DATA KIPI VAKSIN MR (SAJA)



NOVEMBER 2017- 24 AGUSTUS 2018



1. Moreno Bilqist Althof Khanayanto. 10 tahun. Lahir 24 Maret 2008. Kelas 4 SD Al-Hikmah SDMT Ponorogo. 

Kronologis : Anak ikut imunisasi masal di sekolah bulan Oktober 2017. Naasnya, anak divaksin diam2 oleh pihak sekolah tanpa persetujuan ibu. Dari lahir ibu tidak pernah vaksin anak2nya termasuk Moreno. Tidak punya riwayat penyakit tertentu sebelumnya dan sangat sehat sebelum divaksin. 3 hari setelah divaksin anak mimisan sedikit, namun sejak itu sering mimisan lama2 tidak berhenti-henti. Dibawa ke RS, lalu dokter bilang bahwa ini anak tidak kuat kena imunisasi dan kena saraf tepinya...sudah terapi sampai 9x drop terus hingga dirujuk ke RS Malang. Namun, dalam perjalanan ananda meninggal dunia tanggal 8 Maret 2018. Diagnosa dari dokternya ananda kemungkinan sudah punya bibit ITP dari lahir dan sel ITP atau Idiopathic thrombocytopenic purpura bangun dikarenakan vaksin MR. Pihak sekolah memberikan komoensasi bed rest bagi sang anak, dan tetap dinaikkan ke kelas 5 walau tidak bisa sekolah dikarenakan sering opname. Pihak dinkes sendiri tidak pernah menjenguk dan meminta maaf. 


Moreno ketika sehat dan saat terbaring di RS 

Sumber berita : Pippid Sugiarto (Ibu dari anak, via inbox FB ke penulis).

2. Qira. 8 bulan. Nusa Tenggara Barat.

Kronologis : Paginya disuntik vaksin MR, malamnya badan deman. Demamnya hilang tapi 5 hari setelah itu demamnya datang kembali disertai kejang-kejangdan abses di bekas suntikannya. Badan juga membiru. Dulu, sebelum suntik Qira gemuk semejak di suntik mulai mengurus dan kulitnya kekuningan. Qira meninggal Bulan Juni 2018. Bidan penyuntik tahu akan hal ini, namun dinkes lepas tangan. Dinkes setempat bilang ke keluarga Qira bahwa Qira sakit setelah vaksin MR karena tubuh Qira yang tidak kuat menerima obatnya. Sang ibu berkata bahwa Qira adalah anak yang sehat tidak punya penyakit apapun sebelumnya.

Sumber berita : Ayuk Risky Ryan Nizar (tetangga korban, via FB ke penulis). Tetangga mendapat informasi langsung dari ibunda korban.

3. 33 anak (13 siswa SD dan 20 siswa SMP) di KSB Kecamatan Seteluk, Kabupaten Sumbawa Barat.

Siswa yang sakit (Sumber : Suarantb)
Kronologis : 
Puluhan siswa dari sejumlah sekolah di kecamatan Seteluk terpaksa dilarikan ke Puskesmas setempat, Rabu, 1 Agustus 2018. Mereka mengeluh sakit setelah sebelumnya mengikuti imunisasi rubella yang dilaksanakan di sekolahnya.
Informasi yang diperoleh Suara NTB, para siswa tidak langsung merasakan keluhan sakit sesaat setelah menjalani imunisasi. Mereka baru ada yang merasakan gejalanya saat sekolah usai dan pulang ke rumah masing-masing. Di rumah mereka baru mulai merasakan pusing, mual, hingga ada muntah-muntah.
Para orang tua mereka pun langsung panik dan melarikan anak-anaknya ke Puskesmas Seteluk. Di Puskemas anak-anak yang terdiri dari siswa SD dan SMP ini kemudian mendapatkan perawatan dengan cara diinfus agar kondisinya kembali normal.
Pihak Dinas Kesehatan (Dikes) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang dikonfirmasi mengenai kejadian itu tidak menampiknya. Kabid Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P), H. M. Yusfi Khalid yang dikonfirmasi wartawan, mengatakan, pihaknya telah menerima laporan tersebut dan melalui Puskesmas Seteluk telah diberikan penanganan langsung. “Sudah ditangani dan informasinya sebagian anak sudah bisa pulang karena kondisinya sudah stabil,” terangnya.
Menurut dia, kondisi yang dialami anak-anak tersebut secara klinis tidak disebabkan karena vaksin rubella yang baru dimasukkan ke tubuh mereka. Hal itu lebih disebakan, kondisi fisik anak yang kemungkinan tidak siap menjalani proses vaksinasi.
“Kalau memang vaksinnya yang bermasalah pasti ada laporan dari kecamatan Sekongkang dan Brang Ene yang juga hari ini jadwalnya. Tapi sampai sekarang tidak ada kasus seperti itu dari dua kecamatan itu ke kami sampai sekarang,” timpalnya.
Ia menjelaskan, gejala yang dirasakan para siswa terhitung normal dan bersifat kasuistik. Biasanya anak-anak yang tidak siap divaksin cenderung mengalami stres sehingga menurunkan stamina mereka. Terlebih kemungkinan anak-anak yang mendapatkan perawatan tersebut saat akan divaksin tidak terlebih dahulu mendapat asupan yang cukup.
“Makanya ada rasa mual. Dan rasa stres pada anak saat akan diimunisasi itu pasti ada karena prosedurnya kan pakai suntikan,” paparnya.
Yusfi pun menegaskan, kegiatan vaksin rubella bagi anak-anak sangat aman. Selain dijalankan melalui program khusus secara nasional, petugas-petugasnya pun terlebih dahulu telah mendapatkan pelatihan khusus. “Lagian kalau bermasalah vaksin ini tentu sejak tahun lalu sudah dihentikan. Kan tahun 2017 program ini sudah dilaksanakan di pulau Jawa dan tahun ini untuk luar Jawa termasuk kita di NTB ini,” cetusnya.
Karenanya ia berharap, kasus yang terjadi di kecamatan Seteluk tidak membuat para orang tua menolak agar anaknya divaksin rubella. Sebab program vaksin tersebut tujuannya untuk meningkatkan imunitas anak pada serangan penyakit campak. “Program ini sengaja secara nasional untuk memastikan anak-anak Indonesia umur 9 sampai 15 tahun benar-benar kebal dari penyakit campak,” sebutnya.

Selanjutnya ia juga mengimbau, kepada para orang tuan agar menyiapkan anak-anaknya ketika akan dilaksanakan kegiatan vaksinasi di sekolahnya. Terutama memberikan sarapan cukup sebelum ke sekolah serta memberikan pengertian, jika pemebrian vaksin rubella itu untuk kesehatan mereka. “Jadi kami sampaikan lagi, bahwa kegiatan imunisasi ini sepenuhnya aman,” imbuhnya.

Sumber berita : Suarantb

4. Muhammad Afif Elkhairi Samosir. 11 September 2005. Kabupaten Batubara, Kecamatan Limapuluh, Medan.


Kronologis : Rabu, 4 Agustus 2018 diadakan vaksin MR di sekolah. Pihak sekolah tidak memberitahukan wali murid terlebih dahulu akan diadakan vaksinasi MR. Puskesmas baru memberitahukan sekolah ketika anak-anak sudah pulang sekolah pada hari Selasa. Paginya (hari Rabu) baru diumumkan bahwa hari itu akan diadakan vaksinasi, tidak sempat memberitahu wali murid. Akhirnya anak ikut disuntik. Memang anak memiliki riwayat penyakit ISPA sebelumnya. Sebelum suntik, anak dalam keadaan sehat. Setelah suntik, malamnya demam dan mengeluh tiba-tiba perutnya sakit, sampai muntah-muntah. Muntahnya sudah kuning, kaki dingin, pucat, kepala pusing.
Orangtua bingung siapa yang bertanggung jawab dari kejadian ini. Pihak puskesmas hanya minta data pasca imunisasi dan ambil foto, sedangkan pihak sekolah juga cuma datang sebelum dibawa ke puskesmas. Biaya pengobatan hanya pakai askes yang dimiliki orangtua. Bapak dari anak berpendapat, semoga ini dapat menjadi pelajaran untuk kita semua, kesalahan prosedur vaksinasi dapat merugikan pihak orng lain.
Diagnosa dokter, anak sakit tipus. Gejala tipus ada yang sama ada juga yang tidak sesuai kondisi, hanya reaksinya pasca vaksin. Diagnosa ini membuat bapak anak menjadi bingung. Tipus itu sendiri pada umumnya punya gejala awal, namun pasca vaksin lalu drop mengapa bisa langsung didiagnosa kena tipus.

Sumber berita : Bang Asril Simpado (ayah dari anak via FB inbox ke penulis).

5. Laudia Lavega (13 tahun di tahun 2018, ketika kejadian kipi). Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Kronologis : Tanggal 2 Agustus 2018 Laudia divaksin MR di sekolahnya di SD Negeri 01 Situjuh Ladang Laweh, sorenya mengeluh sakit kepala sebelah kanan. Keadaannya makin parah di tanggal 8 Agustus. Tantenya meng-upload foto-foto Vega di Facebooknya.
Dinkes membantah keterkaitan sakitnya Vega dengan vaksin MR. Begitu juga Bupati Kabupaten Limapuluh membenarkan pernyataan Dinkes.
"Tidak ada hubungan sakit Vega ini dengan imunisasi. Jika berefek samping, pasti seluruh badannya yang kena. Bukan syaraf dekat mata kanan saja," kata Bupati.
Sebaliknya wakil bupati, Ferizal Ridwan meradang mengapa masih diadakan vaksinasi MR dikala MUI mengeluarkan pernyataan menunda vaksin MR sampai jelas kehalalannya. Akhirnya Bupati dan wakil Bupati sepakat untuk menunda vaksin MR sampai keluarnya fatwa halal dari MUI. 

Vega ketika mengalami KIPI
"Dinas kesehatan sudah saya suruh evaluasi total dalam imunisasi ini. Agar lebih aman dan tidak ada lagi persoalan maupun isu yang berkembang nanti," kata Bupati.Sedangkan Dinas Pendidikan langsung meninjau kondisi para siswa yang sudah mendapatkan imunisasi. Pasalnya, ada laporan kepada Wakil Bupati, Ferizal Ridwan yang menyebutkan korban imunisasi berjumlah lima siswa. Masing-masing di sekolah daerah Taeh, Kecamamatan Payakumbuh dan Lareh Sago Halaban."Semua koordinator UPT Pendidikan di masing-masing kecamatan kami kerahkan untuk meninjau kondisi para siswa pasca imunisasi," kata Plt Kadis Pendidikan Limapuluh Kota, Indrawati.

Sumber berita : covesia

6. Evillzha Faiqah. Murid kelas 1 SDN 79 Pagar Dewa Kota Bengkulu.


Kronologi : Evillzha masih terbaring lemas di Ruang VIP C5 RSMY tanggal 12 Agustus 2018. Ia terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi usai suntik vaksin MR di sekolahnya pada hari Sabtu (4 Agustus 2018).
Ibu Evillzha, Kashatimenuturkan, 14 jam setelah disuntik vaksin MR anaknya mengalami demam tinggi. Ia sempat memberi obatpenurun panas. Sempat turun, namun selang beberapa jam naik kembali.
"Hari Senin anak saya masih sempat sekolah. Sorenya kami membawanya ke IGD RS Ummi dan demamnya sampai 39 derajat" kata Kashati yang juga merupakan guru di SDN 79 Kota Bengkulu.
Setelah diberi obat, kondisi Evillzha membaik. Saat dicek di lab, menurutnya tidak ditemukan penyakit lain. Hingga dokter menyarankan untuk rawat jalan. Keluarga pun mengikuti saran tersebut. "Saya bangun subuh anak saya panas tinggi hingga saya membawanya ke IGD M. Yunus. Setelah diobservasi, demamnya kembali turun.
Tidak hanya Evillzha, menurutnya ada juga temannya yang sempat mengalami demam usai disuntik. Tetapi setelah dikasih obat, suhunya kembali turun. "Mungkin juga sebelum disuntik anak saya belum sempat makan. Makanya tubuhnya lemah", tambahnya.
Imunisasi MR dimulai serentak pada 1 Agustus - September 2018 ditujukan untuk bayi usia 9 bulan sampai anak usia 15 tahun.
Sementara itu kemarin, Kepala Dinkes Kota Bengkulu, Susilawaty mengatakan dia sudah mengunjungi Evillzha yang tengah dirawat di RS M. Yunus Bengkulu. Dia memastikan demam tinggi bukan disebabkan oleh pemberian vaksin. Sebab, menurutnya efek vaksin MR ini baru dirasakan oleh tubuh 12 hari untuk rubella dan 4 hari untuk campak. Sedangkan pasien tersebut, baru 12 jam setelah pemberian vaksin langsung mengalami demam tinggi.
"Pengakuan dari orang tuanya, saat pemberian vaksin ini, pagi harinya anaknya belum sarapan. Mungkin sebelumnya dia ini mau demam. Tapi saat disuntik vaksin MR ini, suhu tubuhnya belum panas. Mungkin ada kompilasi penyakit lain", terang Susilawaty.
Dia menegaskan pemberian vaksin ini hampir tidak ada efek samping. Pemberian vaksin ini juga diawasi dokter berpengalaman untuk mengawasi kejadian usai pemberian vaksin. Dia menghimbau pada masyarakat untuk tidak takut anaknya divaksin MR. karena ini bentuk ikhtiar bersama dalam memerangi penyakit campak dan rubella. Di Kota Bengkulu memang belum ditemukan kasus anak menderita penyakit ini. Namun di kabupaten dalam Provinsi Bengkulu sudah ada yang ditemukan.
"Jadi kalau yang mau menunggu fatwa halal haram MUI silahkan. Pemberian vaksin ini juga sampai September. Jadi masih ada waktu kita akan melakukan imunisasi ini. Bahkan kami akan jemput bola. Ada anak yang belum imunisasi akan buat pos di mall-mall untuk mereka bisa vaksin", terangnya.
Ditambahkan Kadis Kesehatan Provinsi Bengkulu Herwan Antoni, bahwa tidak ada efek samping yang berat akibat pemberian vaksin MR "efeknya hanya ringan demam, ruam kulit, nyeri di bagian kulit bekas suntikan. Kami juga akan mengecek dan mengunjungi anak yang demam ini. Mohon informasi lebih lanjut supaya petugas bisa mengecek", katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPRD Kota Bengkulu Bahyudin Basrah mengatakan, selaku mitra kerja Dinkes, Komisi I akan segera akan memanggil Dinkes untuk membahas masalah pemberian vaksin MR ini. Terutama menyikapi adanya murid SD yang dirawat di RS setelah pemberian vaksin MR akan dibahas di tingkat komisi. "Nanti akan saya bawa ke Komisi I untuk supaya kita agendakan memanggil Dinkes untuk membahas masalah vaksin ini", katanya.Dia mengatakan pemanggilan Dinkes ini harus dilakukan dengan cepat, sebab pemberian vaksin ini tengah berlanjut. Dengan penjelasan yang diberikan oleh Dinkes nantinya masyarakat bisa mengetahui aman atau tidaknya pemberian vaksin itu kepada anak-anak. "Inikan sudah mulai di Kota Bengkulu pemberian vaksinnya. Jadi memang perlu cepat kita hearing dengan Dinkes supaya bisa menjelaskan apa saja dampak dalam pemberian vaksin ini. Supaya masyarakat bisa tahu", tutupnya.

Sumber berita : harianrakyatbengkulu

7. M. Helmi Sultansyah (7,8 tahun). Murid kelas 2 SD N 1 Pasie Rawa, Kota Sigli, Pidie, Aceh.

Kronologis :

Murid kelas dua SDN 1 Pasi Rawa, Kota Sigli tersebut harus menjalani perawatan di rumah sakit plat merah itu sejak Senin (06/8/2018), karena tidak bisa menggerakkan kedua kakinya. Menurut keterangan Dewi Rani (32) ibu kandung M Helmi, anak sulungnya mengalamai hal itu usai disuntik vaksin measless rubella (MR) di sekolah.
“Kakinya tidak bisa digerakkan dan berdiripun tidak bisa lagi, ketika berdiri jatuh,” kata Dewi, kepada beritakini Sabtu (11/8/2018).
Beberapa hari sebelum launching kampanye imunisasi MR digagas, kata Dewi, Helmi mengalami sakit demam dan sudah mendapat penenanganan medis.
Pada tanggal 1 Agustus 2018, anaknya kembali bersekolah seperti biasa. Di sekolah tempat M Helmi menimba ilmu yaitu SDN 1 Pasi Rawa, dilaksanakan launching vaksin Imunisasi Measles Rubella (MR) kepada anak-anak.
Sebelum ke sekolah, Dewi sudah mewanti-wanti agar anaknya menolak untuk disuntik. Namun, tiba-tiba anaknya tetap disuntik dan itu dilakukan tanpa diketahui Dewi serta suaminya.
“Saya tanya ke gurunya, apa anak saya ada disuntik dan gurunya saja tidak tau, tapi tiba-tiba sudah disuntik,” kata Dewi.
Sejak disuntik MR, menjelang malam Helmi mengalami kejang-kejang dan demam. Dewi akhirnya membawa buah hatinya berobat ke rumah sakit. “Setelah itu, anak saya tidak bisa lagi bergerak,” kata Dewi.
Masih dengan nada terbata-bata, Dewi berharap anaknya bisa disembuhkan seperti sedia kala. “Kami berharap anak saya bisa berjalan lagi, itu saja,” katanya.
Pantaun di ruang M Helmi dirawat, dia harus digendong oleh orang tuanya untuk ke kamar mandi.
Petugas medis yang menjaga pasien enggan berkomentar terkait rekam medis M Helmi. Mereka mengarahkan agar dikonfirmasi ke Manajemen RSUD Tgk Chik DI Tiro Sigli.
M Nur, Wakil Direktur RSUD Tgk Chik DI Tiro Sigli dikonfirmasi Beritakini. via selularnya juga tidak bisa menjawab mengenai diagnosa pasien bernama M Helmi tersebut.
“Itu ranahnya pelayanan, jadi ke Bidang Pelananan saja di telpon,” ujar M Nur.
Dr Dwi Wijaya Kabid Pelayanan RSUD Tgk Chik Di Tiro Sigli dikonfirmasi mengatakan tidak mengatahui persis diagnosa pasien tersebut. Dia meminta awak media menunggu hingga Senin (138/2018), agar bisa mendapatkan data detail diagnosa dari dokter yang menangani.
“Karena sedang ditangani dokter, jadi kami konfirmasi dulu. Jadi jangan berkembang pula nanti diagnosa aneh-aneh, jadi kami minta waktu sampai Senin,” ujar Dwi.
“Kami minta waktu hingga Senin (13/8), karena sedang ditangani dokter, jadi tunggu hasil dulu. Jangan nanti berkembang informasi yang aneh-aneh, sehingga menimbulkan opini baru di masyarakat,” kata Dwi.
Sementara itu, anggota Komite Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komda KIPI) Aceh, dr Herlina Sp.A menjelaskan sebelum menentukan seseorang anak itu KIPI ada SPO-nya.
"Kita harus mengevaluasi secara paripurna, kalau pemeriksaannya belum selesai menyeluruh, bagaimana kita menyatakan bahwa klinis anak tersebut saat ini disebabkan imunisasi MR. Dan yang menyatakan apa itu KIPI adalah KomDa KIPI," tegasnya.

Sumber berita : balikpapan prokal, mercinews

8. M. Arfah (13 tahun). Siswa SMPN 5 Takalar di Lingkungan Batu Maccing, Kelurahan Bulukunyi, Kecamatan Polongbangkeng Selatan.

Muh. Arfah semasa hidupnya

Kronologis : Seorang siswa SMPN 5 Takalar di Lingkungan Batu Maccing, Kelurahan Bulukunyi, Kecamatan Polongbangkeng Selatan bernama Arfah (13) meninggal dunia, Senin (13/8/2018) dini hari tadi. Korban meninggal hanya selang beberapa hari sejak diberi vaksin Measles Rubella (MR). Dari informasi yang dihimpun, Irfan diberi vaksi MR di sekolahnya pada Senin (6/9/2018). Sehari pasca divaksin, korban mengalami demam tinggi. Hingga hari ketiga pasca diberi vaksin suhu tubuh korban kian tinggi. Ia pun terpaksa dilarikan ke Puskesmas Bulukunyi, Polongbangkeng Selatan untuk mendapatkan perawatan. “Korban ini sehat sebelum diimunisasi di sekolahnya. Setelah diimunisasi dia demam tinggi selama dua hari di rumahnya,” ujar salah satu keluarga korban, Daeng Sibali. Keluarga korban yang lain bernama Herniyati Yusuf mengungkapkan bahwa usai divaksin, korban mengalami pembengkakan pada bagian lengan dan demam tinggi. Hingga dua hari di rumah sakit, kondisi korban tak kunjung membaik. Sehingga pihak keluarga memutuskan untuk membawa pulang korban. Kondisi korban kritis pada Minggu (12/8/2018) malam, sehingga pihak keluarga memutuskan membawa korban ke RSUD Padjonga Dg Ngalle. Namun, nahas belum tiba dirumah sakit, korban yang sedang dalam perjalanan meninggal dunia pada Senin (13/8/2018) sekitar pukul 03.00 Wita. “Setelah korban meninggal baru dokter datang untuk melakukan pengecekan darah, karena menurutnya dokter dari Puskesmas korban ini mengalami demam berdarah. Tapi kami langsung tidak menerima penawaran dokter itu. Buat apalagi dilakukan pemeriksaan darah kalau korban sudah meninggal,” kata Daeng Sibali. Saat ini jenazah korban telah dimakamkan pemakaman keluarga di lingkungan Batu Maccing, Kecamatan PolonbangkengSelatan, Kabupaten Takalar.


Irfan saat hendak dikuburkan

Meninggalnya siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) 5 Takalar yang diduga karena vaksin Rubella (MR) ditepis Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulsel dr Bachtiar Baso. Bachtiar mengatakan berdasarkan laporan anggota Komite Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KOMDA KIPI), kematian Muh. Arfah (13) dikategorikan bukan karena Vaksin Rubella yang suntikan.
"Informasi yang kami dapat dari dokter spesialis anak anggota dari KOMDA KIPI menjelaskan kematian itu bukan karena vaksin, untuk sementara akibat dugaan yang bersangkutan menderita demam berdarah sehingga terjadi pendarahan," ucap Bachtiar saat ditemui KABAR.NEWS usai bertemu Penjabat (Pj) Gurbernur Sulsel Soni Sumarsono bersama perwakilan WHO dan Unicef di Rujab Gubernur, Selasa (14/8/2018)."Pendarahan itu tidak ada kaitannya dengan vaksin, demam berdarah ketika trombosit-nya turun, demamnya turun biasanya terjadi pendarahan. Vaksin tidak ada kaitannya dengan itu," tegasnya.

Sumber berita : sulselsatu , kabar news
9. Fahri (12). Pelajar SMP di Pangkalpinang, Bangka Belitung. 
Fahri ketika dikunjungi tim surveillance dari Dinkes

Kronologis : Fahri sempat dilarikan ke rumah sakit lantaran suhu tubuhnya yang meningkat disertai muntah paska diberi vaksin Measles Rubella (MR), mendapati kabar tersebut, Tim Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan dinkes kota Pangkalpinang, Puskesmas Pangkalbalam langsung mendatangi RSUD Depati Hamzah untuk melihat keadaan Fahri. Tiba di ruangan Asoka, tim mengumpulkan informasi dari perawat dan dokter ruangan di ruangan kepala ruangan. Hampir 40 menit mereka mengumpulkan informasi terkait kondisi medis yang dialami Fahri. Pihaknya juga menggali informasi dari orangtua Fahri terkait kondisi anaknya bisa berada di rumah sakit. Usai mengumpulkan informasi, pihaknya langsung menyambangi Fahri ke ruang rawat yang masih terbaring dengan infus ditangannya.
Menurut, perawat jaga kondisi Fahri sudah mulai membaik dan sudah bisa berjalan dengan kondisi suhu tubuh sudah normal yakni 36.
Kasi Surveilans dan Imunisasi Dinkes Babel, M Rais Haru mengunkapkan beberapa pemeriksaan seperti tes urine dan tes fisik paska suntikan imunisasi sudah dilakukan pengecekan.
"Menurut petugas Puskesmas Pangkalbalam yang imunisasi satu jam lebih setelah imunisasi tidak ada reaksi apa, bekas suntikan tidak ada merah. Kita menunggu kesimpulan dari Komdak KIPI nanti," katanya.
Ketua Komisi Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (KIPI) Bangka Belitung (Babel) dr Helfiani mengatakan sudah melihat hasil laboratorium terhadap urin Fahri, pasien RSUD Depati Hamzah yang dirawat setelah panas tinggi dan selalu muntah tiap sesudah makan--yang sebelumnya.
Awalnya diduga kondisi Fahri ini akibat efek samping vaksin Measles Rubella (MR).
Hasilnya, KIPI Babel menyatakan demam panas yang dialami Fahri tak terkait dengan efek samping imunisasi MR. Fahri, kata Helfiani, mengalami panas tinggi karena infeksi saluran kemih.
"Jadi panasnya itu karena infeksi saluran kencing. Kebetulan pas disuntik MR. Bukan karena MR. Saya sudah konfirmasi kepada dokter dan bidan yang merawatnya, saya lihat hasil lab-nya, rupanya ada peningkatan sel darah putih di urinnya, jadi dia panas karena infeksi saluran kencing," ucap Helfiani kepada Bangka Pos, Jumat (3/8/2018) sore.
Kemudian, Helfiani menjelaskan, efek samping suntik vaksin MR biasanya tidak langsung terjadi setelah disuntik. Efek baru dirasakan pada lima hingga tujuh hari setelah disuntik. Hasil ini juga telah disampaikan kepada orangtua Fahri.
"Kalau efeknya baru terjadi pada lima sampai tujuh hari setelah disuntik, baru kemungkinan KIPI-nya ini karena MR ini. Kasus ini, setelah diperiksa ada infeksi saluran kencing rupanya, ini yang menyebabkan panas. Sudah kami sampaikan ke keluarganya, mereka sudah mengerti. Mungkin karena panik karena sebelumnya tidak tahu," ucap Helfiani.

Sumber berita : Bangka Tribun news.
10. Tiga anak di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Dua orang berasal dari Kecamatan Wonomulyo dan satu orang berasal dari Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polman.

Kronologis : Tiga anak tersebut dilarikan ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi berhari-hari usai disuntik vaksin Measles Rubella (MR) oleh petugas puskesmas setempat. Seluruh korban kini menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Polewali Mandar. Ketiga anak tersebut berasal dari Kecamatan Wonomulyo. Menurut perawat, dua anak telah diperbolehkan pulang karena kondisinya telah membaik setelah menjalani perawatan beberapa hari. Sementara satu orang anak kini masih menjalani perawatan. Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Polewali Mandar Suaib Nawawi membantah anak tersebut sakit akibat vaksin rubella. Menurut Suaib, dari hasil rekam medik, ketiga anak tersebut memang memiliki riwayat penyakit yang berbeda. “Memang ada tiga anak dilaporkan dilarikan ke rumah sakit, tapi belum pasti itu karena vaksin Rubella,” kata Suaib. 
"Jadi bukan karena vaksin MR, cuman kebetulan aja bersamaan. Yang sempat dirawat inap mememiliki riwayat penyakit faringitis, tapi juga sudah pulang karena sudah seha. Tiga hari yang lalu sebelum pulang saya sempat jenguk di RSUD," jelasnya.
Suaib mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir dan tetap membiarkan anak menjalani vaksin MR sebab sudah melalui riset atau sertifikasi dari kementerian kesehatan sebelum digunakan.
"Jadi sangat kecil sangat kecil kemungkinan akan terjadi, meskipun kami tidak menjamin, sampai sekarang kami tetap jalankan. Tapi masyarakat yang persoalkan halal dan haram, tunggu saja keputusan MUI," tuturnya.
Sementara Penanggung Jawab Imuninasi Kabupaten Polman, Jamaluddin saat dikonfirmasi via telepon mengatakan, dua anak dari Wonomulyo memang disebabkan reaksi normal vaksin.
"Dari Desa Kebung Sari, dia juga anak petugas. Kemudian satu orang dari Campalagian namanya Ardiansyah, memang dari awal punya riwayat penyakit, kalau demam langsung kejang-kejang, kemudian kesimpulan akhir dokter dia Faringitis," tuturnya
Dinkes Luwu Tetap Lakukan Vaksinasi Ia mengimbau masyarakat agar tidak resah dengan maraknya berita tentang anak yang sakit setelah divaksin Rubella. Dinkes Polewali Mandar sendiri tetap memberikan vaksian MR secara massal di sekolah-sekolah meski masih polemik soal status halal. Sejumlah petugas kesehatan yang mengelar vaksin menyatakan, vaksin MR terancam rusak jika tidak digunakan. Alasannya, tempat penyimpanan vaksin di puskesmas tidak memenuhi standar dan tidak aman untuk jangka waktu lama. “Ada sekitar 6 miliar vaksin bisa rusak kalau ditunda karena tidak bisa disimpan dalam waktu lama di puskesmas,” kata petugas kesehatan saat sibuk melayani vaksin massal di salah satu sekolah di Polewali Mandar.


11. Agustina Logo (9). Perempuan. Murid SD kelas IV Inpres Umpakalo, Wamena, Papua.

AL ketika meninggal

Kronologis : Seorang bocah perempuan yang tercatat sebagai murid SD kelas IV Inpres Umpakalo, Distrik Kurulu, Kabupaten Jayawijaya dikabarkan meninggal dunia setelah diberikan imunisasi Campak (Measles) dan Rubella (MR) di sekolahnya, Selasa (14/8/2018).
Dari keterangan sejumlah keluarga, korban meninggal setelah dilarikan ke Rumah Sakit Wamena usai mendapatkan imunisasi MR.
Wali kelas IV di sekolah tersebut, Herman menceritakan , petugas kesehatan dari Puskesmas Kurulu tiba di sekolah untuk melakukan imunisasi, setelah jam istirahat. Sekitar pukul 11.00 WP.
“Setelah itu seluruh murid disuruh masuk ke dalam kelas, lalu didata untuk diberi imunisasi. Sebelum imunisasi, korban tampak ceria, namun setelah diimunisasi langsung pingsan,” katanya.
Usai pingsan, korban langsung dilarikan ke rumah sakit Wamena didampingi empat guru dan juga petugas kesehatan setempat.
Agustinus Okama Kosay, keluarga korban mengakui pemberitahuan ke pihak sekolah dilakukan mendadak pada Senin (13/8/2018) malam.
Bahkan menurutnya, pihak sekolah pun sempat menolak adanya imunisasi karena dianggap mendadak, namun imunisasi tetap dilakukan.
“Undangan atau pemberitahuan ke sekolah disampaikan mendadak, sehingga bagaimana pemberitahuan itu bisa tersampaikan ke seluruh orang tua, sekolah sempat ingin membatalkan, karena setiap anak harus didampingi orang tua sebelum imunisasi,” ujar Kosay.
Disampaikan, memang sebelum imunisasi, sudah ada sosialisasinya. Namun itu hanya difasilitasi oleh Yayasan Berkat Lestari. Tanpa didampingi petugas kesehatan setempat.
Setahunya, AL ini dalam kondisi sehat. Namun dari keterangan orang tua korban bahwa memang yang bersangkutan kondisi fisiknya sedikit kurang fit.
“Seharusnya dengan kondisi fisik seperti ini harus dijelaskan orang tua sebelum diimunisasi. Tetapi dengan kondisi seperti ini, petugas kesehatan juga tidak menanyakan ke orang tua terlebih dahulu dan langsung imunisasi,” katanya.
“Tanpa ditanyakan ke orang tua anak ini sebelumnya pernah sakit atau tidak, kondisi kesehatan seperti apa harus ditanyakan, ada apa sebenarnya,” sambungnya.
Dirinya juga menyesalkan terlambatnya informasi yang diberikan Puskesmas setempat, soal akan dilakukan imunisasi.
“Keluarga baru tahu informasi pagi hari, jika pemberitahuan masuk satu dua hari sebelumnya, setidaknya orang tua akan dampingi, sekaligus bisa menjelaskan soal kesehatan anaknya. Dan saat kejadian, bapak ibunya sedang di kebun dan sekitar jam 12 siang baru mendapat kabar,” ujar Kosay.
Kapolres Jayawijaya, AKBP Yan Pieter Reba mengatakan pihaknya akan meminta keterangan dari para petugas kesehatan di Puskesmas Kurulu, yang melakukan imunisasi.


Jasad Agustina Logo

“Kami akan meminta keterangan dari semua pihak, baik sekolah maupun petugas 
Puskesmas untuk melakukan penyelidikan awal,” kata Yan Reba. 
Berdasarkan informasi sementara, Agustina merupakan siswa ke enam yang disuntik vaksin campak dan rubella di sekolahnya.
Sesaat setelah disuntik, Agustina langsung pingsan sehingga dilarikan ke RSUD Wamena, namun dalam perjalanan anak itu sudah meninggal dunia.
Seorang dari beberapa guru yang mengantar Agustina ke RSUD mengatakan bahwa anak tersebut memang pernah pingsan saat di sekolah.
"Sering pingsan. Itu sudah lama," kata seorang guru di RSUD.
Lima siswa lainnya yang sebelumnya disuntik vaksin campak dan rubella bersama-sama dengan Agustina, dilaporkan dalam keadaan baik, atau tidak mengalami masalah seperti Agustina.
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Provinsi Papua Aloysius Giay menyatakan penyebab kematian AL (9) bukan oleh vaksin measles rubella (MR) yang disuntikkan ke tubuh anak itu. Pasalnya, enam anak lainnya yang divaksin MR dalam keadaan sehat. Aloysius menjelaskan, banyak hal yang bisa memengaruhi keadaan fisik seseorang, misalnya imunitas tubuh. "Berdasarkan hasil pertemuan dengan Dinas Kesehatan Jayawijaya dan Puskesmas Kurulu, diketahui bahwa tujuh anak lainnya, yang mendapatkan imunisasi dari vial atau botol yang sama dengan Agustina, berada dalam kondisi baik. Oleh karena itu, saya mengajak kita semua untuk tetap tenang," katanya, Kamis (16/8/2018).
Pemerintah Kabupaten Jayawijaya akhirnya menyelesaikan permasalahan kasus meninggalnya seorang murid SD Inpers Umpagalo Disstrik Kurulu setelah pihak keluarga dari almarhuma Agustina Logo menerima penawaran kompensasi dari pemerintah daerah sebesar Rp. 500 juta.
Dalam pembayaran kompensasi yang dilakukan di ruangan Asisten 1 Setda Jayawijaya, Wakil Bupati Jayawijaya Jhon R Banua mengakui jika pihaknya telah menyelesaikan masalah ini setelah melalui diskusi yang panjang dengan pihak keluarga yang sebelumnya tetap bersikukuh dengan meminta uang sebesar Rp 1 miliar dan 100 ekor wam (babi).
“Setelah kita melakukan negosiasi dan menjelaskan jika tak ada unsur kesengajaan yang dilakukan hingga merenggut nyawa anak tersebut maka mereka sudah sepakat untuk dibayar Rp 500 juta,”ungkapnya usai membayar kompensasi, Selasa (21/8).
Menurutnya, uang kompensasi Rp 500 juta ini ditujukan untuk semua. Artinya sudah semua permintaan dipenuhi oleh pemerintah daerah sehingga pihak keluarga sudah mempersilakan Puskesmas Kurulu untuk kembali melakukan aktivitas imunisasi dan aktivtas pelayanan kesehatan lainnya seperti biasa.
“Pembayaran ini sesuai dengan petunjuk Bupati Jayawijaya yang kita jalankan, dimana pemda tak pernah membayar kompensasi hingga miliaran dan hanya Rp 500 juta yang ditawarkan seperti penyelesaian kasus yang lain,”jelas Jhon Banua.
Ia juga menyatakan jika saat ini permasalahan ini telah selesai sehingga tak ada halangan lagi untuk melaksanakan imunisasi di Kabupaten Jayawijaya. Pihak keluarga juga telah menandatangani beberapa dokumen yang disiapkan dari pemerintah daerah sebagai tanda terima dan penyelesaian masalah ini.


12. Selvia Az Zahra (6,5 tahun). Lahir tanggal 19 Februari 2012. Kelas 1 SDN 019 Gn. Samarinda, Balikpapan. Muara Rapak, Balikpapan Utara, Kalimantan Timur.
Selvia yang meringis kesakitan

Kronologis : Selvia menerima vaksin di sekolah SD 019 GN. Samarinda pada tanggal 6 Agustus 2018. Anak divaksin dalam kondisi sehat. Selvi disuntik di sekolahnya oleh petugas Puskesmas Gunung Samarinda. Hanya ditanya batuk atau tidak, demam atau tidak. Lalu dienjus. Sang ibu tidak tahu jika anaknya disuntik. Di hari sama, siang hari, Selvi duduk sendirian di lapangan dekat rumahnya. Para tetangga, Ibu Risma dan Ami, mendengar Selvi menangis keras. Ibu korban masih kerja. 
Ibu Risma bertanya pada Selvi, "Kenapa nangis, lapar? Jatuh atau dipukul?" Ternyata tidak. Selvi menjawab habis disuntik di sekolahnya. Beberapa temannya ada yang gatel. Tapi Selvi ngilu di paha kanan. 
Malam hari, Selvi demam, pusing. Ibu Selvi Bu Marliani bilang, "Nangis teriak-teriak kesakitan kayak orang gila. Saya gak tahu kenapa." 
Esoknya, masih disuruh sekolah tapi Selvi mulai sulit jalan. Pincang dan membungkuk. Ibunya melapor ke sekolah. Pihak sekolah hanya menyarankan ke Puskesmas. 
Di Puskesmas, menurut Marliani, dokternya ngomong bahasa Inggris yang ia tidak mengerti. Lalu bilang, 
"Tidak ada hubungannya dengan vaksin. Ibu jangan bilang siapa-siapa kalau anaknya habis diimunisasi MR. Ini penyakitnya berbarengan dengan pas divaksin jadi tidak ada kaitannya." 
Marliani meneruskan, "Diperiksa saja tidak kok bisa langsung dibilang tak ada kaitan dengan vaksin. Lalu gimana dengan korban di media, internet. Kata dokternya itu bohong, isu. Mana orangnya yang bilang begitu, suruh hadap ke saya." 
Marliani tidak terima dengan penjelasan itu. Jelas-jelas anaknya sehat, disuntik tanpa izin, lalu lepas tangan. 
"Kenapa pakai bahasa Inggris. Berkode gitu. Saya gak ngerti. Kok ada yang ditutupi. Setelah itu, dokter itu menelpon ke luar," kisah Marliani. 
Akhirnya pihak Puskesmas merujuk ke RSUD Gunung Malang Balikpapan. Di sana tidak diperiksa. Selvi hanya diminta meluruskan kakinya. Lalu diberi obat anti nyeri dan vitamin. 
Tapi tetap dibilang tidak ada kaitan dengan vaksin. Ia diminta agar anaknya ikut terapi dengan biaya sendiri atau ikut BPJS. 
"Tapi BPJS kan bayar. Uang dari mana saya. Ini saja terpaksa saya berhenti kerja untuk merawat anak saya." Marliani pun tak keberatan bila dilakukan penggalangan dana. 
"Saya hanya ingin anak saya kembali normal. Bisa jalan lagi, sehat lagi seperti semula. Tapi saya tak tahu biaya dari mana." 
Selvi hanya diam saja. Sesekali menahan rasa ngilu. "Sakit, Ma..."
Setelah viral kasusnya, baru walikota turun tangan untuk memberi rawat inap pada Selvia. 

dari klik balikpapan :

"Sampai sekarang tidak bisa berjalan normal. Anak saya cacat, Mas. Dimana tanggung jawab petugasnya," tutur Marliani, ibu korban ditemui di rumahnya, Minggu, 19/8/2018.
Marliani juga merasa kesal lantaran Walikota Balikpapan Rizal Effendi telah menghentikan program ini.
"Tapi kenapa anak saya masih disuntik di sekolahnya. Itu pun tanpa izin saya, kan saya yang tahu kondisi anak. Kenapa dipaksa. Ini kan melanggar UU. Melanggar perintah pak Walikota juga. Pak Wali harus memarahi anak buahnya. Setelah anak sakit pun tidak ada yang tanggung jawab. Saya hanya ingin anak saya normal," tutur Marliani.
Selvi, jelas Marliani, disuntik di sekolahnya tanpa izin darinya. Selvi disuntik petugas Puskesmas Gunung Samarinda tanggal 6 Agustus 2018 di sekolahnya, setelah Walikota Rizal meminta penundaan.
"Kenapa Puskesmas dan sekolah mau mengambil hak saya sebagai orangtunya. Izin dulu dong harusnya. Jangan main suntik saja," geram Marliani.
Ia mengetuk hati penguasa agar bisa membantunya. "Pak Walikota Rizal tolong bantuin anak saya. Saya tak minta apa-apa, hanya minta anak saya bisa normal lagi," pinta Marliani, diamini para tetangganya.
"Betul Mas. Tetangga semua tahu Selvi ini sehat dan ceria. Tapi habis disuntik vaksin MR malah gak bisa jalan," sambung Anita, tetangga korban.
Saat KLIK menyambangi rumah korban, para tetangga berduyun-duyun ikut mendampingi keluarga korban. Selvi yang tinggal di rumah ibunya berukuran 3x4 meter, hanya bisa menahan rasa ngilu.
"Sakit, Ma," keluh Selvi, yang sedari tadi mengelus paha kanannya. Ia tidak bisa lagi berjalan normal. Bahkan sekadar meluruskan kaki kanannya juga tidak mampu. Saat diminta berjalan, ia tak kuat menopang badannya. Jalannya terseok-seok.
"Tuh, lihat sendiri kan, Mas. Siapa yang tega melihat anak sehat ceria tau-tau bisa begini. Apalagi perempuan. Semua tetangga di sini tahu Selvi itu lincah," tutur Ami, yang juga tetangga korban.
Apa tanggapan sekolah dan pihak Puskesmas? Ani bercerita, tidak ada tanggung jawab apapun dari pihak terkait. Dari sekolah hanya disarankan ke Puskesmas.
Setelah ke Puskesmas Gunung Samarinda dan menemui dokter yang menyuntiknya, lanjut Marliani, hanya dibilang bukan terkait vaksin.
"Ada tiga orang dokter tapi ngomongnya bahasa Inggris. Berkode gitu. Saya gak ngerti. Cuma bilang, 'ibu jangan bilang siapa-siapa kalau anaknya habis diimunisasi MR'. Kok menutupi gitu sih," kesalnya.
Marliani melanjutkan, jelas-jelas anaknya sehat sebelum divaksin. Usai divaksin merintih, demam, pusing, lalu tak bisa jalan.
"Kok dokternya bilang mungkin penyakitnya datang bersamaan saat disuntik. Kan aneh Mas. Saya gak terima lah jawabannya aneh," kesalnya. Anaknya pun dirujuk ke RSUD Gunung Malang.
Di sana diberi obat anti nyeri gratis. "Lalu dibilang anak saya ikut terapi saja dengan biaya sendiri. Katanya bukan karena vaksin. Tapi kok tidak diperiksa hanya diminta kakinya diluruskan," sesalnya.
Ani pun bingung dokter hanya menyarankan agar anaknya ikut terapi dengan biaya sendiri. Ia juga diminta membuat BPJS. "Kan BPJS bayar juga. Saya uang dari mana?" tuturnya. Marliani mengaku tidak memiliki biaya untuk menyembuhkan anaknya.
Terlebih ia sendiri terpaksa berhenti bekerja untuk mengurus anaknya. "Mau kerja gimana, anak saya cacat begini. Suami sudah misah," ujarnya.
Ia hanya berharap pihak terkait membantu anaknya untuk kembali normal.
Anita, tetangga korban pun berinisiatif melakukan penggalangan dana untuk menyembuhkan Selvi.
Selvi yang beralamat di Jalan Payau Gang Merpati RT 33 No.14 Muara Rapak, Balikpapan Utara, hanya bisa meringis kesakitan. Sudah sepekan ia tidak bisa sekolah.
"Gimana mau sekolah, Mas. Tiap malam teriak-teriak kesakitan kayak orang gila. Jalan saja susah," jelas Marliani. 
Alhamdulillah, Selvi sudah berjalan normal dan sehat kembali. 
Sumber berita : Saksi: para tetangga (Ibu Anita, Ibu Ami, Ibu Risma, dan lima ibu-ibu lain plus satu anak kecil).

Sumber berita dari FB : Adhenitha (melalui FB dan WA ke penulis), klikbalikpapan

13. Syahril Abawi. Siswa kelas 3 di SDN 013829 Ledong Timur. Warga lingkungan XII Kuala Kel. Aekkanopan Timur, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labura.
Sekolah di SDN 013829 Ledong Timur Kecamatan Aek Ledong Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.

Syahril Abawi

Kronologis :

Seorang siswa kelas tiga di SDN 013829 Ledong Timur Kecamatan Aek Ledong Kabupaten Asahan meninggal pasca disuntik imunisasi Measless Rubella (MR). Siswa tersebut bernama Syahril Abawi warga Lingkungan XII Kuala, Aek Kanopan Timur Kabupaten Labura.
Ade Aprianti wali kelas Syahril Abawi didampingi Kepsek Marianto, rabu (15/8) di Ledong Timur membenarkan bahwa sebelumnya siswa kelas tiga tersebut di suntik Measless Rubella oleh pihak puekesmas sepuluh hari yang lalu.
"Petugas datang kesekolah menyuntik pada Rabu (1/8) lalu. Memang sebelum disuntik badan siswa tersebut berkeringat, bajunya basah," kata Ade Aprianti
Kepsek mengatakan, sebelumnya pihaknya belum ada memberikan surat untuk suntik imunisasi MR, karena tahun tahun sebelumnya tak pernah memakai surat pemberitahuan orang tua.
Pihak Puskesmas Aek Ledong menerangkan bahwa pihaknya telah memberikan imunisasi MR sesuai prosedur. Sebelumnya, pihak puskesmas juga memberi informasi kepada sekolah untuk memberitahukan kepada pihak orang tua siswa.
"Sudah sesuai prosedur, dan sebelum disuntik dilakukan siswa juga diberitahukan untuk sarapan terlebih dahilu, bawa teh manis, cuci tangan dan punya kartu posyandu, dalam catatan kami tidak ada kontra indikasi saat mau disuntik," ujar Maharani kasubbag TU Puskesmas Aek Ledong.
Dinas Kesehatan Sumatera Utara belum dapat memastikan meninggalnya seorang siswa sekolah dasar di Kabupaten Asahan yang diduga akibat pemberian vaksin MR. Jawatan ini masih mengkaji kasus tersebut dengan mengumpulkan data dan melibatkan saksi ahli, KOMDA KIPI.
“Mengenai kasus ini masih dikaji oleh dokter spesialis penyakit dalam dan Komisi Daerah Pemanduan dan Penanganan Kasus Ikutan Pasca Imunisasi (Komda Kipi) dan akan diberikan klarifikasi secara resmi jika kasus sudah terungkap,” kata Suhadi, Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinkes Sumut, Rabu (15/8/2018).
Komda Kipi akan terus berupaya untuk mengungkap kasus ini, apakah Syahril Abawi, siswa SDN 013829 Ledong Timur, Asahan ini, meninggal akibat insiden pemberian vaksin MR (measles rubella). Hasil klarifikasi ini akan diperoleh secara resmi antara Sabtu dan Senin bulan ini.
“Pihak yang berwenang untuk mengklarifikasikan kasus ini adalah Komda Kipi, dan bekerja sama dengan dokter spesialis penyakit dalam. Saat ini masih dilakukan pengkajian,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Syahril Abawi siswa SDN 013829 Ledong Timur, Asahan. diduga meninggal setelah disuntik imunisasi vaksin campak-Rubella, Rabu (15/8). Dia diberikan vaksin campak – rubella oleh pihak puskemas sepuluh hari yang lalu.
Menurut keterangan kepala sekolah, Marianto, badan siswa tersebut sebelum disuntik sudah berkeringat dan bajunya basah. Pihak sekolah tidak memberikan surat untuk pengajuan pemberian imunisasi vaksin campak-rubella kepada orang tua.
Sementara, informasi yang diperoleh dari puskemas Aek Ledong meneyebutkan, pemberian imunisasi sesuai dengan prosedur, dan di dalam catatan mereka tidak ada kontra indikasi pada saat disuntik.
Ketua IDAI Sumut, Prof. Munar Lubis, SpA (K), menyebutkan belum pernah ada laporan kasus anak yang meninggal pasca imunisasi. Sebab reaksi suntikan imunisasi itu biasanya 4 hari setelah suntikan, baru demam.
Bukan begitu suntik, langsung demam. Ketua IDAI itu mengatakan kepada Waspada Rabu (15/8), terkait dengan pemberitaan meninggalnya anak ini. Menurutnya, "dalam kasus di Labura itu, mungkin si anak memang sakit, dan yang menyuntiknya tidak tahu bahwa anak sedang sakit", kata Munar. Dia mengakui memang ada KIPI. KIPI itu bermacam-macam mulai dari bekas suntikan memerah, bengkak, hingga demam. "Namun belum pernah ada laporan si anak meninggal akibat divaksin. Saya belum mendapat laporan di Labura itu", ungkapnya.
Dia menegaskan anak yang sakit tidak boleh diimunisasi. Dirinya menyarankan, anak boleh divaksin 2 minggu setelah sembuh dari sakitnya. "kalau saya biasanya tunggu 2 minggu setelah sembuh baru divaksin, karena kita tidak tahu penyakitnya kan. Apalagi saat ini yang melakukan vaksin ke anak adalah juru imunisasi. Dia tidak tahu itu, sakit apa anak itu", tegasnya.
Dia menduga, jurim hanya diajari cara menyuntik saja, sedangkan ilmu penyakitnya mungkin tidak diajari. Jurim itu dibina oleh puskesmas. Dia menyarankan, jika para jurim ini ragu ketika mau menyuntik, karena si anak sedang sakit atau baru sakit, maka sebaiknya dikonsultasikan dulu ke dokter. "Jangan hanya mengejar target, disuntik aja, padahal anak sedang sakit atau baru sembuh dari sakit", tambahnya.
Sedangkan Kepala seksi (Kasi) Imunisasi Dinkes Sumut, Suhadi mengaku sudah mendapatkan laporan kasus anak meninggal di Asahan. "Masih info lisan dari kabupaten", katanya.
Begitupun, kata Suhadi, pihaknya belum bisa memastikan penyebab anak itu meninggal. "Nanti akan ada klarifikasi setelah ada hasil dari tim ahli (Komda KIPI). Prosedurnya dari Pokja KIPI Labura, atau diserahkan ke Komda KIPI, tergantung hasil kesepakatan setelah dilakukan penyelidikan dan analis tim", tambahnya.


14. Anggi Rahmadania. Lahir di Tanah Bumbu tanggal 23 September 2007. Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Kronologis : Suntik di sekolah SDN 2 Kersikputih Kab. Tanah Bumbu. Pada tanggal 8 Agustus 2018 sekitar jam 11.00 dilakukan suntik vaksin MR, setelah disuntik kurang lebih 1/2 jam langsung kejang. Orang tua langsung membawa anak pulang ke rumah. Sampai di rumah, kurang lebih 10 menit di rumah langsung dilarikan ke RSUD, dari saran si pemberi/petugas imunisasi vaksin MR. Setelah di rumah sakit langsung ditangani dan hasil diagnosa dari dokter dan hasil citiscan dan hasil lab darah dan kencing, hasilnya tidak ada penyakit dan bukan dari vaksin MR. Kasus ini sudah dimediasi dipertemukan antara lain kapolsek, orang tua korban, kepala dinkes, dan dirut RSUD dan datanya disembunyikan tidak diberikan sebagai bekal untuk si korban.dirumah sakit selama 1 minggu.
Orang tua sudah lapor petugas suntik dan ibu korban kipi tidak tau apa tanggapan dari laporan itu, karena yang melapor kakek dan ayah korban. Kondisi sehat walafiat tanpa ada riwayat sakit bawaan.
Sebelum kejadian ini, setiap kali vaksin tidak ada reaksi apa-apa. Anak tidak memiliki penyakit genetis. Tidak ada santunan berupa materi dari dinkes atau instasi terkait dan cuma santunan pengobatan secara kontrol rutin di RSUD. Orang tua tidak mau lagi vaksin anak, apa pun bentuknya.

Sumber berita : Orangtua korban melalui pak Ahmad Saleh (anggota Komunitas Thinker Parents).

15. Asella Novianti. 9 tahun. Bengkulu.
Pekerjaan Ayah/Ibu : jualan sosis 
Alamat : Flamboyan 17, Skip, Bengkulu



Kronologis :

Pada tanggal 13 Agustus 2018 Sella disuntik vaksin MR di sekolah SD 36 Bengkulu, tanpa pemberitahuan kepada pihak orangtua terlebih dahulu. Setelah itu Sella mengalami panas tinggi disertai batuk pilek selama 3 hari. 2 hari panas turun. Di hari ke 6 Pasca vaksin Sella mulai susah bergerak. Saat ini Sella dirawat di RS M Yunus Bengkulu. Kata Dokter, Sella nyaris lumpuh, mirisnya dokter menyatakan ini disebabkan karena batuk dan kecapekan gendong tas. Pihak RS merujuk ke RS Palembang, tapi orang tua Sella yang sehari-hari jualan sosis mengalami kendala biaya.

Sumber berita : Ngadiman dan Darsih (orang tua) melalui Fitri (Tim Komunitas Thinker Parents).
16. Alkhalifi Virendra Shafwan. Lahir tanggal 5 Mei 2017. Saat sakit umur 1 tahun 3 bulan yang saat itu menjalani perawatan intensif di PICU salah satu Rumah sakit Fatmawati, Jakarta selatan.
Kronologis : 
Pada tanggal 30 Mei 2018 siang jam 11.00 anak saya vaksin MR di Puskesmas. Jam 8 malam kaki sebelah kirinya lemas dan sulit di gerakkan hari esoknya kembali ke Puskesmas, dokter puskesmas bilang tidak apa-apa dan ingin di observasi. Tanggal 5-8 Juni dirawat di RS terdekat dan kemudian dirujuk ke RS yang lebih besar untuk menjalani pengecekan dan rawat jalan di RS tersebut sampai tanggal 29 Juni 2018.
Kelumpuhan Alkhalifi sudah menjalar sampai ke tangan kanan dan tatapan mata kosong seperti stroke. pada tanggal 02 juni dini hari Alkhalifi tidak bisa menghisap asi ibunya dan juga sesak nafas dan saya langsung membawanya ke RS Rujukan dan masuk IGD. Tanggal 3 Juni 2018 masuk ruang PICU lalu dokter mendiagnosis Alkhalifi menderita GBS, meningitis, TB otak, paru-paru dan sepsis. Mendengar diagnosis tersebut hati saya hancur karena tidak bisa membayangkan bayi kecil saya harus bertarung dengan banyak monster di tubuhnya.
Satu minggu di ruang PICU terjadi penurunan kesadaran dan harus menggunakan ventilator utk pernafasan . Setelah CT Scan ulang terdapat cairan di kepala (hidrocephalus) Alkhalifi juga sudah melakukan operasi pasang VP shunt (selang kepala) untuk mengeluarkan cairan di kepalanya. selama 7 minggu dirawat baru sempat 2 hari diruang perawatan tetapi demam tidak turun juga kejang dan akhirnya sekarang kembali lagi ke ICU. Sampai sekarang Alkhalifi masih di rawat di ICU salah satu RSU Jakarta Selatan.
Untuk pengobatan Alkhalifi di cover BPJS namun saya memang masih membutuhkan bantuan dana untuk biaya akomodasi selama di RS dan keperluan lainnya seperti Pampers ataupun susu high protein khusus untuk bayi saya. Ada beberapa biaya yang tida cover BPJS seperti beberapa obat dan lab yang harsu dilakukan di luar RS. Selain itu dokter juga tidak tahu kapan Alkhalifi akan terus dirawat. Namun saya akan tetap berusaha untuk kesembuhan bayi saya.
Suami saya juga terus berjuang dengan bekerja siang dan malam sebagai driver ojek online dan saya sebagai Ibu rumah tangga. Alkhalifi merupakan anak ketiga kami dan saya berharap dia akan sembuh seperti kakak kakaknya di rumah. Saya berharap saudara saudara berkenan hati membantu saya demi kesembuhan bayi saya.

Sumber berita : Andini (Ibu dari anak) melalui WA penulis.

JUNI - NOVEMBER 2017

1. Ghina Naziba Yasmin. 11 tahun. SDN Sentul I. Warga Desa Nutug RT 03/RW 06, Kecamatan Citeuteup, Kabupaten Bogor.

Kronologis : 
(dari tutur sang Ibu) 9 Agustus disuntik vaksin rubella di sekolahnya.
Tiga hari pasca disuntik vaksinasi Ghina mengalami buang air besar hebat 2 hari, setelah itu anak saya sekolah seperti biasa tetapi sambil kakinya diseret, ketika saya tanyakan katanya kakinya sakit, sebelum disuntik anak saya baik-baik saja dan sehat, tidak ada yang aneh pada diri anak saya, tetapi pasca disuntik kok malah anak saya sakit".
Bukan itu saja, keluarga juga seperti dilarang membeberkan kejadian yang menimpa anaknya itu kepada publik.
“Dokter tidak menjelaskan tentang penyakit anak saya, bahkan setelah anak saya meninggal dunia saya diminta pihak rumah sakit untuk tutup mulut,” terangya.Seminggu setelah mendapatkan suntikan imunisasi rubella di sekolahnya SDN Sentul I, tiba tiba Ghina lumpuh,
Karena panik, sang ibu mengajak paman korban ke rumah sakit. Namun beberapa rumah sakit yang didatangi selalu menolak dengan alasan keterbatasan alat.
“Kami ke RS Insani, Annisa, Trimitra, RSUD Cikaret, saat kami sebutkan lumpuhnya anak kami setelah imunisasi mereka angkat tangan. Baru kemudian kami ke Sentra Medika diterima dan di sana anak saya meninggal setelah sempat dirawat,
Hasil pemeriksaan : Dinkes memastikan berdasarkan hasil audit, Ghina meninggal bukan karena imunisasi rubella, melainkan terkena infeksi otak. tidak ada kaitan antara vaksinasi MR dgn kematiannya. Hasil pemerikasaan dokter RSSM, laboratorium, rontgen, MRI, cek cairan otak menunjukkan adanya infeksi otak (encefalomyelitis).

Sumber berita : jabar pojoksatu.

2. 8 Balita dirawat di rumah sakit, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

Kronologis : 
Dari 125 laporan efek samping ringan mulai dari demam, muntah dan diare yang cukup diberikan obat, dapat sembuh. Sementara 8 sasaran yang rata-rata balita, terpaksa dirawat di puskesmas atau rumah sakit karena mengalami penurunan kondisi tubuh. (Hendro Subagyo, Kasi Imunisasi dan Surveilan Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar). menurut Hendro semua laporan itu sudah ditindaklanjuti dan sudah ditangani tim kesehatan dan dinyatakan sembuh. Hendro mengaku rata-rata mereka yang terkena efek samping karena saat imunisasi dalam kondisi kurang sehat tetapi enggan mengatakan kepada petugas imunisasi.

Sumber berita : news detik

3. Arya Dimas, 4 tahun, warga Dusun Besole Desa RT 1 RW 3 Desa Darungan, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

Kronologis : 

Arya Dimas (4), warga Dusun Besole, Desa Darungan, Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar meninggal dunia pasca mendapatkan imunisasi MR. Tujuh hari pasca meninggalnya Dimas, Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar menyatakan jika penyebab kematian Dimas bukan karena dampak atau kejadian ikutan pasca imunisasi (Kipi) MR.
Hal itu ditegaskan Kepala Bidang (Kabid) pencegahan pemberantasan penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Blitar Krisna Yekti. Kata Krisna, pasca diimunisasi MR pada 15 Agustus lalu, Dimas masih bisa bersekolah dan melakukan kegiatan seperti biasanya. Baru pada 17 Agustus atau dua hari setelahnya, Dimas mengalami muntah, diare, serta kejang. Dimas sempat dirawat di rumah sakit Aminah Kota Blitar, namun nyawa Dimas tidak tertolong.
"Setelah diimunisasi masih bisa beraktivitas seperti biasa," papar Krisna, Kamis (24/8).
Kata Krisna, pasca kematian Dimas, pihaknya melalui Komda Kipi Kabupaten Blitar sudah menelusuri dan mengumpulkan data di lapangan. Kemudian data tersebut diserahkan kepada pemerintah provinsi Jawa Timur. Krisna menyebutkan berdasarkan informasi yang ia terima dari Dinkes Provinsi, Dimas memang memiliki riwayat GE (Gastroenteritis) atau penyakit infeksi pada perut. Kata Krisna, imunisasi MR tersebut waktunya bersamaan atau berdekatan dengan sakit GE.
"Sebenarnya yang berhak memberikan statement lebih lanjut adalah Dinkes Provinsi Jatim, karena semua laporan sudah kami serahkan ke Dinkes Provinsi," ungkap Krisna. 
Lebih lanjut Krisna menjelaskan biasanya pada setiap imunisasi tak terkecuali imunisasi MR, memang selalu ada kejadian ikutan pasca imunisasi (Kipi). Namun hanya sebatas demam, dan rasa nyeri di bagian yang disuntik. 
"Setiap habis diimunisasi biasanya memang anak atau balita akan mengalami demam atau nyeri di bagian yang disuntik, namun hanya sebatas itu saja," terangnya. 
Sementara Ismail, kerabat Dimas juga mengatakan hal senada. Pasca diberi imunisasi MR Dimas masih bisa bersekolah. Kemudian dua hari setelahnya dimas mengalami kejang. Namun sebelum imunisasi MR pun Dimas memang sudah sering mengalami kejang, sehingga pihak keluarga belum membawa Dimas untuk mendapatkan perawatan medis. Setelah Dimas mengalami muntah dan diare keluarga pun akhirnya membawa dimas ke rumah sakit. 
"Dibawa kerumah sakitnya tanggal 17 Agustus sekitar jam sembilan pagi, lalu kondisinya ngedrop dan sorenya dinyatakan meninggal dunia," jelasnya 

Sumber berita : Detiknews, Kumparan

4. Fajrik (lelaki), kec. rowosari kendal, Jawa Tengah. antara kelas 1 atau 2 SD tantenya kebetulan kurang ingat.


Fajrik sebelum vaksin

Kronologis : 

Setelah vaksin MR, badan anak demam . Biasanya ibu memberikan parasetamol. Tante anak (yang memberikan berita ini) kurang faham apakah parasetamolnya dari bidan yang memberi vaksin atau beli sendiri. Kata kerabat parasetamolnya dari bidan yang memberikan vaksin dan keluarga yakin tidak ada istilah kadaluarsa parasetamol atau salah beli parasetamol. Dari sejak vaksin sampe hari ke-5 demam juga belum turun dan badan mulai melepuh sekujur tubuh sampe matanya melepuh mengeluarkan air. Lalu, anak dibawa ke Rumah Sakit Montong ( Montong adalah nama desa lokasi rumah sakit terdekat. Keluarga biasa menyebut RS montong jadi tantenya sudah lupa nama RS aslinya apa). Di rumah sakit ini, hanya beberapa jam saja lalu pihak rumah sakit merujuk di rs yg agak besar, RS kendal ( lupa juga nama RSnya apa ).


Fajrik setelah vaksin 


Di RS kendal belum genap 3 hari, pihak RS Kendal menyerah dan merujuk ke rumah sakit yang lebih besar lagi RS Semarang. Dan di rumah sakit tersebut, anak langsung ditaruh di ruang isolasi ( kurang faham pernah masuk ruang isolasi ato tidak ). Selama di ruang isolasi pasien dilarang bertemu dengan orang lain karena keringat orang lain akan berdampak tidak baik buat pasien. Sewaktu sekeluarga datang menengok pasien, dokter langsung bilang diharap jangan pada menjenguk karna setiap orang keluar masuk menjenguk si pasien. Badan anak kemudian tambah demamn. Mungkin karna kulitnya infeksi. Tidak bisa makan dan minum karena mulutnya terkena radang. Mungkin karena tingginya suhu sehingga mulut anak mengeluarkan darah. Jadi makan dan minum lewat selang di hidung. Biaya rumah sakit ditangung pemerintah karena orang tua pakai BPJS. Dokter tidak berani mengklaim karena efek imunisasi . Dokter cenderung bilang mungkin karena efek parasetamol. 
Sebagai catatan, anak tidak mempunyai alergi kulit dan tidak tercatat punya penyakit apa apa ato penyakit keturunan pun tidak.
Kami pasrah mungkin lagi di uji oleh Allah mengingat 2 ponakan yang lain yang divaksin tidak apa apa. Melepuh nya sudah kering sehingga terlihat merah merah kayak bekas terbakar. Total anak demam sudah 3 minggu dari sejak imunisasi.
Tgl 1 september (update) 
Fajrik masih di ruang isolasi, menunggu hingga radangnya membaik. Radang di mulut membuat Fajrik susah makan lewat mulut. Tapi alhamdulillah tidak rewel. Bekas-bekas melepuh di tubuh juga mulai kering. Semoga berangsur membaik.

Sumber Berita : Shannaz Nur Tracak (tante korban)


5. Sarifah Paradika. 11 tahun. Siswi kelas V SD Negeri Jogoyudan 2 Lumajang Jawa Timur.

Kronologis : Sarifah (11) putri pertama dari Agus Suroso meninggal dunia pasca ikuti Imunisasi MR (Measles Rubella) di sekolahnya yakni Sekolah Dasar Negeri Jogoyudan 2 Lumajang Jawa Timur beberapa waktu lalu tepatnya Rabu (6/9).
Sarifah yang merupakan siswi kelas V tersebut dikatakan oleh ayahnya (Agus Suroso) sempat alami demam tinggi hingga kejang, keluar air seni tak beraturan sebelum akhirnya meregang nyawa. 
"Sorenya mengalami demam tinggi dan kejang-kejang yang disertai keluarnya air seni, dan tak sadar," kata Agus, Sabtu (9/9). 
Masih kata Agus, dirinya menyanyangkan pihak sekolah yang tidak memberikan sosialisasi terlebih dulu pada wali murid, sehingga pengetahuan dari wali murid tentang riwayat dari kondisi terkini (kesehatan) putra putri tidak didapati jelang dilakukannya imunisasi MR. 
"Safira akhirnya meninggal dunia setelah mendapat penanganan medis dari Puskesmas Kota dan dirujuk ke RSI," ucapnya sembari tertatih-tatih menahan tangjs. 
Dilain tempat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang Jawa Timur Dr. Triworo mengiakan jika peristiwa itu terjadi. 
Di sisi lain pada sejumlah awak media ia mengatakan, jika pihaknya sudah melaksanakan program Imunisasi MR sesuai prosedur atau mekanisme dengan benar. 
"Sebelumnya korban sudah mengalami sakit sekitar satu Minggu, sehingga tidak masuk sekolah. Namun saat imunisasi MR disekolahnya, ibu korban memaksa anaknya untuk masuk sekolah, tujuannya untuk mengikuti Imunisasi MR," ujarnya. 
Mantan Direktur Utama RSUD Dr. Haryoto Lumajang ini menyayangkan jika murid yang masih sakit tidak mengatakan kepada petugas kesehatan jika kondisinya masih sakit. 
"Dampak setelah dari Imunisasi MR itu salah satunya demam, dan pihak petugas kesehatan sebelum melakukan imunisasi tersebut selalu berkoordinasi terlebih dahulu kepada Kepala Sekolahnya. 
Sementara Kepala UPT Pendidikan Kota Lumajang Drs. Sukoco tidak berani mengatakan jika meninggalnya Sarifah merupakan akibat dari injeksi imunisasi MR yang dilaksanakan melalui sekolah SDN Jogoyudan 2. 
Selain membenarkan sosialisasi dari Dinas Kesehatan sudah dilakukan kepada Kepala Sekolah, namun Sukoco menggraris bawahi jika tiap sekolah mempunyai tekhnis dan cara sendiri - sendiri dalam bersosialisasi untuk menyampaikan terhadap wali muridnya. 
"Yang pasti ada siswa yang meninggal, namun kami tidak bisa mengatakan jika siswa SDN Jogoyudan 2 meninggal karena imunisasi rubella," ucapnya singkat. 
Hingga berita ini ditayangka. Pihak Kepala Sekolah SDN Jogoyudan 2, Sutinah S.pd belum bisa dikonfirmasi karena nomor hpnya tidak bisa dihubungi. 
Memasuki hari keempat meninggalnya Safira Faradika (11), siswa kelas 5 SD di Lumajang, Jawa Timur, suasana duka masih menyelimuti keluarga. Sang ayah, Agus Suroso, tak henti-hentinya menatap dan memandangi barang-barang milik putri sulungnya yang diduga meninggal dunia akibat vaksin MR itu.
Agus mengaku, sebelumnya telah mengikhlaskan kepergian Sarifah yang amat mendadak. Namun, hatinya kembali panas setelah mendengar pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Lumajang, Tri Woro, saat konferensi pers pada Sabtu, 9 September 2017.
Menurut Agus, pihak dinas kesehatan terkesan tidak bertanggung jawab atas kesalahan prosedur yang diduga dialami anaknya saat pemberian vaksin MR.
"Sesaat setelah saya mendengar pernyataan Ibu Kepala Dinas Kesehatan, saya sangat menyesal sekali. Saya sangat kecewa sekali karena Beliau tidak mengakui kesalahan dan kekurangan dari prosedur dari kesehatan," tutur Agus, Minggu siang, 10 September 2017.
Dia mengatakan, masih akan berembuk bersama keluarganya, apakah kasus ini dilanjutkan atau tidak. "Sebenarnya Beliau itu sudah ke sini, tapi enggak bilang apa-apa, cuma bilang sabar gitu saja," katanya.
Dia menyebut pihak Dinas Kesehatan kurang menyosialisasikan perihal vaksinasi MR. Ia juga mengaku tidak mendapat pemberitahuan dari sekolah sebelum imunisasi itu diberikan pada anaknya.
"Sosialisasi itu tidak ada dan pemberitahuan dari sekolah juga tidak ada kalau ada imunisasi," ujarnya. 
Sebelumnya, Safira, siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Joguyudan, Lumajang, Jawa Timur, mengalami kejang-kejang sepulang sekolah. Pada Rabu siang, 6 September 2017, ia mengaku habis disuntik vaksin MR.
Ayah korban, Agus Suroso (43) mengatakan, sebelumnya anaknya sempat izin tidak masuk sekolah selama tiga hari karena sakit demam. "Setelah ikut suntik campak dan imunisasi rubella, anak saya pulang dan langsung tidur hingga sore. Saat bangun, anak saya pergi ke kamar mandi dan tak lama kemudian anak saya teriak minta tolong disertai kejang-kejang," tutur Agus.
Dia mengatakan, anaknya sempat dirawat di puskesmas terdekat, tetapi nyawanya tidak bisa diselamatkan. "Anak saya korban meninggal dunia pada Kamis dini hari kemarin," ucapnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang, Tri Woro menyampaikan jika pihaknya mengaku tidak mengetahui jika korban baru sembuh dari sakit demam.
"Korban meninggal bukan karena imunisasi rubella, tetapi karena sebelumnya dia memang sakit. Dan kebetulan rumah korban juga tetanggaan dengan puskesmas, maka tentu kita juga sudah takziah kemarin," ujar Tri.
Sumber berita : suarajatimpost , liputan6

6. Nana Puspita Sari. 14 tahun. Siswi SMP Negeri 3 Kasihan Bantul. warga Dusun Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. keluarga menolak memberikan kronologis.(harianjogja).

Kronologis dari Solopos : 

korban menjalani imunisasi Rubella pada Selasa (29/8/2017) lalu. Namun saat itu, kondisi korban tengah tidak vit karena sedikit flu dan demam ringan, ditambah lagi saat itu merupakan masa-masa menjelang menstruasi. Namun lantaran hanya flu biasa korban masih mampu berangkat sekolah. Sepulang sekolah, korban menderita demam tinggi hingga mengalami gejala kelumpuhan di bagian kakinya. Ia sempat berobat ke puskesmas dan dirujuk ke sejumlah rumah sakit. Kondisinya terus memburuk hingga menghembuskan nafas terakhir pada Jumat lalu. Jenazah dimakamkan Sabtu (9/9/2017)
Nahasnya pada hari yang bersamaan, SMP Negeri 3 Kasihan tengah menggelar imunisasi massal Rubella yang merupakan program nasional. Gadis malang itu tak luput dari tindakan imunisasi seperti rekan-rekannya yang lain, meski saat itu ia sudah memberitahukan kepada petugas imunisasi kondisinya tengah tidak vit.
Sumber berita : harianjogja, Solopos, Tribunjogja

7. Aisyah Zahira Albaiza (5th) vaksin MR di TK Rabbani Arcamanik Bandung.

Kronologis : 

Di vaksin di sekolah (TK Rabbani) kamis tgl 24 agustus 2017 dalam keadaan sehat karena yang tidak divaksin hari itu diliburkan. Malamnya langsung panas tinggi 39 C dkasih tempra forte ga turun2, jumat pagi dibawa ke dr. Nurahim dikasih obat tapi panas tetep ga turun.. sabtu pagi dibawa ke RS limijati dgn prof. Mirna dicek lab dbd negatif, mungkin typus dminta lagi cek lab hari senin.. tapi sabtu malam zha (panggilan Albaiza) sudah hilang kesadaran dan kejang2, sang ibu membawanya ke IGD RSIA Graha Bunda dan opname ditangani prof. Hary garna. selama opname cek lab typus negatif, rontgen bagus, dbd ulang msh negatif.. hari senin malam pulang ke rumah karena panas sudah turun dan semua hasil lab negatif.. akan tetapi di rumah kembali panas, sakit perut, dan sakit semua badan, kembali panas tinggi kejang2 hilang kesadaran bahkan tertawa2 sendiri.. kembali di bawa ke IGD RS Graha bunda, cek lab dbd lagi karena ada bintik merah tapi hasil tetap negatif hanya trombosit rendah dan ada pengentalan darah.. masuk lagi opname, sampai sini dokter belum kasih diagnosa walaupun sang ibu bilang berulang kali zha panas setelah di vaksin. Selama opname utk bab zha harus dibantu dulkolax.. jadi 3 kali dimasukin via anal. Selama opname zha dicek darah 2x sehari pagi dan sore. Sampai akhirnya zha sembuh.. sang ibu mendesak profnya utk mendiagnosa, dan beliau bilang memang ada kemungkinan KIPI. Vaksin gratis, tetapi sang ibu harus mengeluarkan uang sebesar 7 juta rupiah ditambah pengalaman yang sangat mengerikan. Zha baru pertama kali ini kejang seumur hidupnya.

Sumber berita : Fitri Albaiza (ibu korban), melalui FB.

8. Adhiyasta Prasraya Mahanipura, umur 4 tahun kurang 2 bulan. belum sekolah.

Kronologis : Pada hari Sabtu 16 sept suntik MR di Posyandu dekat rumah tanpa dicek terlebih dahulu anaknya (ngambil nomor antrian, dipanggil lalu disuntik) di Bogor setelah selang beberapa jam anak langsung bersin2 n bapil padahal saat mau disuntik kondisi fisiknya sehat lagi aktif2nya. Sang ibu memeriksakan anaknya ke dokter 24 jam sembuh akan tetapi ternyata keesokan harinya demam selama 2 hari dan ditambah muntah2 n akhirnya dibawa ke spesialis anak dan dokter bilang anak dehidrasi dan harus dirawat di RS Binahusada, Bogor. Tgl 19 sept, anak masih muntah dan dokter bilang perutnya masih kembung, sudah mulai bisa makan bubur. Ibu korban tidak melapor ke puskesmas yg menyuntik anak, dikarenakan sudah ikhlas dan takut berbuntut panjang.Setelah pulang dari RS, tgl. 27 Sept keluar bintik-bintik merah di area perut dan dada saja, tanpa demam.

Sumber berita : Maya Vetta (ibu korban) di trit gesamun.

9. Nadine aurelia wijaya. perempuan. 11 tahun. Kelas 5 SD. SDN Jelambar 01 Jakarta Barat.

Kronologis : Setelah vaksin (antara tanggal 1 atau 2 Agustus 2017), hari jumat (4 Agustus 2017) Nadine mulai merasa sakit, lalu ke dokter. Pulang kembali ke rumah, bukannya membaik malah memburuk kemudian hari Sabtu (5 Agustus) kembali ke RS ke dokter dirujuk ke ICU. Yang dirasakan : sesak tidak bisa bernapas, keram dan kesemutan seluruh badan. Akhirnya Nadine koma selama seminggu lebih di RS Harapan Kita Jakarta. Dokter bilang, bahwa kemungkinan hidupnya tinggal 2 % dan Nadine didiagnosa terken GBS (Guillain Bare Syndrome). 


Nadine saat koma


Tanggal 9 September, keadaan Nadine mulai membaik, alat ventilator sudah dilepas dan sudah bisa bernapas dengan chikaranya sendiri. Akhirnya, dipindah ke RS Tarakan, Jakarta Pusat karena ketidaktersediaan obat. Berdasarkan info dari tante Nadine tanggal 19 September 2017, minggu depan sudah bisa keluar dari RS tetapi badan masih lemas, belum bisa bergerak, jadi pemulihannya di rumah. Waktu itu dari pihak sekolah sudah bilang dgn departemen kesehatan , dan orang Depkes katanya mau datang tetap ditunggu tidak datang-datang.


Nadine mulai membaik 

Nadine sehat kembali berfoto dengan dokter yang merawat

Tgl 20 sept, Nadine dibolekan melanjutkan perawatan dirumah namun badan belum bisa berdiri dan bergerak. Dan ternyata, dokter menggratiskan seluruh pengobatan Nadine, alhamdulillah. Kabar terakhir Nadine sudah sehat kembali.

Sumber berita : Agustina awijaya Nakashima (tante korban).

10. RH (11), laki2. kelas 5 Sekolah Dasar (SD). Kampung Genteng RT 01 RW 04 Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. 


Kronologis : 

Bocah RH (11) hanya bisa tergolek lemah di ruang tamu tempat tinggalnya Kampung Genteng RT 01 RW 04 Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Menurut sang ayah Ujang Darmawan (40) putra tunggalnya itu mengalami kelumpuhan usai disuntik Measles Rubella (MR) di sekolah diikuti dengan timbulnya bentol-bentol merah di sekujur tubuhnya. Mulai tidak bisa jalan 29 Agustus 2017. 
Sebelum disuntik Uak RH bernama Toah (45) sempat menjelaskan jika bocah RH tengah mengidap penyakit Bronkitis. 
"Saat disuntik saya sedang kuli bangunan di Padang Sumatera Barat, ditelepon sama keluarga anak saya masuk rumah sakit katanya badannya lemah enggak bisa jalan," kata Ujang Darmawan (40) ayah korban kepada detikcom, Jumat (15/9/2017). 
Keluarga RH bahkan sudah memperlihatkan hasil rontgen yang menyebut jika bocah kelas 5 Sekolah Dasar (SD) itu mengidap Bronkitis. "Dari beberapa anak yang disuntik, nama anak saya bahkan dilingkari. Tapi ternyata tetap saja disuntik oleh bidan," lanjut Ujang. 
Sementara itu, Toah, menjelaskan jika sebelum disuntik keponakannya, ia menandatangani formulir. Dalam formulir itu ada pilihan tentang kondisi kesehatan anak yang akan disuntik imunisasi MR, saat itu Toah mengisi kondisi RH sedang mengidap Bronkitis. 
"RH ini tidak bilang sudah disuntik karena ada jeda beberapa hari setelah mengisi formulir. Saya sudah jelaskan kondisi RH sedang sakit, taunya sudah disuntik lalu ngeluh badannya lemas selang sehari kemudian baru dia total nggak bisa jalan," ujar Toah. 
RH diketahui mendapatkan vaksin MR pada Sabtu (19/8/2017) lalu, tidak hanya RH seluruh teman-temannya di SDN Langensari juga disuntik MR oleh pihak Puskesmas Limbangan, Sukaraja. Pihak Puskesmas sendiri sudah mengetahui kondisi RH dan sempat memberikan rujukan agar mendapat perawatan di RSUD Sekarwangi. 
"Saya mengadukan hal ini kepada pihak Puskesmas yang berlanjut dengan rujukan ke RSUD Sekarwangi, Cibadak. Anak saya dirawat 9 minggu, lalu diperbolehkan pulang meski kondisinya masih seperti sekarang," lanjut Ujang. 
Akibat mengalami kelumpuhan RH memilih untuk tidak sekolah, keceriaan tidak lagi muncul di wajahnya pasca mengalami kelumpuhan. "Dulu anak saya sehat segar bugar dan saya berharap kondisinya bisa kembali pulih seperti semula," lirih Ujang. 
Sementara itu saat dikonfirmasi terpisah Kusnadi, salah seorang staf Puskesmas menyebut jika kondisi RH telah mendapat penanganan dari dokter spesialis anak di RSUD Sekarwangi tinggal menunggu hasilnya. 
"Hari itu ada 277 anak yang juga menerima vaksin MR, kondisi seperti ini hanya dialami oleh bocah RH. Untuk kesimpulannya mungkin tinggal menunggu hasil pemeriksaan dari dokter spesialis," singkat dia. 
Keluarga besar RH berharap bocah itu kembali normal seperti sediakala. "Saya hanya ingin pihak pemerintah bisa memulihkan kondisi anak saya. Mau pahit, mau hitam mau putih kondisi anak saya harus normal kembali," tegas Ujang. 
Ditemui terpisah, Dasep Hidayat, Kepala Puskesmas Limbangan, Kecamatan Sukaraja membantah kelumpuhan yang dialami akibat imunisasi MR. RH sudah menjalani pemeriksaan lanjutan di RSUD Sekarwangi, hasilnya MR diketahui mengidap TBC tulang dan Suspect Thypoid. 
"Hasil pemeriksaan di rumah sakit RH mengidap penyakit TBC Tulang dan Suspect Thypoid atau gejala tipes, nah ini baru terdeteksi setelah RH menjalani perawatan," kata Dasep didampingi Kusnaedi Kasubag TU Puskesmas Limbangan, kepada wartawan Jumat (15/9/2017). 
RH menjalani perawatan dan pemeriksaan medis selama 9 hari. Setelah hasil pemeriksaan itu keluar RH kemudian pulang ke rumah diantar keluarganya. 
"Keluarga kan memberikan penjelasan juga, jika sehari setelah disuntik MR bocah RH ini sempat ikut lomba dan kegiatan pada 17 Agustus di kampungnya bisa saja itu juga memicu penyakitnya," lanjut dia. 
Menambahkan keterangan tersebut, Kusnaedi menjelaskan jika penyakit TBC tulang itu menahun dan sebelumnya bocah RH ini sempat tinggal bersama ibu nya di Padang Sumatera Barat. 
"Mungkin ada masalah keluarga RH ini ikut keluarga ayahnya disini. Bisa saja TBC Tulangnya memang dibawa dari kampung halaman ibunya di Padang, itu penyakit menahun dan bisa kambuh kapan saja," jelas Kusnaedi. 
Kusnaedi dan pihak Puskesmas berencana akan mengunjungi kediaman RH minggu depan dan membentuk tim dari beberapa program untuk melakukan pemeriksaan lebih jauh. 
"RH sudah diperiksa juga oleh tim Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi," tutupnya. 

Sumber berita : detiknews

11. Muhammad Isa Al-Jabbar. 5,8 tahun. Cimahi.

Kronologis :
Tgl 16 sep (sabtu) mendapat vaksin MR di posyandu. Berdasar informasi, anak dgn riwayat kejang boleh diimunisasi, lalu anak divaksin. Terakhir kejang 4,3 tahun.
Tgl 17 sep malam demam dan kejang.
Tgl 18 sep pagi kejang ke 2 kalinya. Dirawat di RS Umum Avisena, cimahi selatan, jawa barat.
Tgl 20 sep masih di rs. Diagnosa dokter setelah rontgen : pneumonia.
Divaksin dalam keadaan sehat

Sumber berita : Sri Rahayu N'chi (ibu korban) di FB.

12. Abimanyu. Laki-laki. 5 tahun. Rembang, Semarang, Jawa Tengah. TK negeri 2 Rembang.


Abimanyu saat sehat

Kronologis : 

Vaksin hari jumat (8 sept) dalam keadaan sehat sekali, setiap pagi pun selalu sarapan, itu menjadi prioritas utama. Setelah vaksin, Anyu makan siang lalu ikut sholat Jumat. Ibu selalu menanamkan pondasi agama yang baik kepada Anyu. Sehabis itu terus istirahat nonton tv lalu tidur, bangun jam 4. Habis itu sang ibu mengecek suhu badan normal, tidak ada di pikiran ibu bahwa dengan suntik MR bisa membuat nyawa anaknya melayang.
Malamnya masih bermain seperti biasa, lalu makan malam bersama ibu dan bapak. Lalu jam 9 malam minta tidur lagi. Sebelum tidur, diminumkan parasetamol. Sabtu pagi (9 Sept) badan pun tidak demam. Lalu dia pun sekolah seperti biasa.
Di sekolah jam 9 pagi, sang Ibu ditelpon gurunya klo putranya muntah. Lalu ibu menjemputnya untuk pulang. Sampai dirumah, badannya tidak demam..tapi ibu membalur tubuh Anyu pakai bawang merah dan minyak kayu putih. Habis itu minum susu, lalu Anyu minta tidur.
Lalu malamnya, muntah lagi, lalu ibu memberi obat paracetamol dan tolak angin anak. Tengah malam bangun terlihat sudah bugar dan sehat, dalam hati ibu berkata "alhamdulillah putra ku sudah sehat".
Minggu pagi (10 Sept) Anyu agak sedikit lemes dan pucat, berbeda dengan malam yang dilihat Ibu dan Bapaknya. Lalu Ibu membawa Anyu ke dokter, RS Keluarga Sehat Hospital (Pati).
Ibu pun bilang ke dokter apakah ini karena suntik rubella dok, karena hari jumat kemarin habis suntik? Dokter bilang tidak. Dikasih 3 obat (paracetamol, antibiotik dan anti mual). Sudah diminum tidur. Sudah tidak muntah lagi, makan pun mau, minum susu juga mau.
Malam menjelang isya mulai muntah lagi.
Lalu ibu membawa Anyu ke rumah sakit.dan dinyatakan harus masuk icu krn hilang kesadaran. Padahal di mobil masih sadar.
Semalam di rumah sakit putra tercinta menghembuskan nafas terakhirnya.
Diagnosa dokter bilang nya ditubuh Anyu ada virus, Tetapi tidak bilang virus apa.
Virus itu sudah menyebar keseluruh jaringan.
Kalau menurut ibu dan bapak Anyu, virus itu virus suntik itu, seandainya kena virus lewat udara mungkin daya imun anak mampu mengusir. Tetapi kalau sudah disuntikan ke jaringanan darah dan masuk jantung darah tsb dan dipompa oleh jantung akhirnya kan menyebar.
Anyu (panggilan Abimanyu) adalah anak yang sangat dinantikan, 4 tahun menikah baru dikaruniai anak setelah sebelumnya sempat keguguran. 

Sumber berita : Nia Iswandari (ibu korban).

13. Felicia Agustina. Perempuan. 5 tahun. Jl. Sani Bokoharjo Banjeng Maguwoharjo Depok Sleman. TK.

Kronologis : 

Felicia vaksin di sekolah tgl 13 September yang diadakan oleh puskesmas setempat. terhitung tgl 28 Sept, Felicia sudah seminggu di RS Sarjito. Masih menunggu hasil lab ini itu, akan tetapi semakin hari semakin sering kejang-kejang. Sebelum suntik dalam keadaan sehat. Namun kian hari kaki Felicia mulai seperti orang lumpuh tidak kuat untuk berdiri, bahkan berjalan. Sampai sekarang masih sering ambruk sendiri, karena tidak kuat berdiri. Sudah dibawa dan diperiksa ke puskesmas Depok Sleman, lalu dirujuk ke RS Sarjito, Ruang Melati 3. Nenek dari Felicia yang menungguinya di RS setiap hari. Dokter bilang ada kemungkinan dari vaksin, tapi status saat ini, hasil lab sedang ditunggu.

Sumber berita : Ibam Supriyono (paman korban).

14. Royyan Ari Mubarok. Laki-laki. 9 bulan 19 hari. Desa Krimun blok Karang Gadog, Kecamatan Losarang, Indramayu, Jawa Barat.


Royyan bersama sang ibu

Kronologis : 

Tgl. 5 September 2017 vaksin. Ketika disuntik, anak tidak sedang dalam keadaan fit, badannya hangat, akan tetapi tetap dipaksa oleh bidan/petugas yg ada di posyandu dengan alasan itu hanya anget bekas gendongan tanggan ibunya dan akhirnya anak disuntik. setelah disuntik tidak diberi obat untuk jaga2 barangkali panas. Siang harinya, anak demam tinggi, tidak diberi obat, hanya diberi minum terus, demam turun setelah 2 jam. Setelah demam turun, 3 x di siang hari dan 5x di malam hari. Sang ibu merasa bahwa diare kali ini berbeda dari biasanya. Biasanya kalau sudah dibawa berobat 2 hari setelah berobat biasanya langsung sembuh tapi ini tidak kunjung sembuh (total 3 hari diare) kemudian demam kembali, diberi obat penurun panas, demam turun akan tetapi kondisi anak kian melemah akhirnya di bawa untuk berobat ke bidan yang waktu anak tsb dilahirkan, diberi obat, namun frekuensi diare lebih sering malam 8x dan paginya 3 x, karena tidak ada perubahan akhirnya dibawa ke klinik tetapi dokter di klinik tidak sanggup (anak sudah koleps) karena tidak ada alatnya akhirnya dibawa ke RS Bhayangkara Losarang, dicari nadinya untuk pasang infus 2x gagal akhirnya bisa diinfus tetapi jalan infus (menurut sang ibu) terlalu pelan padahal seharusnya jika anak demam tinggi infus dipercepat (berdasar info dari teman sang ibu yg bekerja di bidang medis), demam tinggi 41,5 pas diberi obat lalu panasnya turun 39,6. Kecemasan tinggi melanda hati sang ibu namun hanya bisa diam dan mendaftar, menebus semua obat, pesan kamar lalu menghadap dokter akhirnya anak masuk diruang HCU (setara dengan ruang ICU) dari situ belum tau hasilnya dari sampel darah & pup sebenarnya sakit apa sang anak. Hati ibunda sangat sedih bertanya-tanya sampai separah itukah anak sakit. Masuk ke ruang HCU, ibu masih menggendong anaknya. Sang ibu sendiri juga baru sembuh setelah kecelakaan, namun dikuatkan untuk menggendong Royyan. Ketika sampai ke ruang HCU, alat untuk deteksi cairan infusan tidak jalan ke tubuh anak, keluarga panik dan terus berdoa hingga akhirnya bisa masuk ke tubuh. Lalu sang ibu disuruh nebus obat lagi, lalu dilakukan pemasangan selang untuk masuk asi melalui hidung, dan selang kateter. Hati ibu hancur berkeping-keping melihat anak dipakaikan alat, padahal sudah dipakaikan pampers kenapa mesti dipasang kateter. Ditambahl lagi, alat untuk deteksi jantung, hati, lambung, dan napas. Malamnya jam 10, sang ibu dipanggil dokter dengan membawa hasil lab, terdeteksi ada virus yang sudah menyebar di kepala dan paru-paru, sehingga itu yang menyebabkan panasnya tak kunjung turun. Ketika ditanya ibu apa penyebabnya bisa ada virus? dokter menjawab bisa jadi ada penularan atau ada cairan yang masuk sehingga tubuh tidak kuat untuk merespon. Dari situ dokter bilang untuk banyak berdoa/mengiklaskan bayi ini. Sang ibu masuk kembali ke ruang HCU, panasnya tidak kunjung turun akhirnya dikompres terus pakai air anget. Ketika di HCU, suami (ayah Royyan) menegurnya untuk makan/istirahat dulu tetapi sang ibu tidak mau meninggalkan Royyan, ibunda terus memegang tangannya. "dedek kalau kuat dilawan penyakit itu karena ini semuanya sudah jalan dari Allah tetapi kalau dedek sudah gak kuat lagi, bunda ikhlas mungkin ini yang terbaik tuk dek Royyan" sambil terus menerus baca Surat Yaasin dan ayat Kursi ibu melihat sang anak meneteskan air mata. mata kiri bercucuran, mata kanan hanya menggenang. Oleh sang ibu diseka pakai tisu dan setiap kali meninggalkannya untuk tebus obat dia seperti tidak mau ditinggal terus pegang tangan bundanya dengan erat. di suatu waktu, ibu sadar bahwa Royyan sudah tidak kuat lagi, sang ibu mulai bilang "bunda ikhlas nak, mungkin ini terbaik untuk dd" habis itu keluar air liur dari mulut anak, dilap, tambah banyak jadi pakai alat untuk sedot air liur lalu dimasukkan obat pakai alat lagi bukan via infusan. Pas tangannya dipegang terus sambil dioles minyak telon tai tambah dingin, sang ibu mengulang kembali kata2nya untuk mengikhlaskan Royyan dan merelakan Allah jika ingin mengambil anaknya karena semua hanya titipanNya dan Allah lebih sayang pada Royyan. Kata-kata ini diulang sampai 3 x. Ketika sang ibu bilang mau ke apotek untuk ambil obat buat roy supaya cepat sembuh akhirnya pegangan tangan tersebut terlepas, Berikut detail cerita dari Ibunda Royyan saya co pas dari percakapan kami di inbox FB: "Pas sy suruh sdr dr ibu tuk panggil abah dd royyan msk ke ruang HCU pas sy lht dilayar tuk diteksi jantung,hati,nafas,lambung perlahan" ngedrop yg tdnya diatas 222 lama" menghilang gak keluar angkanya 
pas muncul mulai dr 222 - 170 -169-120 - 90 - 80 -120 - 80 - 70 - 60 - 40 - 90 - 30 pas bunda trs bilng nak klu gak kuat jngn dipaksa nanti kami akan bertemu lg di syurga nya Allah pas abahnya msk trs alat tsb lngsng diangka 0 sy & suami nangis" tak henti" pas sy coba tuk bilng nak klu Allah lbh syng ini yg terbaik tuk royyan tiba" muncul lg di angka 170 pas abahnya mau lepas alat"yg nempel dibadan dd royyan,sy smbil jerit" & menangis tuk panggil dokter trs abahnya mengumandangan adzan & komat smpai nangis dd royyan kamipun ikut nangis gak kuat melihatnya kesakitan trs nyawa anak kamipun tak bisa diselamatkan lg" Royyan menghadap Sang Kholik tgl. 13 September 2017 (Kamis) jam 01.45.
Info tambahan :
Yang memberikan vaksin adalah bidan di posyandu yg petugas dr puskesmas
Semua biaya yg di RS semuanya dibayar oleh keluarga pasien
Bidan yang memberikan vaksin tidak datang ke rmh duka
Setelah 3 hari pihak puskesmas datang bersama kader posyandu
Setelah 10 hari pihak puskesmas datang lagi sambil membawa data observasi pasen bilangnya untuk data dilaporkan ke dinaskes (karena pihak keluarga telp ke dokter ketua bagian puskesmas)
Ibu korban : Kami tidak akan menuntut mungkin ini jln nya anak kami, cuma jadi pelajaran jangan sampai terulang kembali, kalau untuk diadakan autopsi kami pihak keluarga tidak setuju sebab anak kami sudah tidak ada luka dari luar nanti kalau diadakan autopsi pasti dibedah bagian kepala dan perut yang dibilang dokter ada virusnya.

Sumber berita : Eka Rini Jeh (ibu korban).

15. Sarah. Perempuan. 3 tahun. Ciheulang, Bandung.

Kronologis : Tgl. 10 September disuntik, pada hari yang sama demam dan kejang dirawat tgl 12 atau 13 (lupa) di RS Salamun. Diagnosa dokter : kelainan paru-paru, bukan karena vaksinnya, seperti asma. Padahal tidak ada riwayat sakit paru-paru sebelumnya. Dul pernah operasi besar karena masalah usus.

Sumber berita : Deindra (kerabat Sarah).

16. Kinanti Enjelin. Perempuan. 2,5 tahun. Kampung Kondangsari, Desa Kertajaya, Cibatu, Garut, Jawa Barat.



Kronologis : 

Kinanti menerima vaksin 15 September 2017 di Posyandu (di Detikcom dikatakan tgl. 13 September) dalam keadaan sehat dan bugar. Namun 3 sampai 4 hari kemudian (Detikcom : 5 harian) Kinanti jadi sulit berjalan. Kelumpuhan pada anaknya tersebut diketahui saat anaknya enggan beranjak dari tempat tidur. 
"Saya kira dia malas bangun, tapi pas dia mau jajan terus berdiri tapi dia jatuh lagi," katanya. Ketika mencoba berjalan, kaki Kinanti seakan rapuh. Berkali-kali coba, berkali-kali pula jatuh. Ai membawa Kinanti ke Puskesmas Cibatu. Namun akibat masalah finansial, Kinanti dirujuk ke RSUD dr Slamet Garut sejak Senin 2 Oktober dirawat di ruangan ICU. Ketika di RSU, Kinanti bertemu dengan dokter yang sama seperti di klinik sebelumnya. Dokter tersebut pun akhirnya menyarankan Kinanti supaya memperoleh perawatan medis di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. 
Ibunya (Ai Lisna) menuding RSU Garut seolah menahan Kinanti agar tak dirawat di RSHS Bandung. Padahal, Kinanti perlu mendapat perawatan medis yang lengkap secepatnya sebelum penyakit merambat ke organ dalam. 
"Kata dokter anak harus segera diobati karena masih masa inkubasi 14 hari dari kejadian. Seandainya tidak segera diatasi maka khawatir masuk ke organ lain, jantung jadi tidak bisa ditangani," ucapnya. 
Pihak RSU Garut, kata dia berdalih bahwa tidak ada ruangan di RSHS Bandung buat Kinanti. Sehingga perawatan perlu diteruskan di RSU Garut saja. 
"Jumat (6/10) malam rencananya dirujuk ke Bandung. Justru hari Jumat malam adu argumen dengan orang RSU karena bilang tidak ada ruangan, dan lainnya," keluhnya. 
Diketahui, Kinanti bukan berasal dari keluarga mapan. Usai kematian ayahnya, ibunya harus banting tulang menghidupi Kinanti dan dua saudara sekandungnya. Ibunda Kinanti bekerja sebagai pedagang batagor keliling yang berputar dari kampung ke kampung. 
Ai berharap agar anaknya tersebut cepat pulih dan dalam kondisi normal kembali. "Harapan saya mah supaya anak saya cepat sehat lagi aja," ujarnya. 
Sementara itu Humas RSUD dr Slamet Garut Lingga Saputra menyatakan berdasarkan pemeriksaan sementara dokter, pasien mengalami kelainan saraf. 
"Cuman untuk indikasi apakah terkait dengan rubella atau bukan itu kewenangan dinkes untuk menyampaikan. Sekarang pasien tersebut masih ditangani oleh dokter di ruangan ICU," katanya. 
Ditemui di tempat terpisah Kepala Dinas Kesehatan Garut Tenni Swara Rifai mengatakan penyebab kelumpuhan yang dialami Kinanti masih didalami. 
"Jadi gini, sebelum imunisasi dia sempat terjatuh juga. Sayangnya orang tua tidak langsung membawa ke puskesmas atau rumah sakit, tapi dirawat di rumah," ungkap Tenni di kantornya, Jalan Proklamasi, Tarogong Kidul, Garut, hari ini. 
Tenni menjelaskan hal tersebut mengakibatkan keterlambatan penanganan. "Seharusnya saat ini dirujuk ke RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin) tapi penuh. Jadi sekarang dirawat di RSUD dr. Slamet," katanya. 
Tenni menambahkan saat ini pihaknya terus melakukan komunikasi dengan RSUD dr Slamet Garut dalam penanganan pasien. 
"Terus kita tangani. Belum bisa disimpulkan apa yang menjadi kelumpuhan, yang pasti masih ditangani tim dokter," ungkapnya. 

Sumber berita : Republika, Detikcom

17. Sapuan (nama panggil anak). Kelas 1 SD. Nama ayah : Pak Bambang. Domisili di Graha Mutiara Permai 3 - Tangerang.

Kronologis : 

Awalnya jumat kemarin (20 okt) muncul bintik-bintik merah di badan..terus dibawa ke dokter, cek darah n macem2 saya juga kurang tahu detilnya, lalu terdiagnosa leukimia.. saat dijenguk ibu2 tadi siang, si anak sudah kemo 1x.. di RSUD Tangerang. sebelumnya sehat wal afiat.. terus pas dibawa ke dokter, dokternya bilang: "untung penyakitnya ketahuan sekarang karena disuntik rubella.. kalau engga begitu, gak bakal tau si anak ada leukimia." 
Sekarang bapak si anak harus menanggung biaya kemo 4x seminggu selama 4 tahun, padahal bukan orang berpunya juga.
Tgl. 9 Januari 2018, Sapuan meninggal dini hari jam 3 subuh. Ramadhiny (sumber berita) sudah tidak pernah bertemu dengan anak (Sapuan) dan ortunya lagi karena memang sudah tidak dibawa pulang ke rumah, di rumah neneknya terus.

Sumber berita : Ramadhiny Susilo di grup FB TAFTP (tetangga korban).

18. Arfan Abdul hafizh. 1 tahun. Tempat diimunisasi : Posyandu Rawamangun Rw 05 Jakarta.

Kronologis :

Tgl 26 Sep 17, jam 10.30 anak saya tiga orang ( usia 8th,3th,1 th) suntik MR.
Tgl 27 Sep 17 dari pagi sampai sore Arfan badannya lemes makan sedikit dan perutnya kembung.
Tengah malam Arfan demam lalu kita kompres pakai kain basah sempat turun demamnya.
Tgl 28 Sep pagi ini Arfan sudah tidak mau makan tapi saya kasih ASI trus menerus. Keadaan masih lemes pucat, jam 7 malam sy bawa berobat ke bidan, dikasih resep puyer dan amoxicilin sirup kering. Tengah malam demam lagi.
Tgl 29 Sep pagi kondisi masih sama lemas. Arfan maunya minum terus sampai tengah malam.
Tgl 30 Sep kondisi masih sama lemes lalu siang dan sore muntah2 jam 7 malam saya ke bidan lagi. Dengan​ kondisi tsb dapat resep vesperum sirup, kita kasih obat itu ke Arfan, muntah2nya sudah berkurang.
Tgl 30, 1 Okt, 2 Okt tiap hari itu selalu ada muntah2nya, sampai akhirnya kondisinya tambah lemes. Matanya sudah mulai beda kita ajak bicara tidak ada respon.
Selama 1 minggu itu lebih banyak tidur, karena kondisinya lemes. Tgl 3 Okt sore kita ke klinik sukma anggrek karena kita baru lunasi bpjs nya. Dr kasih saran utk segera dibawa ke IGD.. jam isya nya kita ke IGD Rs Khusus Bedah Rawamangun. Dgn diagnosa awal dehidrasi.
Jam 8 malam setelah selesai administrasi, Arfan ada tindakan untuk sampel darah, hasilnya HB, trombosit bagus, tapi leukositnya tinggi sampai 22.000 lalu pasang infus lalu pindah ke ruang perawatan, jam 12 malam di kasih infus antibiotik yang di berikan 1 hari 3x ( jam 12 malam, 6 pagi dan 6 sore). Kondisi arfan dgn diagnosa awal dehidrasi sudah terbantu dengan asi dan obat kata dokter anak.
Tgl 6 Okt jam 05.00 Arfan sempat cabut jarum infus, darah muncrat banyak ke tembok dan bajunya jam 06.00 pasang infus di tangan sebelahnya tapi jarumnya pecah hingga 2 x infus jarum patah, tangannya bengkak. Lalu saya minta istirahat dulu pasang infusnya jam. 09.00.
Tgl 7 jam 1.30 tangan Arfan gemetar hingga berlanjut kejang. Suster dan dokter jaga datang. Melihat kondisi arfan seperti ini RS telpon dokter anak yang merawat arfan katanya Arfan untuk segera dirujuk ke RS Thamrin Salemba, berhubung dokter anak ini sekaligus pemilik RS Thamrin. Di siapkan lah ruang picu anak. Jam 06.00 di IGD RS Thamrin Arfan ada tindakan pindah pernafasan ke mulut ventilasi mekanik, selang di hidung, infus pindah ke paha, langsung ke pembuluh besar. jam 09.00 rontgen thorax dan ct scan kepala, langsung naik ke ruang picu anak. Jam 10.30 kita di kabari hasil dari lab. Untuk thorax bagus. Ct scan kepala ada cairan di otak yang menumpuk,. Dokter bilang sejenis penyakit hyrocefalus.Penyebabkannya dokter masih belum tau.dan ini Arfan sakitnya baru kata dokternya. Untuk agar lebih tau dan pastinya dokter menyarankan untuk ada tindakan operasi pasang shunt di otak.
Masih tgl 7 okt jam besuk 12.00 Kondisi Arfan masuk picu dalam keadaan tak sadar mungkin masih reaksi obat kejang, tapi selama itu arfan respon gerakan-gerakan masih aktif banget kakinya yang tidak mau di selimuti dan sampai-sampai tangannya sampai diikat takut tarik kabel.
Tgl 8 okt jam 17.30 Arfan lakukan operasi di kepala, oleh Dr bedah syaraf abrar amrar, DR syaraf panggilan dr rscm.stlh itu kondisi msh sama, tidak ada perubahan, sebelum dan sesudah operasi.
1 minggu di ruang picu, dokter menyarankan agar kita segera tandatangan tindakan trakeotomi tapi kita belum bisa ijinkan karena belum kuat. Tgl 16 HB arfan turun 6,7. Tgl 20 Arfan transfusi donor lgsg Hb jd 12,6. Di kondisi ini badan arfan sehat, gerakan masih aktif, batuk2, ngulet,netes air mata, mata nya kedip2 saat kita minta tapi mata yang masih belum buka.
Saya bertanya kembali ke dokter dari hasil lab cairan di otak apa hasilnya kata Dr anak ini virus, tapi jenis virus nya RS blm tau apa, dan kalau pun harus di teliti percuma virus tidak akan ketemu, karena jenis virus banyak ibu pun tidak akan mengerti. Semua RS juga tidak akan sampai meneliti sejauh itu kata dokter anak.
2 minggu lebih di ruang picu leukosit mulai turun smp mau mendekati normal, namun nyawa Arfan tidak tertolong. Semua biaya pengobatan dan pembiayaan di iccu, di tanggung oleh bpjs. Kita belum melapor ke pihak yang memberikan imunisasi.

Sumber berita : Titin (ibu korban).

19. Zen. Umur 1 tahun. Cianjur.

Kronologis : bermula dari suntikan vaksin rubela yang diadakan di tiap desa-desa, Tanggal 28 September 2017 Zen vaksin, lalu badannya demam dan mengalami diare selama seminggu kurang lebih, kemudian Zen di bawa kepuskesmas dan bidan, "katanya hanya mengeluarkan virus dari badannya" (pangkas bidan), setelah minum obat panasnya turun naik dan terlihat perubahan pada badan menjadi bengkak-bengkak, setelah beberapa hari kemudian zen di bawa kembali ke dokter spesialis anak, hasil dari dokter anak zen pengalami penyakit yang serius (ginjal bocor) dan harus di rujuk ke RS segera. (cerita dari ayahnya zen).
Lalu Zen dirujuk ke RS di IGD dengan kondisi fisik yang bengkak badannya disertai dengan tangisan di setiap waktunya, Zen tidak mempunyai tunjangan untuk kesehatan seperti BPJS untuk pengobatan tersebut. dan dalam kondisi yang harus segera ditangani pihak medis.
Kondisi Zen 29 Nov 2017, ternyata Zen sudah keluar masuk RS beberapa kali. Pertama Di RSUD Cianjur, kemudian di bawa ke keluarga Ibunya Zen di Jawa tepatnya di Pemalang. Kemudian di bawa lagi ke RS Ashari, Pemalang. kondisi di infus di kaki, karena tangan sudah ga bisa masuk lagi cairan infus dan menangis kencang kesakitan ketika diinfus lewat kakinya, kata ibu Zen saat di hubungi via telepon. Kondisi Zen pada beberapa hari kemudian, sebelumnya bengkaknya sudah mengecil dan paginya badan Zen demam kemudian ada pembengkakan pada alat kelaminnya. Vonis dokter karena ginjal bocor jadi untuk proses pengeluaran urine tidak sempurna dan menjadikan bengkak, kemudian Zen pulang karena harus di rujuk ke RS yang lebih besar dan fasilitas yang baik..
Zen masuk lagi ke RS Margono, Purwokerto. sekarang posisi infusan di kaki kanan dan dikasih kayu buat tahanannya.
Kondisi Zen 24 Januari 2018, ginjal membesar dan dokter menyarankan untuk kemoterapi.

Saat ini, keluarga Zen punya BPJS kelas 3, obat-obatan biasanya tidak dicover. Sedangkan sehari-hari ibu Zen tidak bekerja (ibu rumah tangga) dan ayah Zen bekerja sebagai supir truk.
Zen menghembuskan nafas terakhirnya tanggal 3 September 2018, keadaannya 2 hari sebelum kepergiannya bengkak sekali.
Sumber berita : Ikhwan Alamsyah (penggalang dana untuk keluarga zen).


20. Nur Latifah. Siswa kelas 1 SDN Gunung Sekar 2 Sampang, Jawa Timur.

Kronologis : Usai disuntik vaksin MR (14 Nov 2017), badan Nur panas dan kejang-kejang sampai lemas sehingga harus dilarikan ke RSUD Sampang untuk mendapatkan perawatan intensif. Dugaan sementara, terjadi mal praktik, karena tak terima anaknya menderita, Marsudi (ayah) sekolah didampingi LSM dan wartawan melaporkannya ke Polres Sampang. Marsudi berpendapat bahwa menurut pengakuan anaknya, Nur disuntik 2x, pertama karena mengenai tulang lengan kemudian disuntik kembali. Sebelum imunisasi, Nur sangat sehat. Marsudi semakin bingung ketika Nur dirawatinap di RS, Nur justru didiagnosa gizi buruk oleh dokter yang menanganinya. Seumur hidupnya anaknya tidak pernah mendapat diagnosa gizi buruk. Saat berita diturunkan, belum ada keterangan polisi. Dinkes Kabupaten Sampang Firman Pria Abadi membenarkan berita ini namun menyangkal sakitnya Nur akibat vaksin karena vaksinasi dilakukan sudah sesuai prosedur dan Nur memang kurus dan ada diagnosa gizi buruk, tidak masalah waktu disuntik kena tulang.

Sumber berita : mediamadura , newsindonesia, netralnews.

21. Rasya Putra Gautama. Umur 9 tahun. Vaksin MR. Sumberharjo, Prambanan.

Kronologis :

9 Agustus mengisi formulir persetujuan vakasin MR.
14 Agustus anak demam diantar pulang dari sekolah.
16 Agustus anak tetap divaksin MR.
17 Agustus anak demam hilang timbul.
19 Agustus mulai terlihat bengkak di pipi.
20-21 Agustus bengkak di pipi semakin besar.
22 Agustus anak dibawa ke Puskesmas Sribit, dikasih obat selang 2 hari dan agak hilang bengkaknya.
26 Agustus jam 10 malam batuk-batuk disertai muntah air terus-menerus. Sudah hilang batuknya, lalu sesak napas. Jam 11 malam dibawa ke RSUD Prambanan, diberikan alat bantu nafas. Di RSUD tidak ada dokter anak. Jam 11.30 malam dipindah ke RSI, sampai di jalan sebelum tiba di RSI sudah lemah. Dokter menangani sampai jam 12.00 malam tetapi tidak ada reaksi. Setelah 30 menit ditangani dokter tidak ada reaksi, dokter memutuskan untuk melepas semua alat bantu yang ada ditubuhnya dan menyatakan anak sudah tidak bisa ditolong lagi.
Tidak ada informasi dari dokter apakah ini KIPI karena imunisasi atau bukan padahal sang ibu sudah memberitahu anak memburuk setelah imunisasi. Semua pembiayaan di RS ditanggung sendiri.
Dua hari setelah kematian anak, pihak kesehatan datang ke rumah menanyakan kronologi kejadian dan menjelaskan bahwa imunisasi itu penyuntikan virus ke dalam tubuh tetapi jika tubuh tidak fit bisa jadi sakit atau melemah. Sang ibu mengharapkan agar ke depannya nakes wajib mengecek detil kondisi anak sebelum divaksin dan semoga pemerintah lebih peduli dan tanggap akan masalah KIPI.

Sumber berita : Ike Irawati (Ibu).

22. Andika Rio Pratama. Umur 12 tahun. Vaksin MR. Sumberharjo, Prambanan.

Kronologis :

1 September anak demam dan bengkak di muka.
7 September dibawa ke RSI lalu diminta opname. Di RS disuruh cek lab lengkap, USG ginjal dan rontgen paru-paru. Hasil diagnosis dokter : Radang ginjal. Satu minggu setelah opname diperbolehkan pulang dengan catatan kontrol rutin 1 minggu sekali. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesos, biaya kontrol ditanggung sendiri sampai sembuh.

Sumber berita : Ike Irawati (Ibu).


DATA KIPI VAKSIN PERIODE 25 AGUSTUS 2018 - AKHIR

1. Rifky (4 tahun). Murid TK Pertiwi. Pulau Balang Lompo, Kelurahan Mattiro Sompe, Kecamatan Liukang Tupabiring, Kabupaten Pangkep, Sulsel.














Kronologis :
Awalnya anak pernah sempat demam sebelum disuntik MR, setelah beberapa hari kemudian anak ini sudah sembuh dan kembali bersekolah lagi, lalu disuntik MR tanpa ada pemberitahuan dari pihak sekolah kepada orang tua tanggal 3 Agustus 2018. Beberapa hari kemudian, dia kembali demam lalu si anak dibawa ke puskesmas tanggal 17 Agustus 2018, dengan keluhan demam sejak 3 hari di rumahnya. Beberapa hari kemudian tumbuh cacar hitam di pahanya sampai bocor, dirujuk ke RSUD Pangkep tanggal 20 Agustus 2018 karena demamnya tidak turun-turun dan sudah tampak bintik hitam di sekujur tubuhnya dan luka melebar pada daerah hidung, dirujuk dengan diagnosa suspek DBD. Demam tidak mau turun-turun sampai-sampai si anak tidak bisa makan selama di rumah sakit. Status imunisasi anak lengkap. Rifki meninggal Jumat (24/8/2018), usai mendapat perawatan selama empat hari di RSUD Pangkep.

Rifky (baju putih) saat sehat bersama keluarga 

--------------------------------------------------------------------------- 

Dikarenakan kasusnya sempat viral, instansi terkait pun angkat bicara perihal kasus tersebut. Terlebih lagi, ramainya pemberitaan di media sosial. Wakil Bupati beserta isteri juga sempat melayat ke rumah Rifky. Berita itu menuding penyebab kondisi Rifky memburuk hingga meninggal dunia karena dampak vaksin rubella. Kepala Dinas Kesehatan Pangkep, Dr Indriaty Latif, saat ditemui di ruang kerjanya, Sabtu, 25 Agustus menyampaikan, penyebab sakit yang diderita Rifky hingga meninggal dunia, bukan karena vaksin rubella. 
"Penyebab kematian Rifky ini bukan karena dia sudah divaksin. Tetapi karena penyakit pemfigus vulgaris. Karena rentang waktu antara anak ini divaksin cukup lama. Dia divaksin pada 3 Agustus bersama dengan 65 anak lainnya. Sementara nanti pada 15 Agustus ke puskesmas berobat karena demam. Begitu juga tanda-tandanya berbeda apabila dia terkena campak," bebernya. 
Menurut Indriani, reaksi imunisasi vaksin biasanya dapat dilihat 24 jam pasca diberi vaksin dan paling lama 7 hari setelahnya. Sedangkan Rifki, yang sebelumnya diisukan meninggal karena Vaksin MR, didiagnosa mengidap penyakit kulit langka, Vemfigus Vulgaris. 
"Kita akan luruskan, sekaitan dengan adanya pasien yg meninggal, kita sudah lacak. Kalau dikatakan meninggal karena vaksin MR itu salah. Biasanya kalau ada reaksi vaksin itu pada waktu itu, ini setelah 13 hari baru muncul ruam," ujar Indriani, Sabtu (25/8/2018). 
Dikatakan Indri, Rifki mengidap penyakit auto imun, yang belum diketahui penyebabnya. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak ragu mendorong dan meminta anaknya untuk melakukan vaksinasi MR, apalagi statusnya juga sudah di halalkan MUI. 
Di tempat lain Direktur RSUD Pangkep angkat bicara "Yang dialami anak ini tidak sama dengan MR. Hanya saja munculnya setelah imunisasi vaksin MR. Jadi diagnosis venfigus vulgaris, penyebabnya tidak diketahui, dan siapa saja bisa kena. Ini tidak ada hubungannya dengan vaksin MR," ujar Direktur RSUD Pangkep dr Annas Ahmad. "Kita minta dukungan media untuk meluruskan ini, bahwa anak ini meninggal bukan karena vaksin. Apalagi MUI sudah membolehkan, dan mengeluarkan status halal. Dan ini merupakan program pemerintah yang harus kita sukseskan," ungkap Annas lagi. 
Sementara itu, dokter spesialis anak RSUD Pangkep, Erlin Djamaluddin, mengatakan bahwa gejala yang ada di tubuh Rifki berbeda dengan kasus rubela maupun campak. 
"Jadi waktu dia datang, dengan gejala yang tidak sama dengan campak ataupun rubela. Waktu pertama datang hanya ruam besar di hidungnya, lalu terus bertambah. Lalu kita konsul ke dokter kulit. Bahwa ruam yang timbul di tubuh Rifki tidak sama dengan rubela," ungkap Erlin. 
Kapolres sudah turun tangan memeriksa kasus ini, kemungkinan ada unsur kelalaian dari bidan dan sekolah karena anak masih belum fit disuntik. 

Sumber berita : Fajaronline, Newsrakyatku

2. Nurfauziah Larasati (9), kelas III Sekolah Dasar Negeri 37, Kampung Opas, Kota Pangkalpinang, Pulau Bangka. 


Kronologis : Laras hanya bisa terbaring lemas di atas tempat tidurnya sembari menahan sakit. Laras tidak bisa berjalan sejak dua hari lalu setelah disuntik vaksin MR di sekolahnya. 
Abdul Halim, ayah Laras, menjelaskan awalnya Laras dalam kondisi sehat dan tidak sedang sakit. Kondisi Laras yang tak bisa berjalan itu berawal saat putrinya itu disuntik imunisasi MR di sekolah pada Sabtu (25/8/2018). 
"Mulai tidak bisa jalan sejak kemarin. Parahnya hari ini. (Ini terjadi) setelah disuntik imunisasi MR di sekolahnya," jelas Abdul saat ditemui detikcom, Rabu (29/8/2018) malam di rumahnya di Kampung Opas, Pangkalpinang. 
Pantauan detikcom di rumah korban, Laras hanya terbaring lemas sembari merintih sakit (ngilu) di sekujur tubuh. Laras pun tidak bisa berjalan karena kakinya bengkak dengan bentol-bentol merah. 
Abdul menceritakan kronologi putrinya hingga terbaring lemas dan tidak bisa berjalan. Berawal dari Laras meminta izin terhadap dirinya untuk suntik MR di sekolahnya. 
"Saat anak saya minta izin suntik MR di sekolah, saya tanya, 'Kalau disuntik sehat nggak laras? Demam tidak?' Kalau tidak ada gejala, tidak apa-apa, karena suntik imunisasi kan program pemerintah, pasti bagus, dan saya beri izin," jelasnya sambil mendampingi putrinya terbaring di tempat tidur.Pada Sabtu (25/8) pagi, anaknya bercerita bahwa ternyata yang mengikuti suntik MR hanya orang tujuh. Siswa yang lain tidak diberi izin orang tuanya. "Dari 32 siswa-siswi, yang suntik hanya tujuh orang, termasuk Laras," ceritanya"Itu kan program pemerintah, pasti bagus, apalagi sebelumnya Wakil Gubernur Babel Abdul Fatah sudah memberi izin. Jadi izin suntik saya berikan," ujarnya."Setelah disuntik, anak saya terus saya pantau, dan saya tanyakan keadaan anak saya setiap hari. Sebab, saya lihat di Facebook, setelah disuntik MR, ada yang lumpuh," cerita Abdul. 
"Bintik merah (kayak keringat malam) mulai timbul sejak Senin kemarin. Di leher dan perut sudah mulai tumbuh, hingga hari ini anak saya tidak bisa berjalan dan hanya bisa berbaring di tempat tidur," katanya.Meskipun sudah mulai timbul bintik-bintik, Laras masih bersekolah. Tapi ia tidak berani melaporkan kepada guru perihal bintik merah itu. 
"Karena Laras mengeluh sakit, saya suruh istri bawa laras ke puskesmas. Cuma dikasih resep oleh dokter. Pas sampai rumah, tidak bisa jalan hingga saat ini. Bintik merah ini keluar di sekujur badan," tegasnya.Ia berharap ada penjelasan dari pihak sekolah kenapa anaknya bisa seperti itu setelah disuntik imunisasi MR. 
"Dari tujuh anak, cuma anak saya yang mengalami hal seperti ini. Saya minta doanya agar anak saya cepat sembuh dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa," tambahnya. Belum jelas betul apakah Laras tidak bisa berjalan karena suntik imunisasi MR atau bukan. 


BANGKAPOS.COM, BANGKA - Nur Fauziah Larasati (9) siswa kelas 3 SDN 37 Pangkalpinangterbaring lemas di kamar kontrakan Gang Mawar V Jalan Depati Bahrin kelurahan Opas kecamatan Taman Sari, Pangkalpinang, Rabu (29/8/2018).
Sesekali bocah itu menangis menahan rasa ngilu pada betis kiri dan kanannya paska di Vaksin Measles Rubella(MR) di sekolah Sabtu (25/8/2018) di tangannya.
Dengan perlahan ia menunjukkan ruam merah tak beraturan yang bermunculan pada sekujur kaki yang menjalar hingga ke badan. Bahkan ruam merah itu juga mulai bermunculan di bagian tangannya.
"Pusing, ngilu kakinya kaku," kata Laras lirih sambil sesekali menangis menahan sakitnya, saat ditemui Bangka Pos, Rabu (29/8/2018) malam.
Laras mulai merasakan pusing dan munculnya ruam pada hari senin, namun ia masih bersekolah. Ketika pulang sekolah tubuhnya memang tidak panas, namun kemunculan ruamnya semakin banyak dan besar.
"Di kelas 7 orang yang suntik, banyak yang enggak masuk. Terus yang masuk enggak suntik karena bawa surat orang tua enggak boleh suntik. Habis suntik enggak sakit, cuma ngilu. Dak nangis juga," ceritanya. 
Tubuhnya makin melemas dan kakinya terasa semakin berat pada saat hari selasa, namun masih dipaksakan untuk sekolah. Setelah pulang sekolah ia mulai tidak bisa berdiri bahkan untuk bangun pun mulai susah. 
"Sehat sebelum disuntik, makan juga nafsu. Cuma hanya lemas, sakit kaki ini, dak panas badannya," ujarnya. 
Abdul Halim (43) ayah dari Laras, menceritakan dirinya mulai khawatir paska melihat ruam yang timbul pada putri pertamanya semakin membesar. Ia tidak langsung membawa ke dokter lantaran berpikir itu merupakan reaksi dari suntikan itu. 
"Anaknya sehat sebelum disuntik, dia kan nanya yah jadi dak suntik, ku bilang suntik lah, karena liat iklannya kan ada TV, ini progam pemerintah jadi ku kasih. Tapi ku tanya dia sehat dak, kata dia sehat suntik lah kata ku," katanya. 
"Ku pikir itu reaksi suntik, kalau kata orang Bangka itu kayak campak keluar. Tetangga banyak juga lihat katanya bagus campak keluar, belum saya bawa ke dokter," ujarnya. 
Ia mulai menyadari anaknya semakin parah pada Selasa pagi. Dirinya mulai panik dan meminta istrinya untuk membawa buah hatinya ke Puskemas pada Rabu (29/8/2018). 
"Senin tu baru bintik dikit, tapi pas selasa bercaknya mulai banyak besar dan kakinya mulai susah jalan ngilu dan kaku, mulai dipapah bangunnya, dia bilang pusing juga. tapi masih sekolah juga selasa itu, sekarang kalau mau bangun harus digendong," ujarnya. 
Menurutnya, puncak penurunan kondisi kesehatan anak pertama dari tiga saudaranya itu terjadi pada Rabu (29/8/2018). 
"Hari inilah mulai puncaknya, lemes sekali. Muncul bercak ini sedikit-sedikit, telapak kaki susah napakanya, kepalanya terasa seperti luka, tapi enggak ada luka. Saya enggak tau kalau suntik itu belum halal, saya cuma lihat iklan di TV itu bagus semua," katanya. 
Sandra (29) ibu Laras mengatakan ia membawa putrinya ke Puskesmas Taman Sari Rabu (29/8) pagi sekitar pukul 08.00 WIB dengan menggunakan motor dan dipapahnya. 
Setibanya di Puskesmas, ia menyebutkan anaknya hanya mendapatkan penanganan dokter tanpa disentuh. 
"Cuma dilihat aja sama dokter, enggak dipegang, terus dikasih resep. Resepnya obat minum sirup sama salep. Saya bilang ke dokter anak saya jadi gini setelah suntik Rubella di sekolah, dokternya cuma bilang iya. Ke Puskesmas saya bawa sampai dipapah dipegangin karena kakinya sulit berdiri," katanya. 
Abdul Halim meminta pertanggungjawaban Pemerintah atas kondisi yang menimpa anaknya itu. Ia berencana akan mendatangi sekolah untuk menanyakan langsung kejadian ini. 
"Tolong kalau berbahaya jangan diberikan kepada anak. Saya minta pemerintah bertanggungjawab dari sekolah juga, karena ini program pemerintah. Dibantu ini cara pengobatannya jangan sampai lumpuh atau apa," katanya. 
Terpisah Kepala Dinas Kesehatan Babel, Mulyono Susanto mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti hal ini dan berkoordinasi dengan dinas kesehatan kota. 
"Saya akan segera menghubungi puskesmas terkait dan dinkes kota. Ini kan masuk wilayah Pangkalpinang, besok sudah harus ada jawabnya. Besok kami akan berikan jawaban karena harus kroscek dulu," ujarnya. 
Disinggung soal reaksi akibat dari Vaksin MR, Mulyono mengatakan ini hal ini merupakan kewenangan dari Komite Ikutan Paska Imunisasi (KIPI). 
"Apakah ini dampak dari vaksin MR, ini punya kewenangan untuk menjawab itu KIPI, nanti saya juga akan kontak KIPI," ujarnya.(*) 
Nurfauziah Larasati (9), bocah di pangkalpinang, Bangka Belitung (Babel) tak bisa berjalan usai imunisasi Measles and Rubella (MR) di sekolahnya kini mulai membaik. Dokter mengklaim penyakit yang diderita bukan akibat vaksin Measles and Rubella (MR)


dr Helfiani Ketua Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) wilayah Babel, menjelaskan, bahwa penyakit atau gejala yang diderita pasien bukan karena imunisasi MR melainkan karena adanya infeksi virus atau bakteri sebelum terjadinya penyuntikan imunisasi. 
"Setelah kami investigasi sejak kemarin, dari hasil pemeriksaan, sudah kami simpulkan bahwa anak ini menderita penyakit Henoch-Schonlein Purpura, kasus ini juga sudah disampaikan di komnas dan sudah dibahas," jelas Helfiani di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang, Bangka, Jumat (31/8/2018). 
HSP Ini penyakit seperti penyakit penyakit autoimun, yang bisa di cetuskan oleh infeksi virus atau bakteri sebelum terjadinya penyuntikan vaksin MR (satu minggu sebelum). 
"Jadi sebelum imunisasi, mungkin kuman ini sudah masuk. Kemudian setelah tiga empat hari imunisasi baru keluar," tegasnya. 
Ia menceritakan, kalau misalnya sakit tersebut timbul melalui suntik imunisasi MR, bisanya 7 hari setelah disuntik baru kelihatan gejala. Sedangkan ini kan anak ini sudah dari awal tiga empat hari ada gejalanya udah mulai timbul setelah imunisasi. 
"Jadi ini karena inveksi sebelum dia disuntik sudah masuk kumannya. Jadi tidak ada kaitannya," kata Dia. 
Saat disinggung kemungkinan penyakit itu timbul atau memicu keluar setelah di vaksin MR, Helfi mengatakan, hal tersebut bisa saja terjadi. 
"Bisa, cuma kalau berdasarkan kasus ini bukan dari imunisasinya, kalau dari hasil imunisasi seharusnya gejalanya timbul seminggu kemudian. Tapi ini tiga hingga empat hari setelah imunisasi. 
Pantauan detikcom di ruang Asoka RSUD Pangkalpinang, saat ini kondisi pasien sudah beransur membaik, nyeri sudah tak ada lagi, bintikan di kaki sudah berkurang dan sudah tidak demam lagi dan pasien sudah bisa menggerakkan kakinya. 
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung (Babel), Mulyono Susanto juga mengatakan tak ada pengaruh vaksin MR yang bikin Larasati tak bisa jalan. "Awalnya kita sempat khawatir mendengar kabar seperti itu, oleh karena itu kita putuskan harus di rawat di rumah sakit, untuk itu kita serahkan kepada komda KIPI dengan hal inidr Helfiani yang menangani," jelas Mul. 
Ia menambahkan, Vaksin ini sudah digunakan oleh 35 juta anak di Pulau Jawa. Jadi vaksin ini aman digunakan, tidak perlu dipertanyakan kembali dan sudah dilaksanakan di Indonesia. 
"Jika di jawa ada 135 juta anak sudah mendapatkan imunisasi itu, masa saya sendiri masih meragukan tentang vaksin ini. Sedangkan di Jawa sendiri tidak jadi masalah," tambahnya. 
Provinsi Babel sendiri memiliki target 95 persen anak menerima vaksin tersebut. Pihak Dinas Kesehatan sendiri tetap optimis dengan target tersebut. Meskipun waktunya tinggal satu bulan lagi, 60 persen pun belum tercapai. 

Sumber berita : Detikcom, Detikcom2

3. Delapan Siswa SMP Negeri 3 Palopo, Sulawesi Selatan dilarikan ke Rumah Sakit St Madyang dan RS At-Medika Palopo diduga akibat Vaksin Measleas Rubella (MR), Rabu (29/08/2018) Pagi. 

Kedelapan siswa tersebut mengalami demam tinggi, lemas serta sesak nafas sehingga harus mendapatkan bantuan alat pernafasan oksigen dan infus. 
Menurut dokter Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit St Madyang, Amrullah, mengatakan bahwa 5 orang siswa yang dia tangani mengalami gejala awal sesak nafas, lemas dan demam. 
“Memang efek samping dari vaksin MR adalah demam, itu muncul setelah divaksin,” kata Amrullah kepada sejumlah awak media. 
“Kami sudah melakukan penanganan awal lebih dahulu yakni sesaknya dan demamnya, nanti ditindaklanjuti perkembangannya,” lanjut Amrullah. 
Hingga saat ini, kondisi siswi tersebut sudah mulai membaik meskipun masih ada sebagian dari mereka masih lemas dan masih diberikan bantuan pernafasan oksigen. 
Sementara itu, Kepala Sekolah SMP negeri 3 kota Palopo, Kartini Alwi, yang dikonfirmasi mengatakan bahwa 8 orang siswanya sedang menjalani perawatan. 
“Korban dirawat di 2 rumah sakit yakni di rumah sakit ST Madyang sebanyak 5 orang dan di rumah sakit At-Medika sebanyak 3 orang. Mereka dilarikan ke rumah sakit setelah satu jam divaksin dan mengalami demam tinggi, lemas dan sesak,” jelas Kartini, saat menjenguk siswinya di Rs St Madyang Palopo. 
Kepsek SMPN 3 Palopo ini mengaku jika dirinya tidak menolak dan tidak mendukung kegiatan vaksin MR ini, sehingga pihaknya mengembalikan ke orang tua siswa. 
“Sebenarnya saya tidak bilang mendukung atau menolak vaksin MR ini, makanya saya serahkan kepada orang tua siswa dan memberikan surat pernyataan menolak atau menerima imunisasi tersebut,” katanya. 
Selain itu, dia juga mengatakan jika pada saat petugas mendatangi sekolahnya, dirinya menghimbau agar tidak melakukan vaksi bagi siswa yang tidak sarapan dan memiliki riwayat penyakit lainnya, namun para siswa ini tidak jujur sehingga petugas memberikannya vaksin MR. 

Sumber berita : Spotsatu
4. M Iqbal. Siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP) 20 Padang, Sumatera Barat.
Kronologis : Pada berita 1 September 2018 :
Pasca mendapatkan Imunisasi Measles Rubella (MR). Seorang orang anak Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M Djamil Padang, untuk mendapatkan perwatan intensif dari pihak rumah sakit. Sebab, usai di vaksin anak tersebut diduga mengalami kelumpuhan pada tangan sebelah kiri.
M Iqbal, Siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP) 20 Padang, Sumatera Barat. M Iqbal saat ini mendapatkan perawatan di HCU anak, RSUP M Djamil Padang.
Hafendi 45 tahun ayah dari M Iqbal menceritakan, sebelum di rawat ke RSUP M Djamil Padang, anaknya di suntuk vaksin, Senin 27 Agustus 2018 yang lalu di sekolahnya. Usai di suntik vaksin, Hafendi menyampaikan anaknya mengeluh kesakitan,
Usai di suntik vaksin di sekolah, anak saya mengeluh ada merasakan sakit di bagian kepala. Kemudian tangannya melemah dan jadi mati rasa. Lalu saya bawa anak saya ke tukang urut di dekat rumah, kemudian tidak jadi di urut,” papar Hafendi kepada awak media di ruangan HCU anak M Djamil Padang.
Lanjut Hafendi, tukang urut dekat rumahnya tersebut menyampaikan kepadanya bahwa anaknya tersebut sakit bukan karena terkilir. Kemudian, Hafendi lansung membawa anaknya tersebut ke Pukesmas, disana pihak Pukesmas menyarankan kepadanya untuk merujuk anaknya ke M Djamil Padang.
“Usai dari tukang urut, saya bawa anak saya ke Pukesmas, lalu disana mereka menyarankan agar anak saya dirujuk ke RSUP M Djamil Padang. Anak saya mulai di rawat di sini (RSUP) sejak tanggal 31 Agustus 2018 kemarin,” terang Hafendi.
Hafendi mengatakan, sejak di rawat di RSUP M Djamil Padang. Kondisi kesehatan anaknya sudah mulai perkembangan. Akan tetapi, anaknya saat ini masih merasakan sakit dibagian kepala belakang. “Tadi pagi sudah ada perkembangan. Tapi anak saya masih merasakan sakit di bagian kepala belakang,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Sumbar, Merry Yuliesday menuturkan belum tentu penyebab kelumpuhan yang dialami Iqbal disebabkan vaksin MR. "Belum tentu, karena vaksin MR yang dijalaninya. Mungkin karena imunisasi MR ini sedang ramai diperbincangkan, orang menghubungkan semuanya ke situ. Perlu dilihat dulu hasil medisnya," ucap Merry.
Merry meminta masyarakat agar jangan terpengaruh dan terpancing isu tak bertanggung jawab terkait efek samping dari pemberian vaksin MR. Merry menyebutkan, rentang waktu pemberian vaksin dan penyakit yang dialami Iqbal cukup lama. "Kejadiannya berawal dari Iqbal menjalani suntik MR pada Senin (27/8). Habis vaksin tak ada persoalan. Selasa –Kamis kondisinya seperti biasa. Pada Jumat pagi, setelah diguyur air mandi, barulah kondisinya memburuk, hingga harus dilarikan ke rumah sakit," ungkap Kadinkes.
Sedangkan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumbar dr Pom Harry menerangkan, secara medis, efek vaksin tidak separah itu. "Efek sampingnya ada, namun hanya demam ringan. Demam yang lebih berat bisa terjadi ketika terjadi infeksi lain yang ada pada tubuh anak tersebut," ucapnya.
Dalam posisi sebagai dokter, Pom Harry mengatakan di dunia medis, vaksin bertujuan sangat baik memberi kekebalan pada tubuh sebagai bentuk dari pencegahan ketika virus tersebut muncul nantinya. Ketika muncul virus yang beresiko seperti virus Rubella, tubuh 
sudah kebal dan punya daya tahan.(h/mg-yes).
Dokter spesialis anak Iskandar Syarif yang menangani M.Iqbal (12) siswa SMPN 20 Padang di RSUP M Djamil Padang yang diduga mengalami kelumpuhan pasca mendapat suntik vaksin Measles dan Rubella (MR) pada Jumat, 31 Agustus 2018 memberikan keterangan penyebab kelumpuhan Iqbal.
Di ruang kerja Kepala Dinas Kesehatan Sumbar Merry Yuliesday, Iskandar menerangkan kelumpuhan Iqbal akibat dari radang di Medulla Spinalis.
"Kondisi kesehatan Iqbal kini sudah sangat membaik. Tangannya sudah bisa digerakkan dan sudah bisa diajak bicara," katanya saat memperlihatkan video kondisi Iqbal di ruang rawat, Selasa, 4 September 2018.
Kemudian dijelaskannya, kemungkinan sebelumnya telah ada infeksi virus-virus lain yang menyerang Iqbal.
"Apakah berhubungan dengan vaksin? Jika gejala dan waktunya sama, baru cocok disebabkan oleh vaksin," ungkapnya.
Iskandar menerangkan manfaat vaksin adalah untuk memberi kekebalan khusus. Vaksin MR satu-satunya cara spesifik untuk memberi ketahanan tubuh. Dengan standar anak yang akan diimunisasi, harus disuntik dalam keadaan sehat sebelumnya dan sesudahnya ia tetap sehat.
"Kemungkinan besar kasus Iqbal adalah co-insiden, atau kejadiaannya bersamaan atau kebetulan saat Iqbal sedang imunisasi," ulasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Sumbar Merry Yuliesday menghimbau masyarakat agar tidak terpengaruh isu miring soal dampak dari Imunisasi Measles dan Rubella (MR) di Sumbar. Belakang memang ada beberapa kasus anak mengalami gejala tertentu setelah mendapatkan suntik MR di daerah tersebut.
Ada dua kasus di Sumbar yakni seorang siswi Kelas VI SD Negeri 01 Situjuah Ladang Loweh, Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota, Vega (13) terserang virus Herpes usai mendapatkan Imunisasi Measles Rubella (MR) pada Kamis (2/8/2018). Kemudian baru ini Iqbal (12) siswa SMP 20 Padang yang diduga terdampak akibat imunisasi


5. Hafidz Khoirul Azam. 6 tahun. Desa Palas Jaya, Lampung Selatan. 



Kronologis : Imunisasi vaksin Measless Rubella (MR) dituding menjadi penyebab meninggalnya seorang pelajar kelas 1 SD di wilayah Palas, Lampung Selatan. 
Adalah Hafidz Khoirul Azam bin Jumadi (6). Ia mendapatkan imunisasi MR oleh petugas Puskesmas Palas di Balai Desa Palas Jaya, Selasa (4/9). 
Informasinya seperti dikutip Kantor Berita RMOLLampung, setelah diimunisasi MR, bocah tersebut demam disertai dengan muntah darah selama tiga hari. Sabtu (8/9), keluarganya membawa Hafidz ke RS Bob Bazar Kalianda. 
Ternyata, sampai di RS, pukul 19.30 WIB, Hafidz diketahui dokter sudah meninggal dunia. Orang tuanya kemudian membawa kembali anaknya pulang. 
Minggu (9/9), jenazah Hafidz Khoirul Azam dimakamkan desanya. Keluarga korban menerima dengan lapang dada musibah yang dialami keluarganya. 
Redaksi melakukan konfirmasi kepada para pihak yang disebutkan dalam berita ini dan akan menampilkannya pada berita yang berbeda selanjutnya. [sri] 
Setelah diimunisasi MR, sang bocah demam yang disertai muntah darah selama tiga hari. Sabtu (8/9), keluarganya membawa Hafidz ke RS Bob Bazar Kalianda. 
Ternyata, sampai di RS, pukul 19.30 WIB, sang anak sudah meninggal dunia. Orangtuanya kemudian membawa kembali anaknya pulang. 
Minggu (9/9), jenazah Hafidz Khoirul Azam dimakamkan desanya. Keluarga korban menerima dengan lapang dada musibah yang dialami keluarganya. 
Hadir dalam pemakaman almarhum Camat Palas Rikawati, Kepala Desa Palas Jaya Sutaji, Babinkamtibmas Brigadir Zaki, dan Babinsa Koramil 421-08 Palas Serda Aprizal. 

KALIANDA (Lampost.co) -- HKA (6) seorang balita di Desa Palasjaya, Kecamatan Palas Lampung Selatan, diduga tewas setelah divaksin imunisasi Measless rubella (MR), Sabtu (8/9/2018). Saat ini kasus itu masih dalam penyelidikan kepolisian. 
Menurut keterangan Kepala Desa Palasjaya, Sutaji mengatakan berdasarkan keterangan orang HKA itu mendapatkan imunisasi MR oleh petugas Puskesmas Palas di Balai Desa Palas Jaya, Selasa (4/9) lalu. Namun setelah diimunisasi MR, sang bocah alami demam disertai muntah darah selama tiga hari. 
"Mengetahui tidak sembuh, pada Sabtu (8/9) lalu keluarganya membawa HKA ke Rumah Sakit Bob Bazar Kalianda. Namun, sampai di RS sekitar pukul 19.30 WIB, sang anak sudah meninggal dunia. Orangtuanya kemudian membawa kembali anaknya pulang," ujarnya saat dihubungi Lampost.co, Selasa (11/9/2018). 
Menurutnya, hingga kini kasus tersebut masih dalam penyelidikan pihak Kepolisian Polsek Palas dan Polres Lamsel. Kemudian, pihak Dinas Kesehatan pun sudah turun kerumah korban. 
"HKA sudah dimakamkan, Minggu (9/9/2018) lalu. Sejauh ini keluarga korban telah menerima dengan lapang dada musibah yang dialami," katanya. 
Sementara itu, Kapolsek Palas Iptu Budi Purnomo mengatakan kasus itu sudah ditangani pihak Polsek Palas bersama Reskrim Polres Lamsel. Bahkan, Senin (10/9/2018) telah turun untuk menyelidiki dugaan tersebut. 
"Pihak Petugas kesehatan dan kedua orang tunya sudah dimintai keterangan. Saat ini masih dalam penyelidikan pihak kepolisian," ujarnya. 
Dia mengatakan untuk memastikan kebenaran apakah korban meninggal akibat suntikan vaksin imunisasi MR, harus dibuktikan dengan autopsi. Namun, sejauh ini pihak keluarga belum menyetujui untuk dilakukan autopsi. 
"Yang jelas, hingga saat ini belum tau apa penyebabnya. Untuk membuktikan itu hanya dilakukan autopsi. Namun, pihak keluarga belum menyetujuinya," ujarnya.Sumber berita : rmollampung, rmolsumsel|
6. La Ode Riski Barakati (6). Siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri 30 Kota Ternate, Kelurahan Kayu Merah Kecamatan Ternate Selatan

Kronologis : KBRN, Ternate: Satu siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri 30 Kota Ternate, Kelurahan Kayu Merah Kecamatan Ternate Selatan atas nama La Ode Riski Barakati (6) akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Hasan Busorry Ternate, Minggu (16/9/2018).
Ode yang masih duduk dibangku kelas 1 SDN Ternate ini diduga meninggal karena disuntik vaksinasi Measles-Rubella (MR) yang dilakukan dinas kesehatan (Dinkes) Kota Ternate pada 4 September 2018 lalu saat melakukan program imunisasi di sekolah tersebut.
Ayah almarhum, La Ode Imam Bahri mengaku sangat sedih atas meninggalnya putra sulungnya itu karena diduga vaksin yang disuntikan itu merupakan salah satu penyebab.
Ia mengaku, program imunisasi yang dicanangkan pihak Dinkes Ternate melalui Puskemas Kalumata yang melibatkan siswa sekolah SDN 30 Ternate tersebut tanpa sosialisakan kepada orang tua wali.
Menurut dia, anaknya setelah disuntik vaksinasi MR pada tanggal 4 itu terhitung tanggal 5 sampai 7 September mengelami perubahan prilaku ketika diamati saat berada dirumah.
Sebab kesehatan anaknya itu menurun drastis karena panas badan, sering murung-murung, tidak sadarkan diri, gangguan penglihatan, kurang mendengar, kurang makan, muntah-muntah, hingga kejang-kejang.
Dia menambahkan setelah anaknya disuntik itu masih berkesempatan pergi ke sekolah, tetapi perilaku tidak lagi seperti biasanya sehingga membuat kaget sejumlah guru sekolahnya.
"Setelah anak saya suntik vaksin rubella dan pulang ke rumah, mulai tanggal 5 keatas itu kadang anak saya berdiam diri dan badannya panas, tapi dia sempat pergi ke sekolah bebarapa hari dengan kondisi matanya sudah terganggu, karena waktu itu dia mengeluh kepada saya dan sempat dibelikan kacamata dari mamanya, namun makin hari kesehatanya makin parah" ungkap La Ode Imam kepada sejumlah wartawan, Selasa (18/9/2018).
La Ode Imam yang berpofesi sebagai petani sayur ini juga mengatakan, anaknya sempat dibawah ke puskemas Kalumata untuk diperiksa, namun kesehatanya semakin kritis sehingga meminta rujukan ke RSUD Hasan Boesori. Setelah dirawat dirumah sakit selama 4 hari diruang ICU, namun nyawanya tidak lagi tertolong dan meninggal dengan kondisi seluruh tubuhnya terasa kaku dan keras seperti batu.
"Saya kaget tubuh anak bungsu saya itu keras sekali waktu meninggal" katanya.
Dengan adanya peristiwa tersebut, dirinya meminta kepada Dinas Kesehatan harus bertanggungjawab untuk memberi penjelasan secara detail penyebab kematian anaknya tersebut, karena jika tidak, masalah ini bakal dilaporkan ke pihak kepolisian untuk mengusut kejanggalan vaksin campak dari program imunasasi di SD Negeri 30 Ternate itu.
"Peristiwa yang menimpah anak saya ini jangan sampai memakan korban lain. maka itu Dinkes tidak boleh lepas tanggungjawab untuk menjelaskan kepada kami" tegasnya.
Penesehat Hukum orang tua korban dari YLBH Malut Sarman Saroden, menegaskan kejadian dugaan suntik vaksinisasi campak rubella tanggal 4 September yang menyebabkan kematian anak dari Kliennya tersebut tetap diusut.
Dia juga mengatakan atas kejadian itu pihaknya meminta sekolah SDN 29 Ternate yang bersebelahan dengan SDN 30 Ternate agar menunda sementara program imunasasi campak rubella sampai ada Kepstian penjelesan dari Dinkes kota Ternate
"Kematian salah satu siswa SDN 30 Kayu Merah itu, kami akan lakukan Advokasi agar mendapatkan kepastian terhadap penyebab meninggalnya korban" tegas Sarman.
Sementara itu, Kadinkes Kota Ternate dr. Fatiyah Suma menuturkan, terkait dengan kasus yang terjadi di Kota Ternate POKJA Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang di SK-kan oleh Walikota, tugasnya pengawasan terhadap Kejadian KIPI dan ini ranahnya POKJA KIPI dengan Komda KIPI Maluku Utara untuk mengaudit kasus tersebut.
"Setelah di audit kasus dengan Komnas KIPI pusat maka Rabu besok baru ada pernyataan pers sekaligus untuk kasus yang ada karena Dinkes Ternate dan Dinkes Provinsin Malut selaku (Komda KIPI daerah) diundang audit kasus langsung didepan Komnas KIPI pusat,” ucapnya.
Ia menyebutkan sesuai surat yang diterima Nomor: 70/Adm/KIPI/IX/2018 14 September 2018 dalam perihal Undangan Audit Kasus KIPI.
Dijelaskan Fatiyah, sehubungan pelaksanaan program Kampanye Imunisasi Measles Rubella (MR) di 28 Provinsi pada bulan Agustus–September 2018, maka menghadiri Pertemuan Audit Kasus KIPI yang akan diselenggarakan hari ini pukul 09.00 – 13.00 WIB di Ruang Rapat D1, Gedung D, Lantau 4 Ditjen P2P jalan Percetakan Negara No.29, Jakarta Pusat. Kata dia, KIPI serius MR di tiga daerah Bengkulu, Lampung dan Maluku Utara.
Untuk itu didepan Komnas PP-KIPI akan disampaikan hasil audit kasus tersebut, maka itu dirinya menghimbau agar pada saat kegiatan imunisasi para bayi/balita dan anak usia sekolah (sasaran usia 9 bulan hingga 15 tahun) agar dapat didampingi oleh orang tua serta pastikan saat skrening sebelum imunisasi keadaan anak dalam kondisi sehat dan tidak ada gejala yang menjadi kontra indikasi pemberian imunisasi.
Selain Itu dirinya juga meminta untuk masyarakat khususnya orang tua agar jangan ragu meminta informasi dari tenaga kesehatan yang ada dilapangan terkait informasi tentang imunisasi dan penyakit lainnya.
“Kunci sukses program imunisasi adalah terbangunnya komunikasi yang baik dan harmonis antara komponen masyarakat, tenaga kesehatan selaku pelaksana kegiatan di lapangan, pemerintah daerah dalam hal ini lintas sektor terkait,” pungkasnya.

Sumber berita : rri

7. Afifah nur Sholehah (7thn). Siswi kelas 1 sekolah dasar (SD) 163 desa Bukit Suban Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi.
Kronologis : SAROLANGUN – Seorang siswi kelas 1 sekolah dasar (SD) 163 desa Bukit Suban Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi, berjenis kelamin perempuan bernama Afifah nur Sholehah (7thn) terkena penyakit aneh semacam cacar air disekujur tubuhnya.
Berdasarkan pengakuan pihak keluarga hal itu terjadi, setelah anak tersebut mengikuti vaksin rubella di sekolahnya.
“Betul itu keponakan saya, tapi soal alergi itu belum ada keterangan dari Dokter karena kami juga awam,” kata paman korban Mujito, yang juga kepala desa Bukit Suban, dihubungi minggu malam.
Ia mengatakan soal dugaan adanya kejadian itu pasca diberikannya vaksin rubella ia tidak berani memastikan, namun anak tersebut mengalami penyakit seperti itu setelah dua hari usai mengikuti kegiatan vaksin tersebut.
“Itu dua hari setelah ada penyuntikan itu (Vaksin Rubella) ada gatal di mata, dan dikira kakak saya itu cuman penyakit cacar biasa tapi kok tambah terus seperti itu, tapi kami sudah konsultasi ke dokter dan sekarang sudah di rumah sakit raden mataher jambi,” katanya.
“Tapi tinggal nunggu hasil labor dulu bang sudah di tangani dokter spesialis bang,” katanya menambahkan.
Sebelumnya keponakanya itu sempat dilarikan ke RS Chatib Quzwain, karena tak ada dokter lantas dibawak ke rumah sakit di Bangko dan semalam dirawat inap. Namun karena keterbatasan teknis, bocah kelas 1 SD itu dirujuklah ke rumah sakit Jambi.
Menaggapi hal itu, pihak puskesmas pematang kabau Kecamatan Air Hitam yang menjadi tempat pelaksana kegiatan pemberian vaksin rubella tersebut mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan investigasi ke lapangan terkait kejadian yang menimpa siswi sekolah dasar itu.
“Kami sudah melaksanakan investigasi di lapangan kemaren, bahwa anak tersebut kami berikan imunisasi pada tgl 7 Agustus 2018,” kata kepala Puskesmas Pematang Kabau, Usman, Minggu Malam.
Ia mengatakan menurut pengakuan ibu nya korban sakit tersebut baru terjadi sekitar 2 minggu.
“Dan dulu beberapa tahun yang lalu anak tersebut pernah mengalami penyakit yang sama, tapi tidak separah saat ini.
Berdasarkan juknis pemberian dan dampak imunisasi MR dari Kemenkes RI, tidak ada seperti penyakit yang tersebut diatas,” kata Usman.
Informasi ini beredar dibeberapa group Whatshaap (WA) dalam lingkungan masyarakat kecamatan air hitam, malam ini.
Dengan berbagai cuitan disertai foto saat menyampaikan postingan. Salah satunya dengan kata-kata “siswi SD 163 bukit suban, hati-hati dengan suntik vaksin Rubela.
Di group K3S Air Hitam langsung tanya ke kepsek SD tersebut, apa benar beritanya apa Hoax.
Cuma saya tidak termasuk d dalam group tersebut, cuma tadi ada temen yang dari diknas kabupaten yang bertanya dan kirim photo itu. Demikian beberapa cuitan yang didapat dalam group tersebut.
Hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan dari pihak dinas kesehatan Kabupaten Sarolangun terkait persoalan tersebut.Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Sarolangun, Adnan mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan apakah penyakit yang diderita Afifah akibat vaksin MR atau penyakit lain. Saat ini pihak Dinkes Sarolangun masih menunggu hasil laboratorium.
"Petugas kami sekarang mendampingi petugas laboratorium," katanya.
Jika nanti terbukti benar penyakit Afifah disebabkan dari vaksin MR, ia menduga akan ada 7 anak lainnya yang akan mengalami hal yang sama seperti Afifah. Sabab dalam satu botol vaksin MR untuk 8 anak.
"Yang pasti kita nunggu hasil laboratorium lah," katanya. 
Berdasarkan instruksi pak Bupati ka Dinkes & Ka Diknas utk sementara pemberian vaksim Rubella pada anak sekolah di stop dulu dan laporkan ke Dinkes propinsi jambi atas kejadian yg menimpa anak SD Bukit suban an. Afipah Nur
Sumber berita : penajambi, kajanglako, tribunews.

8. Celine Safeea Ashabiya. Lahir 1 Agustus 2016. Umur 1 tahun 2 bulan. Balikpapan, Kalimantan Timur.

Kronologis : 

Tanggal 3 Oktober 2018 ibu membawa Celine ke puskesmas Balikpapan Utara untuk imunisasi campak lanjutan untuk anak setahun, memang sudah mundur 2 bulan dari jadwal seharusnya karena ibu dilanda dilema dengan vaksin ini terkait resiko efek sampingnya yang sering diberitakan di sosial media. Sampai di puskesmas, sang ibu menunjukkan ke bidan kalau mau campak lanjutan, namun bidan malah memberi vaksin MR yang katanya sama saja, cuma beda nama. Ibu sempat mengurungkan niat untuk vaksin tetapi bidan meyakinkan suaminya dan tepat saat itu ada seorang bapak bawa 2 orang anaknya untuk vaksin MR, akhirnya suami mengiyakan.
Tanggal 30 Oktober 2018 anak mengeluh kaki kanannya sakit, selalu kesakitan saat mau berdiri, rewel luar biasa. Ibu melihat ada lebam biru di lututnya. Semalaman Celine rewel tidak bisa tidur. Lalu siangnya ibu membawa Celine ke RS dironsen hasilnya bagus tidak ada masalah dengan tulangnya. Dua hari lamanya Celine tidak mau jalan. Namun setelah itu, dia berusaha jalan walau agak kurang lincah dari biasanya, hingga ibu berpikir mungkin ia kecapean saja kan dia lagi aktif-aktifnya. Bulan November, ibu merasa ada yang berbeda dengan perut Celine, Akhirnya ibu memutuskan untuk membawanya kembali RS untuk dironsen lagi, karena selama bulan Oktober BABnya seperti kotoran kambing. Dan setiap BAB dia menangis, namun kadang ditahan karena takut sakit. Hasil ronsennya bagus, kata dokter. Selang waktu 2/3 hari Celine mulai demam, gusinya berdarah. Telapak kaki, tangan, bibirnya putih pucat. Lalu, ibu membawanya lagi ke RS untuk cek darah, hasilnya trombosit 1000 hb 5. Ibu berpikir mungkin Celine kena demam berdarah. Tapi dokter bilang bukan, namun kalau memang DB Celine diminta untuk dirawat, dokter bilang mau observasi lebih lanjut. Tanggal 2 Desember 2018 hasil suspec mengarah ke leukemia. Ibu sampai meluapkan emosinya ke dokter karena ibu tidak terima dengan hasil diagnosanya. Mulai dari lahir Celine jarang sakit, asi eksklusif selama 6 bulan, mpasinya juga tepat di usia 6 bulan, dan ibu selalu memberikan home made mpasi untuknya. Ibu mengeluhkan hal ini kepada perawat namun mereka hanya bisa diam. Tiba-tiba suami dipanggil ke ruangan diberi penjelasan oleh dokter bahwa celine harus transfusi untuk persiapan rujuk ke RS yang bisa memastikan sakitnya. Akhirnya Celine dirujuk ke RS di Surabaya untuk dicek sum-sum tulang belakang. Ibu sempat bicara ke suaminya mengenai kecurigaannya bahwa vaksin turut andil dalam sakitnya Celine, namun sang ayah tidak begitu percaya sampai akhirnya tiba di RS Soetomo dan menemukan beberapa anak-anak yang dirawat pasca vaksin MR barulah suami menyadari kemungkinan ini.
Hasil tes sum-sum tulang belakang mengatakan bahwa Celine kena leukimia akut. Lalu, Celine menjalani pengobatan kemoterapi. Namun, 14 Februari 2019, Celine menghembuskan nafasnya yang terakhir di pelukan sang ibu.

Sumber berita : Indah (Ibu dari anak) melalui WA dan FB ke penulis.

Comments

AlFana said…
Terimakasih sudah upload investigasi ini
Marsya said…
mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup.

Popular Posts