DATA KIPI VAKSIN MR, DPT, TETANUS, dan BCG (Januari - November 2017)

Sebelumnya saya mohon maaf sebesar-besarnya membuat artikel ini kepada siapapun yang merasa tidak pantas atau terganggu ketika membaca artikel ini. Mohon maaf sekali kalau artikel ini jadi malah membuat keragu-raguan untuk vaksin MR terhadap buah hatinya. Tidak ada niatku untuk mengajak orang-orang untuk berbondong-bondong meninggalkan vaksin, aku hanya memaksa adik kakak kandungku untuk tidak vaksinin anak-anaknya, di luar itu aku tidak pernah kampanye untuk mengajak jadi AV (anti vaksin). Kita semua ini baik aktivis AV (anti vaksin) maupun aktivis PV (pro vaksin) semua tidak lain tujuannya karena sayang anak, inginkan anak sehat. Tidak ada satupun ibu yang mau mencelakakan anak. Namun yang harus diingat, di dunia vaksin ada yang namanya teori herd immunity, dimana kekebalan kelompok di jadikan andalan untuk memaksakan vaksinasi di seluruh belahan dunia. Bagi yang belum tahu apa itu herd immunity, saya bantu jelaskan sedikit, teori ini mengajarkan bahwa suatu kelompok akan kebal dari suatu penyakit apabila orang-orang dalam kelompok/daerah tersebut sudah divaksin 95% sampai 100%. Sekarang jadi tahu kan kenapa ada sekolah-sekolah yang sampai diam-diam melakukan vaksinasi kepada anak-anak tanpa memberitahu ortu terlebih dahulu? Sekarang jadi tahu kan kenapa ada sekolah yang sampai mengeluarkan surat yang harus ditandatangani ortu yang menolak vaksinasi yang isinya mengancam bahwa ortu yg tidak memilih vaksinasi harus mau bertanggung jawab apabila terjadi wabah di daerahnya? yup, itu semua demi tercapainya herd immunity. Tentu enggak semua sekolahan yang begitu, sekolah anakku termasuk yang tidak memaksakan vaksin. Saya hanya berharap teori ini hancur lebur bak pasir. Supaya vaksinasi itu bisa menjadi pilihan, bukan lagi menjadi kewajiban.

Selama ini data KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi) saya tulis untuk di grup FB tertutup saja, tidak saya sebarkan di timeline karena saya tahu konsekuensinya nanti orang-orang akan cemas berlebihan pada vaksin. Akhirnya saya memulai menulis datanya satu persatu dimulai dari merebaknya kasus lumpuh Niken di Demak yang sampai masuk ke TV juga, lalu sampailah 5 kasus saya data..dalam hati berkata nanti mau saya publikasikan di timeline jika jumlah sudah 10 kasus saja. Tak lama..jumlah korban terus bertambah hingga sampailah ke kasus nomor 10..kembali saya urungkan niat karena saya takut untuk membukanya di timeline, saya naikkan target jika sampai 15 saja baru dipublikasikan. Hari demi hari, saya dapat laporan sesama teman di grup tersebut..korban bertambah lagi sampai akhirnya mencapai 15..lagi-lagi saya urungkan niat dan meninggikan kembali target jika sampai 20 saja. Lama-lama korban bertambah 17 18..sampai akhirnya 20, lagi-lagi untuk ke sekian kalinya saya urungkan niat, sampai akhirnya bertambah ke kasus no. 21 saya sudah tidak tahan lagi, bencana ini! Sekarang saya pindahkan artikel ini di blog ini, agar semua orang dapat membacanya. Tujuannya apa? Supaya semua ibu baiknya mempertimbangkan risk dan benefit sebelum menyerahkan anak untuk di vaksin, tujuan lain artikel ini adalah terutama untuk para tenaga kesehatan dan sekolah-sekolah dan Pemerintah Indonesia, tolong! jangan sampai melakukan vaksinasi massal secara DIAM-DIAM TANPA SEPENGETAHUAN ORANGTUA MURID!!! Berikan kebebasan kepada setiap orangtua untuk memilih vaksin/tidak vaksin. Semua nyawa anak berharga, KIPI memang jarang terjadi, namun sekalinya menimpa pada anakmu, waktu tidak bisa diputar kembali.








Baiklah, berikut kasus-kasus KIPI Vaksin MR 2017 yang mampir di surat kabar maupun di timeline FB :

1. Niken Angelia, SMPN 4, Demak.

Niken dan ibu saat dirawat 
Kronologis : Kini (11 Agustus 2017), siswi bernama Niken Angelia tersebut sudah dirawat selama satu minggu. Yuli Suryaningsih, ibu kandung Niken menjelaskan putrinya mendapat imunisasi pada hari Rabu (2/8/2017) siang hari.
Kepala SMPN 4 Demak, Mulyadi menjelaskan imunisasi MR di sekolahnya ditangani oleh Puskesmas II Mulyorejo. 
"Ada sekitar 780 siswa SMP ini. Saat itu ikut imunisasi MR," ujar Mulyadi, di kantornya, Desa Mulyorejo, Kecamatan Demak Kota, Selasa (15/8/2017).
Menurutnya, pihak sekolah hanya berwenang untuk mengkondisikan siswanya supaya dapat mengikuti imunisasi MR. Sebab, imunisasi ini merupakan kebijakan dari pemerintah pusat. 
"Kami sifatnya mengkondisikan dan berkoordinasi dengan puskesmas yang menangani secara langsung imunisasi ini," lanjutnya. 
Sesuai prosedur, sebelum dilakukan suntik imunisasi MR, pihak sekolah bersama puskesmas mendata siswa yang memiliki gangguan kesehatan, belum makan dan keluhan lainnya. Dari data yang ada, Niken Angelia tidak termasuk yang mengeluhkan memiliki riwayat penyakit. 
"Tidak ada dalam daftar (siswa yang memiliki keluhan). Bahkan setelah dilakukan imunisasi, Niken tidak termasuk yang dirawat di UKS. Cuma ada dua yang mengalami pusing dan lemas. Yakni Dwi Melina dan Bela Lailaturahma. Niken justru tidak ada masalah," papar dia. 
Sehari setelah imunisasi, orangtua niken melayangkan surat izin tidak masuk sekolah karena sakit. Lantaran ada dugaan diakibatkan imunisasi, lantas sekolah berkoordinasi dengan puskesmas setempat menjenguk ke rumah Niken di Desa Bango Kecamatan Demak Kota. 
"Lalu dibawa ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut," tambah Mulyadi. 
Meski demikian, pihaknya belum mengetahui secara pasti kondisi kesehatan Niken sebelum imunisasi. 
"Kami belum tahu persis apakah punya riwayat penyakit atau tidak, karena baru kelas tujuh belum ada satu bulan di sini. Tapi saat pendataan awal tidak ada keluhan," ungkapnya. 
Ia berharap, siswinya itu dapat segera sembuh dan kembali bersekolah. 
"Sebagai orangtua kedua, kami berharap sangat Niken dapat kembali sekolah dalam kondisi sehat," tandasnya. 
"Sebelum di imunisasi pas berangkat sekolah hari itu sehat, namun setelah imunisasi katanya ia pusing dan lemas sehingga harus dirawat di UKS," ujar Yuli Jumat (11/8/2017). 
Ia memaparkan seusai pulang dari sekolah, putrinya justru kesulitan tidur karena sakit di bagian pinggang hingga kaki. 
Kondisi tersebut terus memburuk hingga akhirnya Niken harus menjalani rawat inap di RS NU Demak. 
Ketua Pokja Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Kabupaten Demak, dr Rini SpA tidak membantah adanya siswi yang dirawat di RS setelah imunisasi. 
Meski demikian ia menyangkal bahwa kejadian itu adalah efek pemberian vaksin. 
"Perlu diuruskan, sakitnya Niken bukan karena imunisasi, kami sudah melakukan pemeriksaan dan hasilnya sakitnya karena faktor lain yang kebetulan muncul setelah imunisasi," terang Rini. 
Meski demikian, dokter yang juga menangani Niken tersebut enggan menjelaskan penyakit apa yang diderita siswi asal Desa Bango, Kecamatan Demak tersebut. 
"Kalau diagnosa pasien saya rasa tidak etis jika disampaikan di media, namun saya pastikan dirawatnya anak tersebut bukan karena imunisasi," tandasnya. 
Ia menyatakan memang ada kejadian sampingan pasca imunisasi MR, mulai dari badan panas hingga kulit memerah. 
Diduga ada 3 siswa lain yang drop setelah vaksin (pusing dan lemas), tetapi tidak separah Niken yang sampai lumpuh. 
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo ikut menjenguk Niken dan percaya sakitnya Niken bukan karena vaksin. 
Secara umum, kondisi bocah asal Demak itu sudah membaik. Pejabat Humas RSUP dr Kariadi, Parna menjelaskan Niken yang sebelumnya tidak bisa menggerakkan kedua kakinya, kini sudah mulai mengangkat dan menggoyangkan keduanya. 
"Pasien Niken hingga saat ini masih dalam perawatan. Kondisinya makin membaik," katanya kepada Liputan6.com, Sabtu, 26 Agustus 2017. 
Niken sebelumnya hanya bisa berbaring dan merasa sakit ketika hendak duduk. Namun menurut Parna, saat ini sudah menunjukan tanda-tanda positif. "Sudah bisa duduk," katanya. 
Pasca-mengalami kelumpuhan, Niken dirawat secara khusus oleh tim dokter gabungan. Konsultan spesialis anak, dr Wistiani yang ditemui di sela perawatan Niken, menjelaskan ada dokter tulang, dokter penyakit dalam, dan dokter anak yang mengawasi Niken. 
"Bisa dikatakan ketika datang, kedua tungkainya belum bisa melawan gravitasi. Ini sudah alami perbaikan," ujar Wistiani. 
Dari pemeriksaan diketahui Niken yang memiliki penyakit bawaan, yakni adanya selisih panjang dari kedua kaki bukan imbas dari vaksin MR. "Dari sekitar dua ratus siswa yang disuntik bersamaan dengan Niken, hanya Niken yang mengalami kelumpuhan. Ini ada unsur bawaan," katanya. 
Menurut sang ibu Yuli Suryanisih, bocah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Demak, sejak 3 Agustus 2017 terbaring dengan seluruh badannya tertutup dengan selimut fasilitas rumah sakit. 
"Niken tidak bisa bergerak setelah pulang sekolah. Setelah di rumah tidak bisa bergerak. Jadi langsung dibawa ke rumah sakit," kata Yuli.

NB : Berdasar website menkes dikatakan bahwa sakitnya Niken akibatinfeksi susunan syaraf tulang belakang. 


2. Krisna, kelas 8 SMP 2 Lumajang.

Kronologis : "saudara sepupu ipar pingsan di sekolah dan sekarang 4 hari koma, sempat dinyatakan meninggal, tapi alhamdulillah Tuhan masih sayang, setelah dilakukan CT scan dan cek lab, dokter tidak menemukan penyakit dan kerusakan organ dalam dan tidak pernah punya riwayat penyakit, sebelumnya di sekolah dapat vaksin rubella, apakah itu penyebabnya?"
Sumber berita : status seseorang di FB (nama : Hanz) yang kemudian status ini diedit berkali2 oleh yang bersangkutan dikarenakan RS melarangnya untuk menyebarkan di medsos. Bukti asli masih kami simpan. Update tgl 30 agustus , anak tsb belum juga sadar. dokter masih belum tahu penyakitnya apa. keluarga sudah pasrah. Dokter memvonis lumpuh.

3. Ghina Naziba Yasmin. 11 tahun. SDN Sentul I. Warga Desa Nutug RT 03/RW 06, Kecamatan Citeuteup, Kabupaten Bogor.

Kronologis : 
(dari tutur sang Ibu) 9 Agustus disuntik vaksin rubella di sekolahnya.
Tiga hari pasca disuntik vaksinasi Ghina mengalami buang air besar hebat 2 hari, setelah itu anak saya sekolah seperti biasa tetapi sambil kakinya diseret, ketika saya tanyakan katanya kakinya sakit, sebelum disuntik anak saya baik-baik saja dan sehat, tidak ada yang aneh pada diri anak saya, tetapi pasca disuntik kok malah anak saya sakit".
Bukan itu saja, keluarga juga seperti dilarang membeberkan kejadian yang menimpa anaknya itu kepada publik.
“Dokter tidak menjelaskan tentang penyakit anak saya, bahkan setelah anak saya meninggal dunia saya diminta pihak rumah sakit untuk tutup mulut,” terangya.Seminggu setelah mendapatkan suntikan imunisasi rubella di sekolahnya SDN Sentul I, tiba tiba Ghina lumpuh,
Karena panik, sang ibu mengajak paman korban ke rumah sakit. Namun beberapa rumah sakit yang didatangi selalu menolak dengan alasan keterbatasan alat.
“Kami ke RS Insani, Annisa, Trimitra, RSUD Cikaret, saat kami sebutkan lumpuhnya anak kami setelah imunisasi mereka angkat tangan. Baru kemudian kami ke Sentra Medika diterima dan di sana anak saya meninggal setelah sempat dirawat,
Hasil pemeriksaan : Dinkes memastikan berdasarkan hasil audit, Ghina meninggal bukan karena imunisasi rubella, melainkan terkena infeksi otak. tidak ada kaitan antara vaksinasi MR dgn kematiannya. Hasil pemerikasaan dokter RSSM, laboratorium, rontgen, MRI, cek cairan otak menunjukkan adanya infeksi otak (encefalomyelitis).

Sumber berita : jabar pojoksatu.

4. 8 Balita dirawat di rumah sakit, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

Kronologis : 

Dari 125 laporan efek samping ringan mulai dari demam, muntah dan diare yang cukup diberikan obat, dapat sembuh. Sementara 8 sasaran yang rata-rata balita, terpaksa dirawat di puskesmas atau rumah sakit karena mengalami penurunan kondisi tubuh. (Hendro Subagyo, Kasi Imunisasi dan Surveilan Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar). menurut Hendro semua laporan itu sudah ditindaklanjuti dan sudah ditangani tim kesehatan dan dinyatakan sembuh. Hendro mengaku rata-rata mereka yang terkena efek samping karena saat imunisasi dalam kondisi kurang sehat tetapi enggan mengatakan kepada petugas imunisasi.

Sumber berita : news detik

5. Arya Dimas, 4 tahun, warga Dusun Besole Desa RT 1 RW 3 Desa Darungan, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

Kronologis : 

Arya Dimas (4), warga Dusun Besole, Desa Darungan, Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar meninggal dunia pasca mendapatkan imunisasi MR. Tujuh hari pasca meninggalnya Dimas, Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar menyatakan jika penyebab kematian Dimas bukan karena dampak atau kejadian ikutan pasca imunisasi (Kipi) MR.
Hal itu ditegaskan Kepala Bidang (Kabid) pencegahan pemberantasan penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Blitar Krisna Yekti. Kata Krisna, pasca diimunisasi MR pada 15 Agustus lalu, Dimas masih bisa bersekolah dan melakukan kegiatan seperti biasanya. Baru pada 17 Agustus atau dua hari setelahnya, Dimas mengalami muntah, diare, serta kejang. Dimas sempat dirawat di rumah sakit Aminah Kota Blitar, namun nyawa Dimas tidak tertolong.
"Setelah diimunisasi masih bisa beraktivitas seperti biasa," papar Krisna, Kamis (24/8).
Kata Krisna, pasca kematian Dimas, pihaknya melalui Komda Kipi Kabupaten Blitar sudah menelusuri dan mengumpulkan data di lapangan. Kemudian data tersebut diserahkan kepada pemerintah provinsi Jawa Timur. Krisna menyebutkan berdasarkan informasi yang ia terima dari Dinkes Provinsi, Dimas memang memiliki riwayat GE (Gastroenteritis) atau penyakit infeksi pada perut. Kata Krisna, imunisasi MR tersebut waktunya bersamaan atau berdekatan dengan sakit GE.
"Sebenarnya yang berhak memberikan statement lebih lanjut adalah Dinkes Provinsi Jatim, karena semua laporan sudah kami serahkan ke Dinkes Provinsi," ungkap Krisna. 
Lebih lanjut Krisna menjelaskan biasanya pada setiap imunisasi tak terkecuali imunisasi MR, memang selalu ada kejadian ikutan pasca imunisasi (Kipi). Namun hanya sebatas demam, dan rasa nyeri di bagian yang disuntik. 
"Setiap habis diimunisasi biasanya memang anak atau balita akan mengalami demam atau nyeri di bagian yang disuntik, namun hanya sebatas itu saja," terangnya. 
Sementara Ismail, kerabat Dimas juga mengatakan hal senada. Pasca diberi imunisasi MR Dimas masih bisa bersekolah. Kemudian dua hari setelahnya dimas mengalami kejang. Namun sebelum imunisasi MR pun Dimas memang sudah sering mengalami kejang, sehingga pihak keluarga belum membawa Dimas untuk mendapatkan perawatan medis. Setelah Dimas mengalami muntah dan diare keluarga pun akhirnya membawa dimas ke rumah sakit. 
"Dibawa kerumah sakitnya tanggal 17 Agustus sekitar jam sembilan pagi, lalu kondisinya ngedrop dan sorenya dinyatakan meninggal dunia," jelasnya 

Sumber berita : Detiknews, Kumparan

6. Fajrik (lelaki), kec. rowosari kendal, Jawa Tengah. antara kelas 1 atau 2 SD tantenya kebetulan kurang ingat.

Fajrik sebelum vaksin
Kronologis : 

Setelah vaksin MR, badan anak demam . Biasanya ibu memberikan parasetamol. Tante anak (yang memberikan berita ini) kurang faham apakah parasetamolnya dari bidan yang memberi vaksin atau beli sendiri. Kata kerabat parasetamolnya dari bidan yang memberikan vaksin dan keluarga yakin tidak ada istilah kadaluarsa parasetamol atau salah beli parasetamol. Dari sejak vaksin sampe hari ke-5 demam juga belum turun dan badan mulai melepuh sekujur tubuh sampe matanya melepuh mengeluarkan air. Lalu, anak dibawa ke Rumah Sakit Montong ( Montong adalah nama desa lokasi rumah sakit terdekat. Keluarga biasa menyebut RS montong jadi tantenya sudah lupa nama RS aslinya apa). Di rumah sakit ini, hanya beberapa jam saja lalu pihak rumah sakit merujuk di rs yg agak besar, RS kendal ( lupa juga nama RSnya apa ).

Fajrik setelah vaksin 
Di RS kendal belum genap 3 hari, pihak RS Kendal menyerah dan merujuk ke rumah sakit yang lebih besar lagi RS Semarang. Dan di rumah sakit tersebut, anak langsung ditaruh di ruang isolasi ( kurang faham pernah masuk ruang isolasi ato tidak ). Selama di ruang isolasi pasien dilarang bertemu dengan orang lain karena keringat orang lain akan berdampak tidak baik buat pasien. Sewaktu sekeluarga datang menengok pasien, dokter langsung bilang diharap jangan pada menjenguk karna setiap orang keluar masuk menjenguk si pasien. Badan anak kemudian tambah demamn. Mungkin karna kulitnya infeksi. Tidak bisa makan dan minum karena mulutnya terkena radang. Mungkin karena tingginya suhu sehingga mulut anak mengeluarkan darah. Jadi makan dan minum lewat selang di hidung. Biaya rumah sakit ditangung pemerintah karena orang tua pakai BPJS. Dokter tidak berani mengklaim karena efek imunisasi . Dokter cenderung bilang mungkin karena efek parasetamol. 
Sebagai catatan, anak tidak mempunyai alergi kulit dan tidak tercatat punya penyakit apa apa ato penyakit keturunan pun tidak.
Kami pasrah mungkin lagi di uji oleh Allah mengingat 2 ponakan yang lain yang divaksin tidak apa apa. Melepuh nya sudah kering sehingga terlihat merah merah kayak bekas terbakar. Total anak demam sudah 3 minggu dari sejak imunisasi.
Tgl 1 september (update) 
Fajrik masih di ruang isolasi, menunggu hingga radangnya membaik. Radang di mulut membuat Fajrik susah makan lewat mulut. Tapi alhamdulillah tidak rewel. Bekas-bekas melepuh di tubuh juga mulai kering. Semoga berangsur membaik.

Sumber Berita : Shannaz Nur Tracak (tante korban)

7. Sarifah Paradika. 11 tahun. Siswi kelas V SD Negeri Jogoyudan 2 Lumajang Jawa Timur.

Kronologis : Sarifah (11) putri pertama dari Agus Suroso meninggal dunia pasca ikuti Imunisasi MR (Measles Rubella) di sekolahnya yakni Sekolah Dasar Negeri Jogoyudan 2 Lumajang Jawa Timur beberapa waktu lalu tepatnya Rabu (6/9).
Sarifah yang merupakan siswi kelas V tersebut dikatakan oleh ayahnya (Agus Suroso) sempat alami demam tinggi hingga kejang, keluar air seni tak beraturan sebelum akhirnya meregang nyawa. 
"Sorenya mengalami demam tinggi dan kejang-kejang yang disertai keluarnya air seni, dan tak sadar," kata Agus, Sabtu (9/9). 
Masih kata Agus, dirinya menyanyangkan pihak sekolah yang tidak memberikan sosialisasi terlebih dulu pada wali murid, sehingga pengetahuan dari wali murid tentang riwayat dari kondisi terkini (kesehatan) putra putri tidak didapati jelang dilakukannya imunisasi MR. 
"Safira akhirnya meninggal dunia setelah mendapat penanganan medis dari Puskesmas Kota dan dirujuk ke RSI," ucapnya sembari tertatih-tatih menahan tangjs. 
Dilain tempat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang Jawa Timur Dr. Triworo mengiakan jika peristiwa itu terjadi. 
Di sisi lain pada sejumlah awak media ia mengatakan, jika pihaknya sudah melaksanakan program Imunisasi MR sesuai prosedur atau mekanisme dengan benar. 
"Sebelumnya korban sudah mengalami sakit sekitar satu Minggu, sehingga tidak masuk sekolah. Namun saat imunisasi MR disekolahnya, ibu korban memaksa anaknya untuk masuk sekolah, tujuannya untuk mengikuti Imunisasi MR," ujarnya. 
Mantan Direktur Utama RSUD Dr. Haryoto Lumajang ini menyayangkan jika murid yang masih sakit tidak mengatakan kepada petugas kesehatan jika kondisinya masih sakit. 
"Dampak setelah dari Imunisasi MR itu salah satunya demam, dan pihak petugas kesehatan sebelum melakukan imunisasi tersebut selalu berkoordinasi terlebih dahulu kepada Kepala Sekolahnya. 
Sementara Kepala UPT Pendidikan Kota Lumajang Drs. Sukoco tidak berani mengatakan jika meninggalnya Sarifah merupakan akibat dari injeksi imunisasi MR yang dilaksanakan melalui sekolah SDN Jogoyudan 2. 
Selain membenarkan sosialisasi dari Dinas Kesehatan sudah dilakukan kepada Kepala Sekolah, namun Sukoco menggraris bawahi jika tiap sekolah mempunyai tekhnis dan cara sendiri - sendiri dalam bersosialisasi untuk menyampaikan terhadap wali muridnya. 
"Yang pasti ada siswa yang meninggal, namun kami tidak bisa mengatakan jika siswa SDN Jogoyudan 2 meninggal karena imunisasi rubella," ucapnya singkat. 
Hingga berita ini ditayangka. Pihak Kepala Sekolah SDN Jogoyudan 2, Sutinah S.pd belum bisa dikonfirmasi karena nomor hpnya tidak bisa dihubungi. 
Memasuki hari keempat meninggalnya Safira Faradika (11), siswa kelas 5 SD di Lumajang, Jawa Timur, suasana duka masih menyelimuti keluarga. Sang ayah, Agus Suroso, tak henti-hentinya menatap dan memandangi barang-barang milik putri sulungnya yang diduga meninggal dunia akibat vaksin MR itu.
Agus mengaku, sebelumnya telah mengikhlaskan kepergian Sarifah yang amat mendadak. Namun, hatinya kembali panas setelah mendengar pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Lumajang, Tri Woro, saat konferensi pers pada Sabtu, 9 September 2017.
Menurut Agus, pihak dinas kesehatan terkesan tidak bertanggung jawab atas kesalahan prosedur yang diduga dialami anaknya saat pemberian vaksin MR.
"Sesaat setelah saya mendengar pernyataan Ibu Kepala Dinas Kesehatan, saya sangat menyesal sekali. Saya sangat kecewa sekali karena Beliau tidak mengakui kesalahan dan kekurangan dari prosedur dari kesehatan," tutur Agus, Minggu siang, 10 September 2017.
Dia mengatakan, masih akan berembuk bersama keluarganya, apakah kasus ini dilanjutkan atau tidak. "Sebenarnya Beliau itu sudah ke sini, tapi enggak bilang apa-apa, cuma bilang sabar gitu saja," katanya.
Dia menyebut pihak Dinas Kesehatan kurang menyosialisasikan perihal vaksinasi MR. Ia juga mengaku tidak mendapat pemberitahuan dari sekolah sebelum imunisasi itu diberikan pada anaknya.
"Sosialisasi itu tidak ada dan pemberitahuan dari sekolah juga tidak ada kalau ada imunisasi," ujarnya. 
Sebelumnya, Safira, siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Joguyudan, Lumajang, Jawa Timur, mengalami kejang-kejang sepulang sekolah. Pada Rabu siang, 6 September 2017, ia mengaku habis disuntik vaksin MR.
Ayah korban, Agus Suroso (43) mengatakan, sebelumnya anaknya sempat izin tidak masuk sekolah selama tiga hari karena sakit demam. "Setelah ikut suntik campak dan imunisasi rubella, anak saya pulang dan langsung tidur hingga sore. Saat bangun, anak saya pergi ke kamar mandi dan tak lama kemudian anak saya teriak minta tolong disertai kejang-kejang," tutur Agus.
Dia mengatakan, anaknya sempat dirawat di puskesmas terdekat, tetapi nyawanya tidak bisa diselamatkan. "Anak saya korban meninggal dunia pada Kamis dini hari kemarin," ucapnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang, Tri Woro menyampaikan jika pihaknya mengaku tidak mengetahui jika korban baru sembuh dari sakit demam.
"Korban meninggal bukan karena imunisasi rubella, tetapi karena sebelumnya dia memang sakit. Dan kebetulan rumah korban juga tetanggaan dengan puskesmas, maka tentu kita juga sudah takziah kemarin," ujar Tri.
Sumber berita : suarajatimpost , liputan6

8. Nana Puspita Sari. 14 tahun. Siswi SMP Negeri 3 Kasihan Bantul. warga Dusun Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. keluarga menolak memberikan kronologis.(harianjogja).

Kronologis dari Solopos : 

korban menjalani imunisasi Rubella pada Selasa (29/8/2017) lalu. Namun saat itu, kondisi korban tengah tidak vit karena sedikit flu dan demam ringan, ditambah lagi saat itu merupakan masa-masa menjelang menstruasi. Namun lantaran hanya flu biasa korban masih mampu berangkat sekolah. Sepulang sekolah, korban menderita demam tinggi hingga mengalami gejala kelumpuhan di bagian kakinya. Ia sempat berobat ke puskesmas dan dirujuk ke sejumlah rumah sakit. Kondisinya terus memburuk hingga menghembuskan nafas terakhir pada Jumat lalu. Jenazah dimakamkan Sabtu (9/9/2017)
Nahasnya pada hari yang bersamaan, SMP Negeri 3 Kasihan tengah menggelar imunisasi massal Rubella yang merupakan program nasional. Gadis malang itu tak luput dari tindakan imunisasi seperti rekan-rekannya yang lain, meski saat itu ia sudah memberitahukan kepada petugas imunisasi kondisinya tengah tidak vit.
Sumber berita : harianjogja, Solopos, Tribunjogja

9. Aisyah Zahira Albaiza (5th) vaksin MR di TK Rabbani Arcamanik Bandung.

Kronologis : 

Di vaksin di sekolah (TK Rabbani) kamis tgl 24 agustus 2017 dalam keadaan sehat karena yang tidak divaksin hari itu diliburkan. Malamnya langsung panas tinggi 39 C dkasih tempra forte ga turun2, jumat pagi dibawa ke dr. Nurahim dikasih obat tapi panas tetep ga turun.. sabtu pagi dibawa ke RS limijati dgn prof. Mirna dicek lab dbd negatif, mungkin typus dminta lagi cek lab hari senin.. tapi sabtu malam zha (panggilan Albaiza) sudah hilang kesadaran dan kejang2, sang ibu membawanya ke IGD RSIA Graha Bunda dan opname ditangani prof. Hary garna. selama opname cek lab typus negatif, rontgen bagus, dbd ulang msh negatif.. hari senin malam pulang ke rumah karena panas sudah turun dan semua hasil lab negatif.. akan tetapi di rumah kembali panas, sakit perut, dan sakit semua badan, kembali panas tinggi kejang2 hilang kesadaran bahkan tertawa2 sendiri.. kembali di bawa ke IGD RS Graha bunda, cek lab dbd lagi karena ada bintik merah tapi hasil tetap negatif hanya trombosit rendah dan ada pengentalan darah.. masuk lagi opname, sampai sini dokter belum kasih diagnosa walaupun sang ibu bilang berulang kali zha panas setelah di vaksin. Selama opname utk bab zha harus dibantu dulkolax.. jadi 3 kali dimasukin via anal. Selama opname zha dicek darah 2x sehari pagi dan sore. Sampai akhirnya zha sembuh.. sang ibu mendesak profnya utk mendiagnosa, dan beliau bilang memang ada kemungkinan KIPI. Vaksin gratis, tetapi sang ibu harus mengeluarkan uang sebesar 7 juta rupiah ditambah pengalaman yang sangat mengerikan. Zha baru pertama kali ini kejang seumur hidupnya.

Sumber berita : Fitri Albaiza (ibu korban), melalui FB.

10. Adhiyasta Prasraya Mahanipura, umur 4 tahun kurang 2 bulan. belum sekolah.

Kronologis : Pada hari Sabtu 16 sept suntik MR di Posyandu dekat rumah tanpa dicek terlebih dahulu anaknya (ngambil nomor antrian, dipanggil lalu disuntik) di Bogor setelah selang beberapa jam anak langsung bersin2 n bapil padahal saat mau disuntik kondisi fisiknya sehat lagi aktif2nya. Sang ibu memeriksakan anaknya ke dokter 24 jam sembuh akan tetapi ternyata keesokan harinya demam selama 2 hari dan ditambah muntah2 n akhirnya dibawa ke spesialis anak dan dokter bilang anak dehidrasi dan harus dirawat di RS Binahusada, Bogor. Tgl 19 sept, anak masih muntah dan dokter bilang perutnya masih kembung, sudah mulai bisa makan bubur. Ibu korban tidak melapor ke puskesmas yg menyuntik anak, dikarenakan sudah ikhlas dan takut berbuntut panjang.Setelah pulang dari RS, tgl. 27 Sept keluar bintik-bintik merah di area perut dan dada saja, tanpa demam.

Sumber berita : Maya Vetta (ibu korban) di trit gesamun.

11. Nadine aurelia wijaya. perempuan. 11 tahun. Kelas 5 SD. SDN Jelambar 01 Jakarta Barat.

Kronologis : Setelah vaksin (antara tanggal 1 atau 2 Agustus 2017), hari jumat (4 Agustus 2017) Nadine mulai merasa sakit, lalu ke dokter. Pulang kembali ke rumah, bukannya membaik malah memburuk kemudian hari Sabtu (5 Agustus) kembali ke RS ke dokter dirujuk ke ICU. Yang dirasakan : sesak tidak bisa bernapas, keram dan kesemutan seluruh badan. Akhirnya Nadine koma selama seminggu lebih di RS Harapan Kita Jakarta. Dokter bilang, bahwa kemungkinan hidupnya tinggal 2 % dan Nadine didiagnosa terken GBS (Guillain Bare Syndrome). 

Nadine saat koma
Tanggal 9 September, keadaan Nadine mulai membaik, alat ventilator sudah dilepas dan sudah bisa bernapas dengan chikaranya sendiri. Akhirnya, dipindah ke RS Tarakan, Jakarta Pusat karena ketidaktersediaan obat. Berdasarkan info dari tante Nadine tanggal 19 September 2017, minggu depan sudah bisa keluar dari RS tetapi badan masih lemas, belum bisa bergerak, jadi pemulihannya di rumah. Waktu itu dari pihak sekolah sudah bilang dgn departemen kesehatan , dan orang Depkes katanya mau datang tetap ditunggu tidak datang-datang.

Nadine mulai membaik 
Nadine sehat kembali berfoto dengan dokter yang merawat
Tgl 20 sept, Nadine dibolekan melanjutkan perawatan dirumah namun badan belum bisa berdiri dan bergerak. Dan ternyata, dokter menggratiskan seluruh pengobatan Nadine, alhamdulillah. Kabar terakhir Nadine sudah sehat kembali.

Sumber berita : Agustina awijaya Nakashima (tante korban).

12. RH (11), laki2. kelas 5 Sekolah Dasar (SD). Kampung Genteng RT 01 RW 04 Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. 



Kronologis : 

Bocah RH (11) hanya bisa tergolek lemah di ruang tamu tempat tinggalnya Kampung Genteng RT 01 RW 04 Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Menurut sang ayah Ujang Darmawan (40) putra tunggalnya itu mengalami kelumpuhan usai disuntik Measles Rubella (MR) di sekolah diikuti dengan timbulnya bentol-bentol merah di sekujur tubuhnya. Mulai tidak bisa jalan 29 Agustus 2017. 
Sebelum disuntik Uak RH bernama Toah (45) sempat menjelaskan jika bocah RH tengah mengidap penyakit Bronkitis. 
"Saat disuntik saya sedang kuli bangunan di Padang Sumatera Barat, ditelepon sama keluarga anak saya masuk rumah sakit katanya badannya lemah enggak bisa jalan," kata Ujang Darmawan (40) ayah korban kepada detikcom, Jumat (15/9/2017). 
Keluarga RH bahkan sudah memperlihatkan hasil rontgen yang menyebut jika bocah kelas 5 Sekolah Dasar (SD) itu mengidap Bronkitis. "Dari beberapa anak yang disuntik, nama anak saya bahkan dilingkari. Tapi ternyata tetap saja disuntik oleh bidan," lanjut Ujang. 
Sementara itu, Toah, menjelaskan jika sebelum disuntik keponakannya, ia menandatangani formulir. Dalam formulir itu ada pilihan tentang kondisi kesehatan anak yang akan disuntik imunisasi MR, saat itu Toah mengisi kondisi RH sedang mengidap Bronkitis. 
"RH ini tidak bilang sudah disuntik karena ada jeda beberapa hari setelah mengisi formulir. Saya sudah jelaskan kondisi RH sedang sakit, taunya sudah disuntik lalu ngeluh badannya lemas selang sehari kemudian baru dia total nggak bisa jalan," ujar Toah. 
RH diketahui mendapatkan vaksin MR pada Sabtu (19/8/2017) lalu, tidak hanya RH seluruh teman-temannya di SDN Langensari juga disuntik MR oleh pihak Puskesmas Limbangan, Sukaraja. Pihak Puskesmas sendiri sudah mengetahui kondisi RH dan sempat memberikan rujukan agar mendapat perawatan di RSUD Sekarwangi. 
"Saya mengadukan hal ini kepada pihak Puskesmas yang berlanjut dengan rujukan ke RSUD Sekarwangi, Cibadak. Anak saya dirawat 9 minggu, lalu diperbolehkan pulang meski kondisinya masih seperti sekarang," lanjut Ujang. 
Akibat mengalami kelumpuhan RH memilih untuk tidak sekolah, keceriaan tidak lagi muncul di wajahnya pasca mengalami kelumpuhan. "Dulu anak saya sehat segar bugar dan saya berharap kondisinya bisa kembali pulih seperti semula," lirih Ujang. 
Sementara itu saat dikonfirmasi terpisah Kusnadi, salah seorang staf Puskesmas menyebut jika kondisi RH telah mendapat penanganan dari dokter spesialis anak di RSUD Sekarwangi tinggal menunggu hasilnya. 
"Hari itu ada 277 anak yang juga menerima vaksin MR, kondisi seperti ini hanya dialami oleh bocah RH. Untuk kesimpulannya mungkin tinggal menunggu hasil pemeriksaan dari dokter spesialis," singkat dia. 
Keluarga besar RH berharap bocah itu kembali normal seperti sediakala. "Saya hanya ingin pihak pemerintah bisa memulihkan kondisi anak saya. Mau pahit, mau hitam mau putih kondisi anak saya harus normal kembali," tegas Ujang. 
Ditemui terpisah, Dasep Hidayat, Kepala Puskesmas Limbangan, Kecamatan Sukaraja membantah kelumpuhan yang dialami akibat imunisasi MR. RH sudah menjalani pemeriksaan lanjutan di RSUD Sekarwangi, hasilnya MR diketahui mengidap TBC tulang dan Suspect Thypoid. 
"Hasil pemeriksaan di rumah sakit RH mengidap penyakit TBC Tulang dan Suspect Thypoid atau gejala tipes, nah ini baru terdeteksi setelah RH menjalani perawatan," kata Dasep didampingi Kusnaedi Kasubag TU Puskesmas Limbangan, kepada wartawan Jumat (15/9/2017). 
RH menjalani perawatan dan pemeriksaan medis selama 9 hari. Setelah hasil pemeriksaan itu keluar RH kemudian pulang ke rumah diantar keluarganya. 
"Keluarga kan memberikan penjelasan juga, jika sehari setelah disuntik MR bocah RH ini sempat ikut lomba dan kegiatan pada 17 Agustus di kampungnya bisa saja itu juga memicu penyakitnya," lanjut dia. 
Menambahkan keterangan tersebut, Kusnaedi menjelaskan jika penyakit TBC tulang itu menahun dan sebelumnya bocah RH ini sempat tinggal bersama ibu nya di Padang Sumatera Barat. 
"Mungkin ada masalah keluarga RH ini ikut keluarga ayahnya disini. Bisa saja TBC Tulangnya memang dibawa dari kampung halaman ibunya di Padang, itu penyakit menahun dan bisa kambuh kapan saja," jelas Kusnaedi. 
Kusnaedi dan pihak Puskesmas berencana akan mengunjungi kediaman RH minggu depan dan membentuk tim dari beberapa program untuk melakukan pemeriksaan lebih jauh. 
"RH sudah diperiksa juga oleh tim Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi," tutupnya. 

Sumber berita : detiknews

13. Muhammad Isa Al-Jabbar. 5,8 tahun. Cimahi.

Kronologis :
Tgl 16 sep (sabtu) mendapat vaksin MR di posyandu. Berdasar informasi, anak dgn riwayat kejang boleh diimunisasi, lalu anak divaksin. Terakhir kejang 4,3 tahun.
Tgl 17 sep malam demam dan kejang.
Tgl 18 sep pagi kejang ke 2 kalinya. Dirawat di RS Umum Avisena, cimahi selatan, jawa barat.
Tgl 20 sep masih di rs. Diagnosa dokter setelah rontgen : pneumonia.
Divaksin dalam keadaan sehat

Sumber berita : Sri Rahayu N'chi (ibu korban) di FB.

14. Abimanyu. Laki-laki. 5 tahun. Rembang, Semarang, Jawa Tengah. TK negeri 2 Rembang.

Abimanyu saat sehat

Kronologis : 

Vaksin hari jumat (8 sept) dalam keadaan sehat sekali, setiap pagi pun selalu sarapan, itu menjadi prioritas utama. Setelah vaksin, Anyu makan siang lalu ikut sholat Jumat. Ibu selalu menanamkan pondasi agama yang baik kepada Anyu. Sehabis itu terus istirahat nonton tv lalu tidur, bangun jam 4. Habis itu sang ibu mengecek suhu badan normal, tidak ada di pikiran ibu bahwa dengan suntik MR bisa membuat nyawa anaknya melayang.
Malamnya masih bermain seperti biasa, lalu makan malam bersama ibu dan bapak. Lalu jam 9 malam minta tidur lagi. Sebelum tidur, diminumkan parasetamol. Sabtu pagi (9 Sept) badan pun tidak demam. Lalu dia pun sekolah seperti biasa.
Di sekolah jam 9 pagi, sang Ibu ditelpon gurunya klo putranya muntah. Lalu ibu menjemputnya untuk pulang. Sampai dirumah, badannya tidak demam..tapi ibu membalur tubuh Anyu pakai bawang merah dan minyak kayu putih. Habis itu minum susu, lalu Anyu minta tidur.
Lalu malamnya, muntah lagi, lalu ibu memberi obat paracetamol dan tolak angin anak. Tengah malam bangun terlihat sudah bugar dan sehat, dalam hati ibu berkata "alhamdulillah putra ku sudah sehat".
Minggu pagi (10 Sept) Anyu agak sedikit lemes dan pucat, berbeda dengan malam yang dilihat Ibu dan Bapaknya. Lalu Ibu membawa Anyu ke dokter, RS Keluarga Sehat Hospital (Pati).
Ibu pun bilang ke dokter apakah ini karena suntik rubella dok, karena hari jumat kemarin habis suntik? Dokter bilang tidak. Dikasih 3 obat (paracetamol, antibiotik dan anti mual). Sudah diminum tidur. Sudah tidak muntah lagi, makan pun mau, minum susu juga mau.
Malam menjelang isya mulai muntah lagi.
Lalu ibu membawa Anyu ke rumah sakit.dan dinyatakan harus masuk icu krn hilang kesadaran. Padahal di mobil masih sadar.
Semalam di rumah sakit putra tercinta menghembuskan nafas terakhirnya.
Diagnosa dokter bilang nya ditubuh Anyu ada virus, Tetapi tidak bilang virus apa.
Virus itu sudah menyebar keseluruh jaringan.
Kalau menurut ibu dan bapak Anyu, virus itu virus suntik itu, seandainya kena virus lewat udara mungkin daya imun anak mampu mengusir. Tetapi kalau sudah disuntikan ke jaringanan darah dan masuk jantung darah tsb dan dipompa oleh jantung akhirnya kan menyebar.
Anyu (panggilan Abimanyu) adalah anak yang sangat dinantikan, 4 tahun menikah baru dikaruniai anak setelah sebelumnya sempat keguguran. 

Sumber berita : Nia Iswandari (ibu korban).

15. Felicia Agustina. Perempuan. 5 tahun. Jl. Sani Bokoharjo Banjeng Maguwoharjo Depok Sleman. TK.

Kronologis : 

Felicia vaksin di sekolah tgl 13 September yang diadakan oleh puskesmas setempat. terhitung tgl 28 Sept, Felicia sudah seminggu di RS Sarjito. Masih menunggu hasil lab ini itu, akan tetapi semakin hari semakin sering kejang-kejang. Sebelum suntik dalam keadaan sehat. Namun kian hari kaki Felicia mulai seperti orang lumpuh tidak kuat untuk berdiri, bahkan berjalan. Sampai sekarang masih sering ambruk sendiri, karena tidak kuat berdiri. Sudah dibawa dan diperiksa ke puskesmas Depok Sleman, lalu dirujuk ke RS Sarjito, Ruang Melati 3. Nenek dari Felicia yang menungguinya di RS setiap hari. Dokter bilang ada kemungkinan dari vaksin, tapi status saat ini, hasil lab sedang ditunggu.

Sumber berita : Ibam Supriyono (paman korban).

16. Royyan Ari Mubarok. Laki-laki. 9 bulan 19 hari. Desa Krimun blok Karang Gadog, Kecamatan Losarang, Indramayu, Jawa Barat.

Royyan bersama sang ibu
Kronologis : 

Tgl. 5 September 2017 vaksin. Ketika disuntik, anak tidak sedang dalam keadaan fit, badannya hangat, akan tetapi tetap dipaksa oleh bidan/petugas yg ada di posyandu dengan alasan itu hanya anget bekas gendongan tanggan ibunya dan akhirnya anak disuntik. setelah disuntik tidak diberi obat untuk jaga2 barangkali panas. Siang harinya, anak demam tinggi, tidak diberi obat, hanya diberi minum terus, demam turun setelah 2 jam. Setelah demam turun, 3 x di siang hari dan 5x di malam hari. Sang ibu merasa bahwa diare kali ini berbeda dari biasanya. Biasanya kalau sudah dibawa berobat 2 hari setelah berobat biasanya langsung sembuh tapi ini tidak kunjung sembuh (total 3 hari diare) kemudian demam kembali, diberi obat penurun panas, demam turun akan tetapi kondisi anak kian melemah akhirnya di bawa untuk berobat ke bidan yang waktu anak tsb dilahirkan, diberi obat, namun frekuensi diare lebih sering malam 8x dan paginya 3 x, karena tidak ada perubahan akhirnya dibawa ke klinik tetapi dokter di klinik tidak sanggup (anak sudah koleps) karena tidak ada alatnya akhirnya dibawa ke RS Bhayangkara Losarang, dicari nadinya untuk pasang infus 2x gagal akhirnya bisa diinfus tetapi jalan infus (menurut sang ibu) terlalu pelan padahal seharusnya jika anak demam tinggi infus dipercepat (berdasar info dari teman sang ibu yg bekerja di bidang medis), demam tinggi 41,5 pas diberi obat lalu panasnya turun 39,6. Kecemasan tinggi melanda hati sang ibu namun hanya bisa diam dan mendaftar, menebus semua obat, pesan kamar lalu menghadap dokter akhirnya anak masuk diruang HCU (setara dengan ruang ICU) dari situ belum tau hasilnya dari sampel darah & pup sebenarnya sakit apa sang anak. Hati ibunda sangat sedih bertanya-tanya sampai separah itukah anak sakit. Masuk ke ruang HCU, ibu masih menggendong anaknya. Sang ibu sendiri juga baru sembuh setelah kecelakaan, namun dikuatkan untuk menggendong Royyan. Ketika sampai ke ruang HCU, alat untuk deteksi cairan infusan tidak jalan ke tubuh anak, keluarga panik dan terus berdoa hingga akhirnya bisa masuk ke tubuh. Lalu sang ibu disuruh nebus obat lagi, lalu dilakukan pemasangan selang untuk masuk asi melalui hidung, dan selang kateter. Hati ibu hancur berkeping-keping melihat anak dipakaikan alat, padahal sudah dipakaikan pampers kenapa mesti dipasang kateter. Ditambahl lagi, alat untuk deteksi jantung, hati, lambung, dan napas. Malamnya jam 10, sang ibu dipanggil dokter dengan membawa hasil lab, terdeteksi ada virus yang sudah menyebar di kepala dan paru-paru, sehingga itu yang menyebabkan panasnya tak kunjung turun. Ketika ditanya ibu apa penyebabnya bisa ada virus? dokter menjawab bisa jadi ada penularan atau ada cairan yang masuk sehingga tubuh tidak kuat untuk merespon. Dari situ dokter bilang untuk banyak berdoa/mengiklaskan bayi ini. Sang ibu masuk kembali ke ruang HCU, panasnya tidak kunjung turun akhirnya dikompres terus pakai air anget. Ketika di HCU, suami (ayah Royyan) menegurnya untuk makan/istirahat dulu tetapi sang ibu tidak mau meninggalkan Royyan, ibunda terus memegang tangannya. "dedek kalau kuat dilawan penyakit itu karena ini semuanya sudah jalan dari Allah tetapi kalau dedek sudah gak kuat lagi, bunda ikhlas mungkin ini yang terbaik tuk dek Royyan" sambil terus menerus baca Surat Yaasin dan ayat Kursi ibu melihat sang anak meneteskan air mata. mata kiri bercucuran, mata kanan hanya menggenang. Oleh sang ibu diseka pakai tisu dan setiap kali meninggalkannya untuk tebus obat dia seperti tidak mau ditinggal terus pegang tangan bundanya dengan erat. di suatu waktu, ibu sadar bahwa Royyan sudah tidak kuat lagi, sang ibu mulai bilang "bunda ikhlas nak, mungkin ini terbaik untuk dd" habis itu keluar air liur dari mulut anak, dilap, tambah banyak jadi pakai alat untuk sedot air liur lalu dimasukkan obat pakai alat lagi bukan via infusan. Pas tangannya dipegang terus sambil dioles minyak telon tai tambah dingin, sang ibu mengulang kembali kata2nya untuk mengikhlaskan Royyan dan merelakan Allah jika ingin mengambil anaknya karena semua hanya titipanNya dan Allah lebih sayang pada Royyan. Kata-kata ini diulang sampai 3 x. Ketika sang ibu bilang mau ke apotek untuk ambil obat buat roy supaya cepat sembuh akhirnya pegangan tangan tersebut terlepas, Berikut detail cerita dari Ibunda Royyan saya co pas dari percakapan kami di inbox FB: "Pas sy suruh sdr dr ibu tuk panggil abah dd royyan msk ke ruang HCU pas sy lht dilayar tuk diteksi jantung,hati,nafas,lambung perlahan" ngedrop yg tdnya diatas 222 lama" menghilang gak keluar angkanya 
pas muncul mulai dr 222 - 170 -169-120 - 90 - 80 -120 - 80 - 70 - 60 - 40 - 90 - 30 pas bunda trs bilng nak klu gak kuat jngn dipaksa nanti kami akan bertemu lg di syurga nya Allah pas abahnya msk trs alat tsb lngsng diangka 0 sy & suami nangis" tak henti" pas sy coba tuk bilng nak klu Allah lbh syng ini yg terbaik tuk royyan tiba" muncul lg di angka 170 pas abahnya mau lepas alat"yg nempel dibadan dd royyan,sy smbil jerit" & menangis tuk panggil dokter trs abahnya mengumandangan adzan & komat smpai nangis dd royyan kamipun ikut nangis gak kuat melihatnya kesakitan trs nyawa anak kamipun tak bisa diselamatkan lg" Royyan menghadap Sang Kholik tgl. 13 September 2017 (Kamis) jam 01.45.

Info tambahan :
Yang memberikan vaksin adalah bidan di posyandu yg petugas dr puskesmas
Semua biaya yg di RS semuanya dibayar oleh keluarga pasien
Bidan yang memberikan vaksin tidak datang ke rmh duka
Setelah 3 hari pihak puskesmas datang bersama kader posyandu
Setelah 10 hari pihak puskesmas datang lagi sambil membawa data observasi pasen bilangnya untuk data dilaporkan ke dinaskes (karena pihak keluarga telp ke dokter ketua bagian puskesmas)
Ibu korban : Kami tidak akan menuntut mungkin ini jln nya anak kami, cuma jadi pelajaran jangan sampai terulang kembali, kalau untuk diadakan autopsi kami pihak keluarga tidak setuju sebab anak kami sudah tidak ada luka dari luar nanti kalau diadakan autopsi pasti dibedah bagian kepala dan perut yang dibilang dokter ada virusnya.

Sumber berita : Eka Rini Jeh (ibu korban).

17. Sarah. Perempuan. 3 tahun. Ciheulang, Bandung.

Kronologis : Tgl. 10 September disuntik, pada hari yang sama demam dan kejang dirawat tgl 12 atau 13 (lupa) di RS Salamun. Diagnosa dokter : kelainan paru-paru, bukan karena vaksinnya, seperti asma. Padahal tidak ada riwayat sakit paru-paru sebelumnya. Dul pernah operasi besar karena masalah usus.

Sumber berita : Deindra (kerabat Sarah).

18. Kinanti Enjelin. Perempuan. 2,5 tahun. Kampung Kondangsari, Desa Kertajaya, Cibatu, Garut, Jawa Barat.




Kronologis : 

Kinanti menerima vaksin 15 September 2017 di Posyandu (di Detikcom dikatakan tgl. 13 September) dalam keadaan sehat dan bugar. Namun 3 sampai 4 hari kemudian (Detikcom : 5 harian) Kinanti jadi sulit berjalan. Kelumpuhan pada anaknya tersebut diketahui saat anaknya enggan beranjak dari tempat tidur. 
"Saya kira dia malas bangun, tapi pas dia mau jajan terus berdiri tapi dia jatuh lagi," katanya. Ketika mencoba berjalan, kaki Kinanti seakan rapuh. Berkali-kali coba, berkali-kali pula jatuh. Ai membawa Kinanti ke Puskesmas Cibatu. Namun akibat masalah finansial, Kinanti dirujuk ke RSUD dr Slamet Garut sejak Senin 2 Oktober dirawat di ruangan ICU. Ketika di RSU, Kinanti bertemu dengan dokter yang sama seperti di klinik sebelumnya. Dokter tersebut pun akhirnya menyarankan Kinanti supaya memperoleh perawatan medis di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. 
Ibunya (Ai Lisna) menuding RSU Garut seolah menahan Kinanti agar tak dirawat di RSHS Bandung. Padahal, Kinanti perlu mendapat perawatan medis yang lengkap secepatnya sebelum penyakit merambat ke organ dalam. 
"Kata dokter anak harus segera diobati karena masih masa inkubasi 14 hari dari kejadian. Seandainya tidak segera diatasi maka khawatir masuk ke organ lain, jantung jadi tidak bisa ditangani," ucapnya. 
Pihak RSU Garut, kata dia berdalih bahwa tidak ada ruangan di RSHS Bandung buat Kinanti. Sehingga perawatan perlu diteruskan di RSU Garut saja. 
"Jumat (6/10) malam rencananya dirujuk ke Bandung. Justru hari Jumat malam adu argumen dengan orang RSU karena bilang tidak ada ruangan, dan lainnya," keluhnya. 
Diketahui, Kinanti bukan berasal dari keluarga mapan. Usai kematian ayahnya, ibunya harus banting tulang menghidupi Kinanti dan dua saudara sekandungnya. Ibunda Kinanti bekerja sebagai pedagang batagor keliling yang berputar dari kampung ke kampung. 
Ai berharap agar anaknya tersebut cepat pulih dan dalam kondisi normal kembali. "Harapan saya mah supaya anak saya cepat sehat lagi aja," ujarnya. 
Sementara itu Humas RSUD dr Slamet Garut Lingga Saputra menyatakan berdasarkan pemeriksaan sementara dokter, pasien mengalami kelainan saraf. 
"Cuman untuk indikasi apakah terkait dengan rubella atau bukan itu kewenangan dinkes untuk menyampaikan. Sekarang pasien tersebut masih ditangani oleh dokter di ruangan ICU," katanya. 
Ditemui di tempat terpisah Kepala Dinas Kesehatan Garut Tenni Swara Rifai mengatakan penyebab kelumpuhan yang dialami Kinanti masih didalami. 
"Jadi gini, sebelum imunisasi dia sempat terjatuh juga. Sayangnya orang tua tidak langsung membawa ke puskesmas atau rumah sakit, tapi dirawat di rumah," ungkap Tenni di kantornya, Jalan Proklamasi, Tarogong Kidul, Garut, hari ini. 
Tenni menjelaskan hal tersebut mengakibatkan keterlambatan penanganan. "Seharusnya saat ini dirujuk ke RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin) tapi penuh. Jadi sekarang dirawat di RSUD dr. Slamet," katanya. 
Tenni menambahkan saat ini pihaknya terus melakukan komunikasi dengan RSUD dr Slamet Garut dalam penanganan pasien. 
"Terus kita tangani. Belum bisa disimpulkan apa yang menjadi kelumpuhan, yang pasti masih ditangani tim dokter," ungkapnya. 

Sumber berita : Republika, Detikcom

19. Sapuan (nama panggil anak). Kelas 1 SD. Nama ayah : Pak Bambang. Domisili di Graha Mutiara Permai 3 - Tangerang.

Kronologis : 

Awalnya jumat kemarin (20 okt) muncul bintik-bintik merah di badan..terus dibawa ke dokter, cek darah n macem2 saya juga kurang tahu detilnya, lalu terdiagnosa leukimia.. saat dijenguk ibu2 tadi siang, si anak sudah kemo 1x.. di RSUD Tangerang. sebelumnya sehat wal afiat.. terus pas dibawa ke dokter, dokternya bilang: "untung penyakitnya ketahuan sekarang karena disuntik rubella.. kalau engga begitu, gak bakal tau si anak ada leukimia." 
Sekarang bapak si anak harus menanggung biaya kemo 4x seminggu selama 4 tahun, padahal bukan orang berpunya juga.
Tgl. 9 Januari 2018, Sapuan meninggal dini hari jam 3 subuh. Ramadhiny (sumber berita) sudah tidak pernah bertemu dengan anak (Sapuan) dan ortunya lagi karena memang sudah tidak dibawa pulang ke rumah, di rumah neneknya terus.

Sumber berita : Ramadhiny Susilo di grup FB TAFTP (tetangga korban).

20. Arfan Abdul hafizh. 1 tahun. Tempat diimunisasi : Posyandu Rawamangun Rw 05 Jakarta.

Kronologis :

Tgl 26 Sep 17, jam 10.30 anak saya tiga orang ( usia 8th,3th,1 th) suntik MR.
Tgl 27 Sep 17 dari pagi sampai sore Arfan badannya lemes makan sedikit dan perutnya kembung.
Tengah malam Arfan demam lalu kita kompres pakai kain basah sempat turun demamnya.
Tgl 28 Sep pagi ini Arfan sudah tidak mau makan tapi saya kasih ASI trus menerus. Keadaan masih lemes pucat, jam 7 malam sy bawa berobat ke bidan, dikasih resep puyer dan amoxicilin sirup kering. Tengah malam demam lagi.
Tgl 29 Sep pagi kondisi masih sama lemas. Arfan maunya minum terus sampai tengah malam.
Tgl 30 Sep kondisi masih sama lemes lalu siang dan sore muntah2 jam 7 malam saya ke bidan lagi. Dengan​ kondisi tsb dapat resep vesperum sirup, kita kasih obat itu ke Arfan, muntah2nya sudah berkurang.
Tgl 30, 1 Okt, 2 Okt tiap hari itu selalu ada muntah2nya, sampai akhirnya kondisinya tambah lemes. Matanya sudah mulai beda kita ajak bicara tidak ada respon.
Selama 1 minggu itu lebih banyak tidur, karena kondisinya lemes. Tgl 3 Okt sore kita ke klinik sukma anggrek karena kita baru lunasi bpjs nya. Dr kasih saran utk segera dibawa ke IGD.. jam isya nya kita ke IGD Rs Khusus Bedah Rawamangun. Dgn diagnosa awal dehidrasi.
Jam 8 malam setelah selesai administrasi, Arfan ada tindakan untuk sampel darah, hasilnya HB, trombosit bagus, tapi leukositnya tinggi sampai 22.000 lalu pasang infus lalu pindah ke ruang perawatan, jam 12 malam di kasih infus antibiotik yang di berikan 1 hari 3x ( jam 12 malam, 6 pagi dan 6 sore). Kondisi arfan dgn diagnosa awal dehidrasi sudah terbantu dengan asi dan obat kata dokter anak.
Tgl 6 Okt jam 05.00 Arfan sempat cabut jarum infus, darah muncrat banyak ke tembok dan bajunya jam 06.00 pasang infus di tangan sebelahnya tapi jarumnya pecah hingga 2 x infus jarum patah, tangannya bengkak. Lalu saya minta istirahat dulu pasang infusnya jam. 09.00.
Tgl 7 jam 1.30 tangan Arfan gemetar hingga berlanjut kejang. Suster dan dokter jaga datang. Melihat kondisi arfan seperti ini RS telpon dokter anak yang merawat arfan katanya Arfan untuk segera dirujuk ke RS Thamrin Salemba, berhubung dokter anak ini sekaligus pemilik RS Thamrin. Di siapkan lah ruang picu anak. Jam 06.00 di IGD RS Thamrin Arfan ada tindakan pindah pernafasan ke mulut ventilasi mekanik, selang di hidung, infus pindah ke paha, langsung ke pembuluh besar. jam 09.00 rontgen thorax dan ct scan kepala, langsung naik ke ruang picu anak. Jam 10.30 kita di kabari hasil dari lab. Untuk thorax bagus. Ct scan kepala ada cairan di otak yang menumpuk,. Dokter bilang sejenis penyakit hyrocefalus.Penyebabkannya dokter masih belum tau.dan ini Arfan sakitnya baru kata dokternya. Untuk agar lebih tau dan pastinya dokter menyarankan untuk ada tindakan operasi pasang shunt di otak.
Masih tgl 7 okt jam besuk 12.00 Kondisi Arfan masuk picu dalam keadaan tak sadar mungkin masih reaksi obat kejang, tapi selama itu arfan respon gerakan-gerakan masih aktif banget kakinya yang tidak mau di selimuti dan sampai-sampai tangannya sampai diikat takut tarik kabel.
Tgl 8 okt jam 17.30 Arfan lakukan operasi di kepala, oleh Dr bedah syaraf abrar amrar, DR syaraf panggilan dr rscm.stlh itu kondisi msh sama, tidak ada perubahan, sebelum dan sesudah operasi.
1 minggu di ruang picu, dokter menyarankan agar kita segera tandatangan tindakan trakeotomi tapi kita belum bisa ijinkan karena belum kuat. Tgl 16 HB arfan turun 6,7. Tgl 20 Arfan transfusi donor lgsg Hb jd 12,6. Di kondisi ini badan arfan sehat, gerakan masih aktif, batuk2, ngulet,netes air mata, mata nya kedip2 saat kita minta tapi mata yang masih belum buka.
Saya bertanya kembali ke dokter dari hasil lab cairan di otak apa hasilnya kata Dr anak ini virus, tapi jenis virus nya RS blm tau apa, dan kalau pun harus di teliti percuma virus tidak akan ketemu, karena jenis virus banyak ibu pun tidak akan mengerti. Semua RS juga tidak akan sampai meneliti sejauh itu kata dokter anak.
2 minggu lebih di ruang picu leukosit mulai turun smp mau mendekati normal, namun nyawa Arfan tidak tertolong. Semua biaya pengobatan dan pembiayaan di iccu, di tanggung oleh bpjs. Kita belum melapor ke pihak yang memberikan imunisasi.

Sumber berita : Titin (ibu korban).

21. Zen. Umur 1 tahun. Cianjur.

Kronologis : bermula dari suntikan vaksin rubela yang diadakan di tiap desa-desa, Tanggal 28 September 2017 Zen vaksin, lalu badannya demam dan mengalami diare selama seminggu kurang lebih, kemudian Zen di bawa kepuskesmas dan bidan, "katanya hanya mengeluarkan virus dari badannya" (pangkas bidan), setelah minum obat panasnya turun naik dan terlihat perubahan pada badan menjadi bengkak-bengkak, setelah beberapa hari kemudian zen di bawa kembali ke dokter spesialis anak, hasil dari dokter anak zen pengalami penyakit yang serius (ginjal bocor) dan harus di rujuk ke RS segera. (cerita dari ayahnya zen).
Lalu Zen dirujuk ke RS di IGD dengan kondisi fisik yang bengkak badannya disertai dengan tangisan di setiap waktunya, Zen tidak mempunyai tunjangan untuk kesehatan seperti BPJS untuk pengobatan tersebut. dan dalam kondisi yang harus segera ditangani pihak medis.
Kondisi Zen 29 Nov 2017, ternyata Zen sudah keluar masuk RS beberapa kali. Pertama Di RSUD Cianjur, kemudian di bawa ke keluarga Ibunya Zen di Jawa tepatnya di Pemalang. Kemudian di bawa lagi ke RS Ashari, Pemalang. kondisi di infus di kaki, karena tangan sudah ga bisa masuk lagi cairan infus dan menangis kencang kesakitan ketika diinfus lewat kakinya, kata ibu Zen saat di hubungi via telepon. Kondisi Zen pada beberapa hari kemudian, sebelumnya bengkaknya sudah mengecil dan paginya badan Zen demam kemudian ada pembengkakan pada alat kelaminnya. Vonis dokter karena ginjal bocor jadi untuk proses pengeluaran urine tidak sempurna dan menjadikan bengkak, kemudian Zen pulang karena harus di rujuk ke RS yang lebih besar dan fasilitas yang baik..
Zen masuk lagi ke RS Margono, Purwokerto. sekarang posisi infusan di kaki kanan dan dikasih kayu buat tahanannya.
Kondisi Zen 24 Januari 2018, ginjal membesar dan dokter menyarankan untuk kemoterapi.

Saat ini, keluarga Zen punya BPJS kelas 3, obat-obatan biasanya tidak dicover. Sedangkan sehari-hari ibu Zen tidak bekerja (ibu rumah tangga) dan ayah Zen bekerja sebagai supir truk.

Zen menghembuskan nafas terakhirnya tanggal 3 September 2018, keadaannya 2 hari sebelum kepergiannya bengkak sekali.

Sumber berita : Ikhwan Alamsyah (penggalang dana untuk keluarga zen).



22. Nur Latifah. Siswa kelas 1 SDN Gunung Sekar 2 Sampang, Jawa Timur.

Kronologis : Usai disuntik vaksin MR (14 Nov 2017), badan Nur panas dan kejang-kejang sampai lemas sehingga harus dilarikan ke RSUD Sampang untuk mendapatkan perawatan intensif. Dugaan sementara, terjadi mal praktik, karena tak terima anaknya menderita, Marsudi (ayah) sekolah didampingi LSM dan wartawan melaporkannya ke Polres Sampang. Marsudi berpendapat bahwa menurut pengakuan anaknya, Nur disuntik 2x, pertama karena mengenai tulang lengan kemudian disuntik kembali. Sebelum imunisasi, Nur sangat sehat. Marsudi semakin bingung ketika Nur dirawatinap di RS, Nur justru didiagnosa gizi buruk oleh dokter yang menanganinya. Seumur hidupnya anaknya tidak pernah mendapat diagnosa gizi buruk. Saat berita diturunkan, belum ada keterangan polisi. Dinkes Kabupaten Sampang Firman Pria Abadi membenarkan berita ini namun menyangkal sakitnya Nur akibat vaksin karena vaksinasi dilakukan sudah sesuai prosedur dan Nur memang kurus dan ada diagnosa gizi buruk, tidak masalah waktu disuntik kena tulang.

Sumber berita : mediamadura , newsindonesia, netralnews.

23. Cania Mauladiskia Putri. Umur 4 bulan. Vaksin Polio dan DPT. Puskesmas Warunggunung, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak.

Kronologis : Anak kedua dari pasangan Udi dan Kurnia ini diberikan imunisasi Polio dan DPT saat kondisi tubuh bayi dalam keadaan panas. Kurnia selaku ibu kandungnya sudah memberitahukan kepada bidan yang bertugas di Posyandu tersebut, bahwa kondisi anaknya dalam kondisi kurang sehat. "Bahkan ketika dilakukan imunisasi, bidan mengatakan bahwa tidak masalah, itu cuma kondisi bayi baru bangun tidur. Kemudian Saya dikasih obat dan diminum dengan cara membagi jadi lima bagian," ujar Kurnia. Setelah tiga hari pasca imunisasi panasnya tidak turun, bahkan balita mengalami mata bengkak dan kejang-kejang. Setelah sembilan hari balita ini akhirnya dilarikan ke RSUD Adjidarmo, Rangkas Bitung. Selang beberapa hari mengalami perawatan di RSUD, akhirnya balita ini meninggal dunia. Ketika JurnalTangerang.co melakukan konfirmasi ke Puskesmas Warunggunung, bidan yang menangani balita tersebut sudah berpindah tugas dan Kepala Puskesmas sedang tidak berada di tempat. Saat mencoba konfirmasi melalui telepn selulernya, nomor sudah tidak aktif. "Saya harap cukup kejadian ini hanya menipa Saya saja, jangan sampe ada korban lain yang mengalami hal yang sama dengan saya," tandas kurnia.

Sumber berita : Jurnaltangerang.

24. Rasya Putra Gautama. Umur 9 tahun. Vaksin MR. Sumberharjo, Prambanan.

Kronologis :

9 Agustus mengisi formulir persetujuan vakasin MR.
14 Agustus anak demam diantar pulang dari sekolah.
16 Agustus anak tetap divaksin MR.
17 Agustus anak demam hilang timbul.
19 Agustus mulai terlihat bengkak di pipi.
20-21 Agustus bengkak di pipi semakin besar.
22 Agustus anak dibawa ke Puskesmas Sribit, dikasih obat selang 2 hari dan agak hilang bengkaknya.
26 Agustus jam 10 malam batuk-batuk disertai muntah air terus-menerus. Sudah hilang batuknya, lalu sesak napas. Jam 11 malam dibawa ke RSUD Prambanan, diberikan alat bantu nafas. Di RSUD tidak ada dokter anak. Jam 11.30 malam dipindah ke RSI, sampai di jalan sebelum tiba di RSI sudah lemah. Dokter menangani sampai jam 12.00 malam tetapi tidak ada reaksi. Setelah 30 menit ditangani dokter tidak ada reaksi, dokter memutuskan untuk melepas semua alat bantu yang ada ditubuhnya dan menyatakan anak sudah tidak bisa ditolong lagi.
Tidak ada informasi dari dokter apakah ini KIPI karena imunisasi atau bukan padahal sang ibu sudah memberitahu anak memburuk setelah imunisasi. Semua pembiayaan di RS ditanggung sendiri.
Dua hari setelah kematian anak, pihak kesehatan datang ke rumah menanyakan kronologi kejadian dan menjelaskan bahwa imunisasi itu penyuntikan virus ke dalam tubuh tetapi jika tubuh tidak fit bisa jadi sakit atau melemah. Sang ibu mengharapkan agar ke depannya nakes wajib mengecek detil kondisi anak sebelum divaksin dan semoga pemerintah lebih peduli dan tanggap akan masalah KIPI.

Sumber berita : Ike Irawati (Ibu).

25. Andika Rio Pratama. Umur 12 tahun. Vaksin MR. Sumberharjo, Prambanan.

Kronologis :

1 September anak demam dan bengkak di muka.
7 September dibawa ke RSI lalu diminta opname. Di RS disuruh cek lab lengkap, USG ginjal dan rontgen paru-paru. Hasil diagnosis dokter : Radang ginjal. Satu minggu setelah opname diperbolehkan pulang dengan catatan kontrol rutin 1 minggu sekali. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesos, biaya kontrol ditanggung sendiri sampai sembuh.

Sumber berita : Ike Irawati (Ibu).

26. Syafiq Khalif Al Alkbar. Umur 2 bulan 5 hari. Bogor.

Kronologis : hari Minggu, 15 Oktober 2017 jam 10 pagi Syafiq suntik BCG, sebenarnya jadwal sudah telat, sudah harus suntik DPT. Sebelum vaksin, petugas suntiknya mengecek suhunya terlebih dahulu lalu divaksin. Tidak ada gejala yang aneh ketika itu. Tidak ada demam juga. Namun Syafiq tidak mau menyusu seperti biasa, lalu ibu memompa asi untuk ditaruh di botol. Tanggal 18 Oktober Syafiq mulai rewel, tidur tidak nyenyak, dan setiap mau menyusu seperti mau muntah tapi tidak muntah. Begitu terus sampai akhirnya tanggal 21 Oktober malam mulai muntah-muntah sampai dua kali. Sang ibu mengira Syafiq masuk angin, ibu merasa mungkin salah posisi saat menyusui. Badan Syafiq keringat dingin pada dahi, perut kembung, kulit dalam kuku kaki kebiruan, bibir pucat, tidur gelisah, sesak napas, cegukan dan ada batuk. Akhirnya ibu memutuskan untuk membawa Syafiq ke bidan yang menyuntik. Bidan meminta untuk langsung dibawa ke dokter saja. Disinilah letak penyesalan ibu, andai saja sang bidan memberi rujukan untuk langsung ke UGD mungkin saja Syafiq masih bisa tertolong, namun bidan hanya memberi rujukan ke dokter anak, dan tidak bilang bahwa kondisi Syafiq kritis. Akhirnya Syafiq dibawa ke dokter umum. Dokter hanya berkata Syafiq masuk angin dan mungkin ibu salah posisi ketika menyusui. Lalu ibu menebus resep dokter dan membawa Syafiq pulang dan ibu memberi parutan bawang merah dan kencur ke badan Syafiq. Malam harinya, Syafiq masih rewel dan tidak ada perubahan. Hari Seninnya, sang ibu membawa Syafiq ke dokter spesialis anak. Dokter berkata pencernaan Syafiq bermasalah. Ibu memastikan kembali benarkah kondisi anaknya tidak ada yang serius, namun dokter menjawab tidak ada yang serius. Dokter bilang tidak ada, hanya pencernaan Syafiq yang belum sempurna, karena itu sering muntah. Ibu menyetop obat dari dokter umum, lanjut ke probiotik dari dokter anak. Masih tidak terlihat perubahan. Syafiq masih mengeluarkan keringat dingin tetapi muntah berkurang. Akan tetapi sang ibu memperhatikan frekuensi buang air kecil Syafiq sudah berkurang, terbukti dari popoknya kering mulai dari tengah malam sampai besok paginya. Ibu memangku Syafiq di pagi harinya dan membuka popoknya sambil masih terus disusui. Syafiq masih bisa tersenyum melihat wajah mamanya. Hati ibu bahagia namun menangis ketika melihat senyumnya. Akhirnya Syafiq buang air kecil di pangkuan sang ibu, ibu mengira Syafiq tidak ingin dipakaikan popok. Ibu lalu menidurkan Syafiq namun masih tetap gelisah. Lalu ibu meninggalkan Syafiq untuk sholat subuh. Setelah sholat, ibu memangkunya kembali. Ibu menaruhnya dengan posisi tengkurap, karena ibu mengira Syafiq kecapaian. Akan tetapi begitu Syafiq dibalikkan tubuhnya, wajahnya pucat dan seperti kesusahan menangis. Seketika itu, ibu langsung membawa Syafiq ke ugd. Sesampainya di UGD, Syafiq menangis kencang dan bidan yang mengecek berkata "bu anak ibu gak kenapa-kenapa, nangisnya kencang begini..anak ibu sehat. Coba ibu bawa pulang dan dedeknya dijemur". Lalu ibu membawa Syafiq ke rumah sakit lain. Di tengah jalan nafasnya sudah sesak. Sang ibu tak berhenti menangis. Sampailah di depan UGD, namun masih harus daftar dan antri, belum diperbolehkan masuk. Setelah suami daftar, Syafiq dicek jantung, baru dibolehin masuk. Sampai masuk ruang UGD, masih harus menunggu perawat datang. Setelah perawat datang, Syafiq dipasang oksigen dan infus. Ibu sambil terus berdoa semoga Syafiq diberi kesembuhan. Sambil di rontgen dan diambil darah, hasilnya dokter belum diberitahu. Kamar pasien penuh, sehingga Syafiq masih di UGD. Dokter bilang kondisi Syafiq tergolong berat harus dimasukan kamar kusus yg ada dokter khusus. Sementara cari rumah sakit rujukan, dokter berkata akan observasi disini dulu. Di 'iya'kan oleh ibu. Syafiq diuap dan diberi antibiotik. Menjelang ashar suami pergi cari rs rujukan. Tiba-tiba Syafiq drop dan kejang. Monitor nya bergaris lurus. Ibu langsung teriak-teriak panggil dokter. Namun nyawa nya sudah tidak dapat tertolong. Badan sang ibu lemas sekali, tetapi masih sempat telpon suami. Tgl 24 oktober jam 15.30, Syafiq meninggal. Habis magrib jam 07.00 malam, jenazah Syafiq dibawa pulang ke Jawa Tengah.

Sumber berita : Tina adja (ibu, di FB).

27. Muhammad Sauqi Bex. 7 bulan. Kraksaan Probolinggo, Jawa Timur.

Kronologis : Kira-kira pertengahan Oktober anak menerima vaksin difteri di dokter spesialis anak. Selama hidupnya, anak selalu divaksin di dokter spesialis. Setelah divaksin, anak demam lalu masuk RS seminggu. Di RS telapak tangan menggelembung ada airnya, dipecahin oleh susternya kemudian diperban. Lalu anak dipulangkan karena tidak ada gejala yang berarti. Sesampainya di rumah, anak demam kembali, lalu dibawa lagi ke RS yang sama. Namun dokter spesialis anak yang menyuntiknya sekaligus memeriksanya berkata tidak ada sakit apa-apa, hanya ibunya saja yang ketakutan karena pernah pengalaman ditinggal oleh anak pertamanya (anak pertama meninggal di umur 1 tahun akibat meningitis, kejang tanpa demam, meninggal selang sebulan sejak adiknya lahir). Akhirnya sang anak dibawa pulang kembali ke rumah. Selang sehari, anak kembali demam dan dibawa kembali ke RS dan mengalami koma dan hanya 3 jam di RS lalu meninggal pada tanggal 5 November 2017 (selang 2 minggu pasca vaksin 3 x masuk RS). Semua biaya RS ditanggung sendiri.

Sumber berita : Dia Aditya (tante, ayahnya sang anak adalah adik dari Dia Aditya) melalui inbox FB.

28. Najwa Khaira Wilda. Umur 2 bulan. Lahir tgl. 4 Agustus 2017. Kandangan, Banjarmasin, Kalsel.



Najwa saat kritis
Kronologis : Ketika umur 2 bulan, anak mendapat vaksin DPT di Puskesmas oleh bidan tepat di paha kiri. Setelah vaksin anak mengalami demam selama 3 hari, padahal sebelum vaksin sehat. Selama 3 hari hanya diberi parasetamol. Seminggu kemudian, muncul gejala wajahnya membiru dan badan kaku selama beberapa menit. Ibu segera membawa anak ke RS sambil diceritakan kronologis anak mulai dari vaksin sampai seperti itu. Selama di RS, dokter bingung menentukan diagnosa karena anak tidak demam tapi kejang. Seminggu lamanya diopname akhirnya pulang ke rumah, namun tidak ada perubahan lalu anak dibawa ke RS dan diopname lagi selama 2 minggu. Ibu sempat kembali ke Puskesmas tempat anak disuntik untuk meminta rujukan agar anak dapat dibawa berobat ke RS besar di Banjarmasin, namun tidak diijinkan. Ketika ditanya keterkaitan sakitnya anak dengan vaksin, tenaga kesehatan di puskesmas hanya mengatakan tubuh anak tidak kuat menerima vaksin sehingga menjadi kejang. Setelah di rumah, lama2 ada satu malam dimana kejang anak semakin sering, akhirnya anak dibawa kembali ke RS, dimasukkan ke ruang PICU. Selama seminggu di PICU kondisi anak bukannya membaik, melainkan semakin terlihat lemas. Dari sinilah, dokter menyimpulkan bahwa anak kena gejala epilepsi. Ibu melihat anak selalu drop nadinya, bahkan dokter sudah terlihat putus asa. Selama di RS tersebut, anak hanya terlihat tenang jika diberi obat diazepam, selebihnya masih sering kejang. Sering terdengar suara sesak "grok grok" dari anak. Suster menyarankan ke ibu untuk meneteskan air putih hangat ke mulut anak supaya menyamankan tenggorokannya yang seperti berlendir. Namun ternyata malah semakin sesak, ibu panik dan panggil suster dan akhirnya minta rujuk ke RS besar di Banjarmasin, dokternya menolak dengan alasan anak sudah drop sehingga riskan sekali jika mau dipindah ke RS lain. Dokter berkata, bahwa kemungkinan hidupnya tinggal 10%. Ibu tetap bersikeras dan berjanji tidak akan menuntut kalaupun ada kejadian yang tidak diinginkan, akhirnya dituruti oleh dokternya. Anak akhirnya boleh dibawa ke RS di Banjarmasin dengan perjalanan dari Kandangan ke Banjarmasin sekitar 3 jam. Anak dibawa beserta infus dan tabung oksigen pakai ambulan menuju ke RS terbaik di Banjarmasin. Sesampainya di RS sore hari, kondisi anak ketika itu sudah tidak bergerak dan pucat langsung dinyatakan koma dan dimasukkan ke ruang ICU. Melalui malam tiada henti ibu dan ayah memanjatkan doa, akhirnya, esok pagi jam 10 tiba-tiba anak bergerak dan mengeluarkan tangisan. Nadinya beranjak naik dan normal. Di RS tsb anak langsung ditangani oleh prof dokter spesialis syaraf anak. Melihat ada perbaikan, dokter memindahkan anak ke ruang bangsal. Selama di ruang bangsal selama 15 hari, memang belum sembuh total, masih ada 5 sampai 6 x kejang, akhirnya anak boleh pulang. Anak diberi obat kejang rutin setiap bulannya ditebus dan harus diminum dua kali sehari. Dokter meminta untuk tidak putus minum obatnya selama 2 tahun. Namun, ibu tidak tega anak harus diminumin obat terus menerus. Akhirnya ibu memutuskan untuk membawa anak ke dokter spesialis terapi anak. Dokter terapi mengatakan bahwa obat2an itu nantinya justru dapat melemahkan otot anak, sehingga ibu memutuskan untuk mengurangi dosisnya perlahan-lahan hingga stop sama sekali. Lama-lama kejang berhenti total di umur 7 bulan, ibu sangat bersyukur akan perbaikan kondisi Najwa walau memang ada keterlambatan di motoriknya pasca kejadian ini. Sampai saat ini, anak masih menjalankan terapi 1x seminggu.


Najwa yang masih menjalankan terapi hingga sekarang 
Sumber berita : Lisa (FB dan WA melalui saya, Lisa adalah ibu dari Najwa).

29. M. Cahril Akbar Attalah diganti namanya pas sakit jadi M.Atho'illah (AKBAR). Lahir tanggal 24 Juni 2017. Nganjuk, Jawa Timur.

Kronologis : Tanggal 25 Juli 2017 anak menerima vaksin BCG. Sehabis vaksin Akbar mengalami demam ringan dan rewel. Sabtu, 29 juli 2017 jam 8 pagi saya pergi ke bidan buat periksain Akbar karena rewel 2 hari dan demam ringan. Di sini Akbar sudah terlihat agak pucat, bidan lalu bertanya apakah dia kejang? saya jawab tidak karena kemarin Akbar baru umur selapan kalau kata orang sini biasa sumer karena pas "Tirone". Setelah dari bidan dan minum obat sumernya mulai adem tapi terus rewel dan minta gendong terus. Akbar masih mau minum tapi gak kayak biasanya, cuma sedikit dan sebentar-sebentar nyusunya. Saya tidak tahu kalau kejangnya bayi ada yang cuma seperti kaget, saya benar-benar tidak tahu dia kejang atau tidak. Setahu saya, step itu panas tinggi tapi kalau cuma sumer itu yang lebih bahaya karena panasnya gak bisa keluar. Lalu jam 19.30 saya membawa anak ke RSUD setempat karena dari jam 4 sore sudah gak mau menyusu. Sesampainya di RS, perawat dan dokter nanya kenapa? Saya bilang gak mau minum dari jam 4 sore. Setelah diperiksa dokter jaga menyatakan anak saya dehidrasi berat. Dokter bilang, bu ini anaknya sudah dehidrasi berat dan sekarang kondisinya kritis, mungkin ada masalah diperutnya juga karena gak mau minum, ini anaknya butuh ruang ICU karena disini gak ada ruang ICU ibu minta langsung dirujuk ke RS yang ada ruang ICUnya atau dipulihkan dehidrasinya dulu? Karena dalam keadaan panik dan bingung, saya jawab : saya minta yang terbaik aja dok buat anak saya. Dokter itu pun langsung bilang, ya 2 itu pilihannya bu..ibu harus milih! Lalu saya tanya lagi, dok seandainya langsung dirujuk bahaya gak buat anak saya? Dokter itupun bilang dia gak menjamin keamananya. Akhirnya karena disuruh milih, saya milih mending dipulihkan dehidrasinya dulu nanti kalau tidak ada perkembangan baru saya minta dirujuk ke RS yg ada ruang ICUnya. Setelah itu baru anak saya ditangani, diinfus dan dikasih oksigen. Setelah itu sampai jam 22.30 anak saya mulai membaik. Dokter bilang anak saya sudah tidak perlu ruang ICU. Perawat mendatangi saya dan nanya:
Perawat : Bu ini pake BPJS atau umum ?
Saya : umum
Perawat : kalau umum jangan di VIP ya bu? 
Saya : Memang kenapa ? 
Perawat : nanti susah pemantauannya bu,jadi pilih kamar no 2/3 aja. 
Dalam hati saya berkata kok aneh ? Dimana-mana yang VIP yang diutamain dan dapat pelayanan terbaik😕
Saya : yaudah saya minta yang kamar no 2.
Setelah nunggu sejam tepatnya jam 23.30 akhirnya anak saya dipindah diruang kamar kelas no 2. Dikamar itu ada 2 anak yang dirawat bertiga bareng anak saya.
Setelah dikamar sudah agak tenang, anak saya bisa nangis dan kata perawat itu bagus.
Jam 6 pagi suster kontrol ke kamar, setelah dicek katanya udah mulai membaik. Hati mulai tenang. Pagi jam 7 bapak saya datang ke RS buat mengantar keperluan kami karena pas ke RS tidak bawa apa-apa karena panik. Bapak saya tanya, gimana keadaan Akbar, saya jawab udah membaik. Namun, tiba-tiba kira-kira jam 07.30 anak saya hilang nafas, saya panik dan suami langsung lari panggil suster. Karena hari itu pas hari minggu jadi tidak ada dokter. Saya pun panik, nangis dan saya gerak2in tubuhnya akhirnya dia bisa batuk dan keluar lendir dari mulutnya, pas itu suster datang. Saya bilang ini anak saya gimana nafasnya sempat hilang dan dengan entengnya perawat itu bilang tidak apa-apa bu ini anaknya cuma batuk, dipukul aja punggungnya pelan-pelan. Dalam hati rasanya ingin marah sama suster itu😢. Saya langsung minta rujuk aja. Suster bilang anak saya kritis butuh ruang ICU.
Perawat nanya : bu ini minta dirujuk dimana, sambil kasih tau RS yang ada ruang ICUnya. Saya bilang udah terserah yang penting cepat dapat ruang ICU. Saya pun nunggu lama, keluarga saya pun udah kumpul. Saya cuma bisa menangis sambil bilang ke anak saya,yang kuat ya dek, adek pasti sembuh. Nanti kalau sembuh kita bisa jalan-jalan, beli baju, beli sepatu, beli topi, nanti potong rambutnya adek. Yang kuat dek. Adek pasti sembuh. Ibu sama bapak bakal nemenin adek sampai sembuh😢
Setelah sekian lama, kata suster ruang ICU pada penuh semua, sampai ibu dan sodara saya marah sama susternya kenapa cari ruang ICU aj lma bgt, sedangkan anak saya kondisinya udah kritis. 
Suster menjawab : ini masih kita usahain bu yang sabar.
Gimana bisa sabar ini masalah nyawa kenapa serasa disepelein. Dari jam 07.30 sampai jam 11.00 baru dapat ruang di RS gambiran KEDIRI. Stlah ngurus biaya ini itu br jam 11.30 naik ambulan mnju RS gambiran. Jam 12.00 pas sampai. Setelah itu langsung dibawa ke IGD (di ruangan khusus) 
Alhamdulillah di RS itu pelayanan sangat baik. Dokter jaga dan para perawat langsung datang dan mmriksa.krn keadaan sudah sangat kritis. Dokter pun sudah nyiapin buat CT scan dan ruang ICU. Karena anak saya butuh CT scan biar tau pasti sakitnya apa.
Stlah ditaruh dikasur dokter pun langsung siapin alat-alat dan salah satu perawat bilang : bu anaknya ditungguin dulu didampingi sambil berdoa. Mungkin disitu baru 10 menit, anak sempat menangis dan merintih sampai akhirnya dia kejang dan hilang nafas. Saya pun langsung teriak sama goyang2in badan anak saya : dek kenapa !!? Bangun dek! 😢dokter dan perawat pun langsung melakukan tindakan buat anak saya.
Perawat bilang ibu duduk dulu aja sambil berdoa ya, biar kami yang menangani. Setelah dokter berjuang anak saya pun ada detak jantungnya lagi. Saya pun agak tenang.
Setelah itu dokter panggil perawat yang dari RS seblumnya yang mendampingi saya di ambulan ada 2 perawat, masih muda dan sepertinya baru lulus sekolahnya. Setelah dipanggil ke ruangan anak, dokter itu pun bilang kalau anak saya kekurangan oksigen waktu di ambulan. Perawat menjawab dengab alasan jalan berlubang dan rusak jadi goyang oksigennya. 
Dokter itu pun bilang, kalau itu ga bisa dipake alasan, ini pun yang dipasang bukan oksigen buat bayi, tapi buat anak-anak. Alat yang dijepit ke jari kaki pun salah. Itupun bukan buat bayi tapi buat orang dewasa. 
Ya Allah ternyata alat yang dipasang ke anak saya salah semua😢😢
Saya pun dengar dokter memberi beberapa pertanyaan kepada perawat yang mengantar saya, tetapi perawat itupun menjawab dengan geleng-geleng kepala yang artinya 2 perawat itu tidak tahu. Sampai dokter itu pun bilang, kamu tu sekolah dimana? Mending kamu sekolah lagi aja.
Setelah sejam dokter bilang ke perawat yang menangani alat yang ada di mulut anak saya. 
Sus ini bisa dibawa ke ruang CT scan gak? Suster bilang kalau tidak memungkinan karena kalau alat itu dilepas udah pasti anak saya bisa meninggal. Akhirnya dokter anak pun datang padahal lagi libur, hari minggu. Karena keadaanya udah semakin memburuk, anak saya pun dikasih suntikan, dimasukin selang ke dalam mulutnya, dipasangin alat-alat yang seperti di sinetron2 😢
Duh rasanya hati hancur lihat kondisi anak. Saya pun selalu disampingnya sambil berdoa dan kasih semangat buat si adek. Adek pasti sembuh, adek kuat, ayo berjuang dek. Selalu itu yang saya ucapkan di dekat dia.
Jam 13.30 dokter pun bentar2 datang buat kontrol keadaan anak saya sambil bilang ini bisa di CT scan gak sus? Suster pun bilang ini gak memungkinkan dok karena detak jantungnya sudah mulai menurun. Suster bilang, dok karena kondisinya udah seperti ini kayaknya juga udah gak memungkinkan ditaruh di ruang ICU, ini harus ditaruh diruang NICU. Saya pun mengiyakan yang penting anak saya selamat. Suami pun mengurus administrasi di kasir buat pendaftaran buat ruangan NICU, setelah kamar dapat dan nanti akan di CT scan klo sudah agak membaik. Setelah selesai, udah dapat kamar dan kartu buat anak saya suami mendatangi saya di ruang IGD.
Jam 14.30 dokter tanya ke saya, 
Dokter : bu ini awalnya gimana kok bisa sampai kayak begini ? 
Saya pun menceritakan dari awal seperti yang di atas dan saya bilang kalau anak saya udah sempat hilang nafas jam 07.30 tadi. Dokter pun kaget dan bilang : loh bu anakny tadi udah sempat hilang nafas ? Saya pun bilang iya. Terus dokter bilang kalau 2 perawat tadi gak bilang kondisi anak saya, cuma bilang kalau ada pasien kritis butuh ruang ICU dan CT scan. Lalu dokter langsung keluar dan menemui 2 perawat yang mengantar saya dari RS sebelumnya. 
Dokter : Sus kenapa tadi kamu gak bilang kalau anak tadi sudah sempat hilang nafas ? Kamu jangan macam2, ini tu soal nyawa jangan buat main2, sambil marah2 dokternya. 2 perawat tersebut terus mengelak dan dokter bilang kalau yang bilang semua itu saya. Entah mungkin gak terima dimarahin dokter atau apa, 2 perawat itu mendatangi saya sambil ngomong dengan nada tinggi dan matanya melotot nanya sama saya apa benar anak saya sempat hilang nafas tadi pagi ? Saya pun jawab iya. Kapan ? 2 perawat itu terus mencecar pertanyaan dengan nada tinggi. Rasanya saya ingin banget nyolok matanya dan menampar mulutnya yang tidak sopan bertanyanya. Apa gak mikir saya lagi gak karuan malah diajakin debat. Intinya kedua perawat itu gak mau disalahin padahal udah jelas kalau mereka salah. Akhirnya perawat itu keluar dan pulang atau entah kemana.
Dokter kembali nanya sama saya, bu apa anaknya pernah jatuh/terbentur ? Saya jawab ga pernah dok. 
Dokter bilang lagi, ini mbun2nya udah gak ada kemungkinan ini udah pendrahan otak bu. Tapi karena belum di CT Scan jadi belum pasti, tapi kemungkinan besar pendarahan otak karena tanda2 seperti ini. 
Saya terus nanya apa anak saya bisa selamat ? Dokter dan perawat cuma bilang ibu berdoa aja semoga ada keajaiban buat anak ibu😢😢
Sampai akhirnya jam 15.30 suami saya bilang, dia gak tega liat kondisi anaknya, kasihan katanya. 
Dan saya pun berkata di telinga anak saya : Dek, seandainya kamu udah gak kuat gak apa-apa dek, ibu ikhlas. Ibu sudah gak tega lihat keadaan adek. Suami pun bilang seperti itu di telinganya. Setelah saya membisikan kata-kata itu dan saat itu kondisi anak saya perlahan menurun. Detak jantungnya melemah. Sampai saat jam 16.00 kondisi anak saya sudah sangat buruk, saya pun suruh terus berdoa. Jam 16.05 setelah diperiksa secara otak anak saya sudah dinyatakan meninggal tapi karena tadi disuntik obat pemacu jantung, jantung masih berdetak. Suami pun mengadzani adek dan sampai jam 16.25 alat itu sudah di garis lurus dan anak saya dinyatakan sudah meninggal tanggal 30 Juli 2017. Hati hancur berkeping-keping, saya dan suami menangis sampai lemas sekali rasanya tulang ini. Saya pun berfikir untuk minta foto bareng adek karena selama hidupnya ga pernah foto sama adek. Suster mengizinkan saya foto sama adek😢😢
Saat itu saya peluk badannya yang sudah lemas berharap masih ada keajaiban dia bisa hidup lagi, kenapa harus dia yang diambil ya Allah. Saya berharap ini mimpi, tapi ini kenyataan. Sampai akhirnya kami disuruh keluar karena jenazah adek mau diurus. Sampai di luar ruangan pun masih belum terima kenyataan kalau adek udah meninggal. Setelah topi adek yang saya pegangi diminta bapak. Saya dan suami akhirnya wudhu dan serasa diberi kekuatan kembali setelah wudhu. Setelah menunggu dokter memanggil dan kami masuk ke ruangan tadi, adek di atas kasur udah dibungkus kain. Saya pun serasa masih gak percaya sampai akhirnya dia dibawa ke ruang jenazah sambil nunggu ambulans. Setelah semua beres akhirnya kami bawa pulang adek. Saya pangku sendiri jenazah adek di ambulans, sebentar2 saya pegang dadanya untuk mencari nafasnya, seperti masih bernafas kamu dek...tapi setelah saya pegang lagi nafas itu udah gak ada. 
Iya, adek emang benar2 sudah meninggal. Saya bergantian mangku sama suami. Sesampainya di rumah, sudah banyak orang dan semua sudah siap. Sampai di rumah jam 18.30 udah banyak orang, tangisan saya pun pecah lagi, dibuka kain itu. Badannya gemuk dan tampan sekali, bedanya cuma terlihat lemas. Setelah itu langsung dimandikan, saya dan suami pun ikut memandikannya. Setelah dikafani dan disholati saya udah lemas, padahal ingin sekali ikut ke makamnya tapi karena saya takut nanti gak kuat saya akhirnya gak ikut. Suami gendong jenazah adek sampai ke makam.
Sekarang dia sudah tenang di surga.. 
Tunggu kami di pintu surga ya nak.. 
Mudah2an ibu akan benar-benar bisa mengikhlaskan kepergianmu..

Akbar ketika dirawat
Sumber berita : Nuriel Hidananti (FB via inbox ke mba Seli).
24 juni 2017-30 juli 2017

30. Muhammad Dhika Alfarizi. Lahir tanggal 10 Juli 2017. Purworejo, Jawa Tengah.

Dhika saat sehat
Kronologis : Dulu Dhika sehat normal seperti anak-anak lain tapi setelah imunisasi polio dan DPT1 sempat demam lalu sembuh, namun selang beberapa hari demam lagi tapi langsung tinggi 42 drajat langsung rawat inap di puskesmas 2 hari tidak ada perubahan dirujuk RS islam 7 hari belum sembuh rujuk lagi ke RS lebih besar 7 hari tapi semakin parah sampai ke RSUP Sarjito tetapi karena ngantri kami sempat di penginapan beberapa hari baru setelah kejang baru bisa masuk IGD sempat hampir 1 minggu tidak sadar. Kami mengira Dhika tidak bisa bertahan karena setelah sadar, Dhika menangis terus menerus hampir 24 jam setiap harinya baru bisa diam kalau diberi obat penenang di bangsal melati 50 hari baru boleh pulang tapi belum dinyatakan sembuh.. sampai sekarang (Agustus 2018) masih rutin kontrol baru hari kamis kemarin kami kontrol yang ke sekian kali dan dokternya ngomong kalau sakitnya dhika bukan bawaan dari lahir, masih diteliti sama evaluasi sampai waktu yang belum ditentuakan dan masih kontrol lagi 2 minggu lagi CT screen 3 bulan lagi itu yg ke 6.. sebenarnya saya capai kalau 1 minggu sekali terapi per 2 minggu sekali kontrol dengan 2 jam perjalanan dan biaya yang tidak sedikit. Sampai sekarang kami tidak tahu apa itu sebab imunisasi atau yang lain tapi dokternya tidak menyarankan imunisasi lanjutan untuk Dhika sehingga jadi ada tanda tanya tersendiri. Tetapi ini semua sudah takdir jadi tidak ada yang perlu disesali hanya kami tidak ingin anak-anak kami selanjutnya nanti mengikuti imunisasi. 

Dhika saat menjalani serangkaian pengobatan
Keadaan sekarang (per Agustus 2018) : Fisioterapi dan pijat saraf akan tetapi untuk fisioterapi (biasanya dilakukan di RS Sarjito Jogja) masih berhenti sementara karena terkendala biaya, jadi cuma pijat saraf aja dulu. Organ sebelah kanan dulu lemah namun sekarang sudah mulai gerak. Namun untuk tangan belum bisa pegang masih menggenggam. Untuk tumbuh kembangnya masih lambat di usia 13 bulan belum bisa tengkurap sendiri dan belum bisa duduk tegak. 


Sumber berita : Mudrikah Putri Nathania (Ibu anak di FB pada komentar status penulis).
31. Shafiya Ramadhani Qoriroh. Lahir tanggal 3 Juli 2016. Lokasi vaksin di Paciran, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. 
Kronologis : Sekitar Januari 2017 anak divaksin difteri di umur 1,8 tahun. Biasanya vaksinnya di posyandu balai desa, namun karena ada halangan akhirnya ikut vaksin di sekolah kakaknya. Awalnya sehat, namun setelah divaksin demam dan saya beri parasetamol, lalu demamnya reda, namun selang 3 hari perut sebelah kirinya mengeras.  Saya bilang ke ayahnya katanya efek menangis karena habis vaksin. Selang 1 minggu tetap keras perutnya, akhirnya saya ga sabar untuk memeriksakan anaknya. Oleh dokternya diminta untuk tes darah dan usg. Singkat cerita dan setelah tahu hasil labnya pihak puskesmas tidak berani ambil tindakn karena ada yang melampaui batas normal akhirnya harus dirujuk ke RS Muhammadyah Lamongan, setelah itu baru ke RS yang di provinsi namun apalah daya semua ketentuan Allah, putri kecil kami menghembuskan nafas terahirnya di ICU bulan Februari 2018, dengan diagnosa ALL (aqut limphoblastik leukemia), dan sejak saat itu saya trauma dengan vaksin. Selama di ICU, ada dokter jaga yang kasihtau bahwa anak saya tidak perlu dilanjutkan vaksinnya. Selama sakit, biaya pengobatan ditanggung BPJS. 


Sumber berita : Nurul Adhimah (Ibu dari anak melalui inbox FB penulis).


32. Ibtihaj nirmala. Tgl lahir: 19 Juli 2017 Tanjung kalimantan selatan. Anak ke 2 dari 3 bersaudara.

Kronologis : 
Awalnya anak saya sehat-sehat saja, waktu itu hari Sabtu jam 08.30 suami mandiin anak saya yang baru umur 3 hari, karena bidan yang bantu lahiran bilang mau mandikan anak saya sampai 3 hari tapi nyata nya hari ke 2 tidak datang dan hari ke 3 saya pikir tidak akan datang.
Tanggal 22 Juli 2017 (hari ke 3), setelah jam 09.30 bidan nya datang, lalu saya bilang kalau anak saya sudah mandi, lalu bidannya bilang, coba bawa ke sini (ruang tamu) dan dia bilang anaknya saya imunisasi ya bu, anak saya waktu itu masih tidur langsung disuntik sama bidannya di paha sebelah kiri, lalu habis disuntik keluar sedikit darah, saya kaget namun bidannya bilang ini tidak apa-apa, mencoba untuk menenangkan saya, bidannya lalu cari kapas buat lap darah itu, saya tanyain kok ga bawa bu, saya lupa katanya.
Setelah itu bidan pamit pulang sambil berkata meminta saya ikhlas, dari situ saya sudah rada aneh, tapi saya buang rasa su'udzon saya, terus saya bilang iya bu. Setelah maghrib anak saya menangis dan saya fikir itu biasa karena anak pertama saya juga imunisasi, kemudian pas tengah malam anak saya merintih tidak menangis sama sekali cuma merintih, sampai jam 04.30 saya liat anak saya mulai menutup matanya, karena saya waktu itu juga sangat mengantuk, saya pun juga terlelap bersamanya.
Sekitar 15 menit kemudian saya kaget liat anak saya sudah tidak bernafas, lalu saya cepat-cepat bangunkan suami dan suami langsung bawa anak lari ke rumah dokter terdekat.
Kata dokter, anak saya sudah meninggal, tapi suami saya tidak percaya, lalu di cek dokter dengan berbagai macam alat tapi anak saya memang sudah meninggal. Sampai paginya, suami saya meminta temannya buat ke bidan tersebut, bidannya bilang mau datang ke rumah, tapi ditunggu tidak datang juga.
Pas anak saya mau di mandiin badannya biru separuh, saya disuruh melaporkan ke pihak berwajib, tapi kami fikir biar kan saja Allah yang nanti akan membalas semuanya. 
Anak ke 3 tidak vaksin lagi karena saya sudah trauma dengan kejadian ini.

Sumber berita : Irfa (ibu dari anak).

Demikian data KIPI yang dapat saya susun untuk sementara, dikarenakan keterbatasan saya sebagai ibu rumah tangga yang tidak langsung menyurvei tempat kejadian, saya mohon maaf jika ada kekurangan atau kesalahan informasi di dalamnya. KIPI ini saya ambil hanya kasus yang lumayan berat mulai dari opname di RS sampai meninggal. Untuk KIPI ringan seperti demam, ruam, kejang tanpa opname tidak saya masukkan ke list ini. List ini dapat saya update sewaktu-waktu berdasar informasi yang saya terima ke depannya. Semoga data ini semoga berguna untuk dapat kita petik pelajaran darinya. Semoga anak-anak yang terkena KIPI ini mendapatkan perhatian yang layak serta santunan dari pemerintah dan semoga Allah segera menyembuhkan korban kembali pada kondisinya semula tanpa kurang satupun amiiin...dan doaku bagi para martir cilik ini semoga mendapat tempat yang layak dan terindah di SurgaNya kelak, dipertemukan dengan ibu bapak dan adik kakaknya kelak di tempat bermain yang terindah, dimana tidak ada sakit dan kesedihan lagi amin.

Comments

innalillahi wainnailaihi rojiun,, sedih banget bacanya ya Allah
aku menangis tiap wawancara mba terutama kalau wawancara ibu korban...nyesek kelabu hatiku :(
Unknown said…
Keponakan sy juga ada yg sempet lumpuh pasca vaksin polio di tahun 2000 lumpuh selama hampir 2 tahun, tapi alhamdulillah pihak puskesmas dan depkes mau bertanggung jawab dengan mengganti biaya berobat dan mengratiskan biaya berobat selanjutnya dan alhamdulillah sembuh.

Tapi berbeda dgn tetangga sy yg di vaksin polio juga tahun 2000 yg mengakibatkan lumpuh dan cacat otak sampe terakhir meninggal dunia sekitar 5 bulan yg lalu tepat di usia 17 tahun.
Innalillahi wa inna ilayhi rojiun
Tahun 2000 masih pakai polio oral, banyak kasus kena polio justru dari vaksinnya. Inilah sebab mengapa vaksin polio oral (OPV) sudah distop produksinya, diganti dengan polio injeksi (IPV). Saya juga punya teman di fb yang sampai dewasa kakinya cacat akibat vaksin polio masa kecilnya. Ponakan guru ngaji anak saya juga lumpuh sampai umur berapa saya agak lupa akhirnya meninggal dunia. Dokter kebanyakan selalu mengabaikan hal2 seperti ini yg MUNGKIN terjadi, lihat saja kampanye2 vaksin jarang sekali mewanti2 efek sampingnya. Yang didengung2kan kan hanya ketakutan2nya akan penyakitnya saja. Marilah mulai bertanya, apa benar jumlah penyakit tertentu setelah vaksinasi menurun? Jika benar menurun, berapa jumlah kasus yang terkena kipi? Apakah sebanding risk dan benefitnya? Sedangkan di Amerika aja hanya 10% kasus kipi yg dilaporkan. Angka nyatanya jauh lebih besar. Bayangkan, saya bukan wartawan aja bisa mencatat data ini sampai ke nomor 25, hanya berbekal medsos saya mencarinya. Apalagi kalau saya wartawan yg benar2 survey sampai ke pelosok2 indonesia, angkanya tentu lebih fantastis, mengerikan.
Anonymous said…
Oral masih diberikan sampai detik ini.. Kata siapa sudah tidak diberikan? Klo mau ditelusuri, di lapangan masih digunakan OPV
makasih infonya, ya ternyata bener , maaf salah info..ternyata trivalen OPV yang sudah ditarik, diganti dengan bivalen OPV, nah selama penarikan indonesia sudah mulai dikenalkan polio injeksi (IPV) yang lebih aman (katanya).
Anonymous said…
Iya mb, smpe skrg msih pke imunisasi polio oral, meski ke dsa sklipun jg oral kok mb.. Jd msih pke virus hidup.. Hiks
Anonymous said…
This comment has been removed by a blog administrator.
Sebenarnya vaksin polio oral itu lebih baik daripada vaksin suntik. Kalau melalui oral , infeksinya menyerupai infeksi alami, melalui organ pencernaan sehingga masih bisa ditangani oleh sistem pertahanan tubuh yg ada di organ pencernaan, tapi kalau suntik kan langsung mengalir ke pembuluh darah, yg ga kuat bisa langsung ke otak justru rentan terjadi kipi serius juga sih sebenarnya. cmiiw
This comment has been removed by the author.
Unknown said…
Assalammualaikum Ibu, saya Keizia..saya tertarik dengan blog Ibu dan kebetulan saya sedang meneliti tentang KIPI Measles Rubella..boleh saya minta data KIPI MRnya?baik yg ringan maupun yg berat...email saya keizia.syifa@yahoo.com . Terima kasih.
Unknown said…
Inna lillahiwa inna ilaihi rojiun...
semoga semakin banyak yang terbuka mata dan hati nya bahwa KIPI bukan HOAX
dan meskipun angkanya kecil dibandingkan jumlah yang di vaksin, tetap saja
menyangkut nyawa manusia yang perlu dipertimbangkan lagi, perlu di kaji lagi keamanan vaksin
AMISHA said…
Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.

Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.

saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp35 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

Pembayaran yang fleksibel,
Suku bunga rendah,
Layanan berkualitas,
Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan

Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)

Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)

Popular Posts