masih mau asi dan ibunya makan sehat dan teruskan hometreatment dengan herbal tea, VCO, dan berjemur.
Adikku hari ini bolos kerja untuk ke sekian kalinya karena Bana masih sakit saja. Dikarenakan papa kami (yang menjaga Bana selama adikku kerja sehari2nya) kawatir akan keadaan Bana, begitu juga suami adikku, akhirnya adikku memutuskan membawa Bana ke RS. Aku sebelumnya benar2 meminta kepada adikku untuk berpikir ulang apakah beneran mau ke RS, siap2 aja anakmu nanti diresepin antibiotik dan obat2an lainnya, begitu kataku padanya dengan maksud membuatnya urung ke RS. Tetapi adikku tetap memutuskan ke RS hanya untuk minta diagnosa n cek darah aja, katanya. Oke, tapi jangan sampai kamu minumin obat2annya ya please..kasian anakmu sekali masuk antibiotik kedepannya anak akan lebih gampang sakit, kamu sendiri nantinya yang akan repot apalagi kamu kan kerja. Adikku sekali lagi menegaskan cuma mau minta cek darah aja, tenang aku jadinya.
Baby Bana, ponakanku |
Akhirnya diantar oleh papa dan suaminya, hari itu, adikku ke dokter spesialis anak yang ternama di RS swasta di Jakarta. Dokter ini terkenal sebagai dokter yang sangat pro asi yang bukunya banyak dijual di gramedia. Berikut petikan kisah pertemuan adikku dengan dokter tsb. Adikku membawa anaknya didampingi suami dan papa masuk ke ruang dokter. Pertama2 dokter menanyakan keluhan anaknya dan dijawab adikku batpil gak kunjung sembuh disertai demam. Lalu dokter pun menanyakan "coba bisa saya lihat buku KMSnya", adikku bilang ga punya karena memang dia tidak memvaksinasi anaknya (kecuali saat lahir saja, sempat diberi vit.K dan vaksin HepB). Dokternya terkejut bukan kepalang, sambil bilang dengan tegas "Hari gini ga ikut imunisasi??"ingat! Anak itu titipan Allah, jangan anda sia2kan!". Mendengar itu, adikku hanya diam, papa dan suaminya pun terdiam kaget sama reaksi dokternya. Dokter curiga adikku ga vaksin karena takut status kehalalannya, babi kan dibolehkan jika dalam kondisi darurat dan belum ada penggantinya, begitu kata dokter. Adikku senyum saja dibilang begitu. Aku memang selalu menasihati adikku untuk membesarkan anaknya secara alami, usahakan jauh dari campur tangan medis, jangan sakit dikit ke dokter dan minum obat farmasi, dan juga jangan tergantung sama vaksin. Jangan mau ditakut2in oleh jargon vaksin, kalau gak vaksin nanti anak sakit ini itu. Bagi orang holistik, ikhtiar sehat bukan dari vaksin. Sehat itu harus sebisa mungkin diperoleh dengan cara alami. Begitu juga membangun imunitas seorang anak pun secara alami akan lebih baik. Adikku memang menyetujuinya, masuk akal pikirnya. Dan memang ketika adik memutuskan gak meneruskan vaksin anaknya, papa dan suaminya memang kurang setuju dengan alasan semua anak kan divaksin biar sehat masa Bana gak divaksin, apa gak kasihan nanti sama anakmu. Waktu berlalu dan kisah kulanjutkan lagi.
Setelah dokter terkejut mendengar adikku gak punya buku imunisasi anaknya, lalu dokter pun mulai memeriksa Bana dengan stetoskop. Dokter pun memeriksanya agak lama, lalu berkata "saya kira, anak ini kena radang paru". Terkejutlah adikku mendengar itu. Hampir jatuh air matanya, tapi ia tahan. Lalu dokternya pun menyarankan rontgen supaya lebih menegakkan diagnosa. Adikku tidak bersedia anaknya dirontgen. Dokternya terkejut lagi "kenapa takut di rontgen, rontgen itu aman kok kalau memang jelas tujuannya apa". Adikku kekeuh ga mau rontgen karena biarbagaimanapun sinar rontgen adalah radiasi yg tidak baik untuk kesehatan. Lalu dokternya bilang, "yaudah kalau ga mau, difisioterapi aja ya anaknya". Adikku tanya apa itu fisioterapi, dokter menjelaskan hanya diuap. Lalu dokternya bilang "syarat sebelum difisioterapi, dikasi penurun panas dulu ya". Adikku (lagi-lagi) ga mau anaknya dikasi penurun panas. Dokternya berang dan bilang "anak gak divaksin, dirontgen juga ga mau, dikasi tempra juga ga mau, lalu mau anda apa ?? Percuma juga kalau saya tulis resep pasti gak akan kamu tebus kan??" adikku dengan tenang bilang hanya mau difisioterapi aja dok. Sambil geleng-geleng kepala dan menghela napas sangat panjang, akhirnya sang dokter pun menulis rujukan ke fisioterapi. Keluarlah mereka dari ruang dokter, lalu ikut suster menuju ke ruang fisioterapi. Sebelumnya adikku nanya2 dulu ke susternya, emang apa sih fisioterapi itu? Suster menjelaskan bahwa anak nanti akan dinebu dengan obat2an. Adikku langsung bilang ga jadi fisioterapi begitu mendengar kata 'obat' haha.. Akhirnya mereka pulang dengan hanya mengantongi obat2an yang tertulis di resep saja, itupun sampe rumah ga ada yang diminum. Adikku sempat disalahkan oleh suami dan papa kenapa tadi kok berani2nya menolak semua anjuran dokternya, lalu nanti gimana Bana kalau gak sembuh2. Sepulang dari RS, kebetulan cuaca terik, lalu adikku menjemur Bana 15 menit dengan tetap rutin diberinya herbal tea dan VCO. Berbeda dengan anjuran kakakku untuk minum obatnya, aku justru menenangkan adikku ga perlu takut apa kata dokter cukup kamu ikhtiar makan sehat, berjemur, kasih 'obat alami' aja. Sabar, itu kuncinya. Dari jauh, aku dan kakakku hanya bisa kirim doa banyak2 untuk kesembuhan Bana. Kakakku, walau sempat menganjurkan minum obatnya tapi di satu sisi masih penasaran apakah benar bisa Bana nanti sembuh hanya dengan hometreatment.
Sekilas mengenai radang paru, saya ambil dari google. Radang paru alias bronchopneumonia adalah penyebab kematian anak-anak tertinggi di dunia, menurut WHO. Indonesia sendiri menduduki peringkat ke 8 terbesar di dunia terkait kematian anak akibat pneumonia. Pneumonia sangat beresiko bagi manula (di atas 65 tahun) dan anak dibawah 2 tahun.
Aku suruh adikku ukur napasnya Bana katanya 52x/menit. Ciri khas pneumonia pada anak 2-12 bulan, yang paling bisa dilihat oleh mata adalah napas di atas 50x/menit.
Sorenya, doa dan ikhtiar kami mulai diperhitungkan oleh Allah. Demam pun mulai turun dan Bana mulai aktif bermain lagi, subhanallah! Aku sampai loncat saking bahagianya mendengar berita itu dari papaku. Apalagi esok harinya Lebaran, biasanya papa dan adik kakakku bersilahturahmi ke rumah mertuaku, kalau Bana udah sembuh berarti papa dan adikku bisa ke jakarta esok, alhamdulillah. Walau dalam praktek 'dokter'2an kami sempet terjadi malpraktek karena aku menyarankan oles telapak kaki dan dada dengan campuran VCO-bawang putih sehingga mengakibatkan kulit pada telapak kaki Bana melepuh. Bawang putihnya kebanyakan, 8 biji, harusnya dikit aja 1 biji heuheu..maafkan momi ya Bana, jangan dendam yaa. Pagi2nya suhu pun sudah stabil di 36,6 dan napas terakhir 40-an per menit alhamdulillah!! Ikhtiar melalui cara alami memanglah penuh rintangan tetapi kuncinya adalah sabar, keyakinan kuat, dan terus berdoa. Ini juga walau suhu telah turun (tanda sistem imun memenangkan pertarungan melawan si kuman jahat), Bana belum mau menyusu banyak2, sehingga asi harus dicekokin. Namun lambat laun, walau sempet kehilangan berat badan sedikit, bb nya mulai baik lagi mengiringi naiknya intensitas menyusu. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah.
Demikian kisah kesembuhan ponakanku kali ini. Cerita ini diperuntukkan bagi orang2 yang percaya akan power of natural healing, kesehatan holistik. Cerita ini bukan ditujukan untuk menentang medis, tetapi hanya sekedar sharing saya yang lemah ilmu ini.
saya mohon maaf kalau ada yang merasa tidak nyaman dengan postingan ini ya.
Comments